Melirik Pengelolaan Limbah Elektronik di Jepang

https://i0.wp.com/warstek.com/wp-content/uploads/2018/03/shutterstock_165393359_news_featured.jpg?resize=800%2C445&ssl=1

Limbah elektronik telah menjadi sisi gelap dari era kemajuan teknologi. Di satu sisi, kita terbawa arus euphoria dalam perkembangan teknologi yang pesat, tapi di sisi lain, ada harga yang harus dibayar dari peningkatan kecanggihan teknologi tersebut.

Tumpukan limbah elektronik yang terbengkalai dan tidak terkelola dengan baik, dapat menimbulkan berbagai dampak negatif baik secara medis maupun secara ekologis. Pengelolaan limbah elektronik yang tepat dan efektif sangat diperlukan untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan. Beberapa negara besar produsen barang-barang elektronik dan penyumbang limbah elektronik tertinggi telah menjalankan pengelolaan limbah elektronik yang dapat menjadi contoh untuk negara kita, diantaranya Jerman, Jepang dan India. Tulisan berikut merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya mengenai limbah elektronik yang dapat Anda baca kembali di sini.

Pertama-tama, penulis kembali menampilkan infografik yang sudah dibahas pada artikel sebelumnya. Berdasarkan data yang ditampilkan infografik tersebut, Jerman, Jepang dan India merupakan negara yang masuk pada daftar top 10 negara penghasil limbah elektronik. Di Jerman, setiap orang diperkirakan menghasilkan limbah elektronik sebanyak 22,8 kilogram dan menempati peringkat ke 5 negara penghasil limbah elektronik terbanyak. Pada urutan ke -4, bertengger negara India dengan produksi limbah elektronik per orang sebesar 1,5 kilogram. Jepang menduduki peringkat 3 dengan produksi limbah elektronik mencapai 16,9 kilogram per individu.

Pengelolaan Limbah Elektronik di Jepang

Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang perekonomiannya banyak bertumpu pada teknologi, mulai dari ponsel, perangkat elektronik rumah, hingga perangkat komputer dan aksesorisnya. Limbah elektronik juga sempat menjadi masalah di negara itu, namun tak membuat Jepang berdiam diri. Jepang memulai pengelolaan limbah elektronik sejak tahun 2000. Saat itu, terbit berbagai peraturan mengenai daur ulang limbah yang menumbuhkan prinsip mottainai. Frase mottainai merupakan kata yang sering digunakan warga Jepang untuk mengkampanyekan budaya daur ulang berbagai macam limbah, yang diartikan sebagai rasa kekhawatiran untuk menghasilkan sampah.

Sebagai permulaan, tahun 2001 pemerintah Jepang memberlakukan Peraturan Peningkatan Efektifitas Penggunaan Sumber Daya yang merupakan revisi dari Peraturan Peningkatan Efektivitas Penggunaan Sumber Daya Hasil Daur Ulang. Peraturan tersebut mengatur pelaku industri teknologi untuk memberlakukan koleksi dan daur ulang pada barang produksinya yang sudah dibuang konsumen, memperpanjang waktu pakai produk elektronik yang diproduksinya, dan menggunakan kembali bahan-bahan daur ulang untuk produksi terbaru. Pada tahun yang sama, pemerintah Jepang juga memberlakukan Peraturan Daur Ulang Perangkat Elektronik Rumah Tangga, yang mengatur peran pemerintah, konsumen, distributor hingga produsen terhadap limbah perangkat elektronik rumah tangga.

Dengan adanya peraturan tersebut, warga atau konsumen diwajibkan untuk membayar denda jika membuang perangkat elektronik sembarangan. Peraturan tersebut mulai berlaku dengan ketat pada bulan Oktober 2003, yang melibatkan produsen dalam proses pengangkutan dan daur ulang perangkat elektronik. Konsumen diwajibkan membayar biaya pengangkutan, namun hanya bagi konsumen yang membeli perangkat sebelum Oktober 2003, sebab biaya pengangkutan bagi konsumen yang membeli setelah tanggal tersebut sudah disatukan pada harga pembelian. Pengangkutan merupakan kewajiban dari pihak distributor yang selanjutnya akan disalurkan pada produsen. Kewajiban produsen yaitu mendaur ulang limbah elektronik dari konsumen untuk kemudian dipilah antara material yang dapat dipakai sebagai bahan produksi dengan limbah yang tidak dapat diolah kembali. Langkah tersebut berhasil mengurangi tumpukan sampah ilegal dan mendaur ulang berbagai bahan baku produksi.

Peraturan yang diberlakukan tahun 2001 tersebut ternyata hanya berlaku untuk perangkat elektronik besar, belum mencakup ponsel, kamera, perangkat game, kalkulator, perangkat audio dan perangkat elektronik kecil lainnya. Perangkat elektronik kecil memiliki waktu pakai yang cenderung singkat, yaitu 1-6 tahun, yang akan meningkatkan produksi limbah elektronik dengan cepat. Pada tahun 2009, pemerintah Jepang pun memberlakukan proyek daur ulang pada perangkat elektronik kecil. Sama seperti pengelolaan limbah elektronik besar, pada prinsipnya, limbah dikumpulkan, diangkut lalu di daur ulang, hanya saja terdapat variasi dalam metode pengumpulan limbah jenis ini. Pemerintah setiap daerah bertanggung jawab untuk mengumpulkan limbah dengan beragam cara, seperti dengan kotak pengumpulan, pos pengumpulan, atau koleksi grup. Kemudian, limbah yang telah dikumpulkan harus diolah secara sederhana oleh perusahaan tertentu yang ditunjuk Kementrian Lingkungan dan Kementrian Ekonomi, Perdagangan dan Peridustrian. Limbah yang telah melewati tahap tersebut kemudian masuk pada tahap pemurnian bahan metal oleh perusahaan pertambangan lokal. Setelah berjalan 3 tahun, proyek tersebut dijadikan peraturan pada Agustus 2012, dan mulai diwajibkan per April 2013.

Limbah Elektronik di Indonesia
Pengelolaan limbah elektronik di Indonesia terbilang masih belum tertata dengan baik. Masyarakat belum mengetahui apa yang harus mereka lakukan terhadap barang-barang elektronik yang sudah tidak terpakai, selain menjualnya ke tempat barang bekas. Melihat dari usaha negara Jepang untuk menangani limbah elektronik, mereka memulai segala sesuatunya dengan peraturan dari pemerintah. Siasat ini juga dapat dicoba oleh pemerintah Indonesia untuk memulai penanganan terhadap limbah elektronik.

Sumber:

  • Chung, Sung-Woo, Rie Murakami-Suzuki. 2008. A Comparative Study of E-waste Recycling Systems in Japan, South Korea and Taiwan from the EPR Perspective: Impications for Developing Countries.
  • Itoh, H. 2014. The recent trend of e-waste recycling and rare metal recovery in Japan. WIT Transactions on Ecology and The Environment Vol 180 ISSN 1743-3541. WIT Press.