Masalah hukum penggolongan pribumi dan nonpribumi

Berkaitan dengan politik hukum Belanda mengenai penggolongan hukum bagi penduduk tanah jajahan Hindia Belanda. Meskipun penggunaannya dalam penyelenggaraan negara sudah dilarang dengan Instruksi Presiden BJ.Habibie di masa reformasi, ternyata hukum nasional pun belum tuntas mengaturnya.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hamid Chalid mengungkapkan persoalan penggunaan istilah pribumi untuk konteks pemerintahan sebenarnya sudah jelas dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan. “Semua pejabat pemerintah seyogyanya tidak pakai istilah itu lagi, karena itu kan atasan mereka Presiden menginstruksikan begitu,” katanya lewat sambungan telepon Selasa (17/10) lalu.

Bagi Hamid persoalan ini perlu dipandang dengan ringan tanpa menjadi polemik pantas atau tidak pantas atau dari sudut pandang teori akademik. “Masih berlaku, belum pernah dicabut, justru jangan masuk ke wilayah yang lebih jauh. Dari aspek hukum sebatas itu ada aturan hukumnya yang mengikat para pejabat di bawah Presiden,” lanjutnya.

Hamid menyarankan jika ada pejabat pemerintah yang belum mengetahui adanya Inpres ini agar segera memahaminya. Ia memahami rezim demokratis yang telah jauh berkembang, masih ada pejabat pemerintah yang belum tahu atau abai Instruksi Presiden tersebut. Apalagi bagi pejabat pemerintah yang kini bisa dipilih rakyat secara langsung dari berbagai kalangan tanpa harus berlatar belakang birokrat.

“Banyak yang bukan dari birokrat dengan pengalaman sekian lama di pemerintahan, jadi kalau tidak tahu dengan istilah itu ya kita beri tahu saja. Sesederhana itu kalau menurut saya,” kata dosen yang juga peneliti di Pusat Studi Hukum Tata Negara (PSHTN) FH UI.

Penggunaan istilah pribumi sebenarnya belum tuntas benar dalam lingkup perdata. Anggota Dewan Kajian Hukum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia(INI), Aulia Taufani menjelaskan penggolongan pribumi dan non pribumi masih berlangsung di bidang hukum keperdataan khususnya soal pertanahan. Sejak lama Pemerintah dalam politik hukum nasional berusaha melakukan unifikasi sebanyak mungkin untuk menghapuskan penggolongan penduduk dalam lingkup Warga Negara Indonesia (WNI).

Namun tidak dipungkiri bahwa dalam hukum perdata pembedaan masih dipraktikkan. “Faktanya living law kita masih melihat masih ada perbedaan jenis hukum, dalam praktik hukum yang beredar kadang masih berlaku,” jelas notaris yang bertugas di wilayah Tangerang, Banten ini.

Aulia mencontohkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Permen 24/1997) tertulis pembedaan golongan penduduk berdasarkan pembagian masa kolonial Belanda yang berdampak pada urusan administrasi keperdataan mereka. “Di situ ada penggolongan penduduk. Belum dicabut (peraturannya),” jelasnya kepada hukumonline.

Sumber : www.hukumonline.com