Manakah Gaya Pengambilan Keputusan Seorang Manajer yang paling efektif?

Dalam gaya pemutusan keputusan , seorang manajer memiliki 4 gaya pemutusan yang mendasar, yakni Directive ( direktif, yang menunjuk , tertuju ) , Analytical ( berdasarkan analisa, analitis) , Conceptual ( berdasarkan konsep ) dan Behavioral ( berdasarkan tingkah laku).

Menurut Anda dari ke-4 gaya tersebut mana yang paling efektif dan efisien serta menimbulkan resiko paling kecil ?

Menurut Freemont E. Kast dan James R. Rozenweig menyatakan bahwa: Tidak ada satu jalan terbaik untuk pemimpin, itu semua tergantung pada pemimpin, pengikut dan dinamika kelompok.

Oleh karena itu, seorang pemimpin harus cukup luwes dalam menyesuaikan gaya atau perilaku kepemimpinannya dengan situasi yang berbeda-beda. Hal tersebut biasa disebut dengan kepemimpinan yang efektif.

Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam merealisasikan kepemimpinan yang efektif adalah:

  1. Kekuatan diri pemimpin adalah kondisi diri seorang pemimpin yang mendukung dalam melaksanakan kepemimpinannya, seperti latar belakang pendidikan, pribadi, pengalaman dan nilai-nilai dalam pandangan hidup yang dihayati dan diamalkannya (dipedomani dalam berfikir, merasakan, bersikap dan berperilaku).

  2. Kekuatan anggota organisasi sebagai bawahan adalah kondisi diri anggota organisasi sebagai bawahan yang pada umumnya mendukung pelaksanaan kepemimpinan seorang pemimpin sebagai atasan, seperti pendidikan atau pengalaman, motivasi kerja atau berprestasi dan tanggung jawab dalam bekerja.

  3. Kekuatan situasi adalah situasi dalam interaksi antara pemimpin dengan anggota organisasi sebagai bawahan seperti suasana atau iklim kerja, suasana organisasi secara keseluruhan.

Dengan demikian gaya kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari suatu situasi ke situasi yang lain. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin untuk mengadakan diagnosa dengan baik tentang situasi, sehingga pemimpin yang baik harus mampu:

  1. Mengubah-ubah perilakunya sesuai dengan situasinya,
  2. Mampu memperlakukan bawahan sesuai dengan kebutuhan dan motif yang berbeda-beda.

Walaupun kepemimpinan efektif dipengaruhi oleh ketiga faktor diatas, tetapi tetap, peran seorang pemimpin mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap ke-efektif-an jalannya sebuah organisisasi.

Oleh karena itu, agar organisasi dapat berjalan dengan efektif, seorang pemimpin dituntut untuk mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, menurut Davis (1979) :

  • Kecerdasan (intelligence). Penelitian-penelitian pada umumnya menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada pengikutnya, tetapi tidak sangat berbeda.
  • Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas (Social Maturity and breadth). Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan dewasa atau matang, serta mempunyai kegiatan kegiatan dan perhatian yang luas.
  • Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Pemimpin secara pikir mampunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi. Mereka bekerja keras lebih untuk nilai intrinsik daripada ekstrinsik.
  • Sifat-sifat hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukses akan mempengaruhi harga diri dan martabat pengikut-pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada pegawai.

Sedangkan menurut Byrd dan Block, menyatakan bahwa seorang pemimpin haruslah mempunyai keterampilan dalam mengelola organisasinya. Kterampilan tersebut antara lain :

  1. Pemberian kuasa yaitu pembagian kuasa oleh pimpinan kepada bawahannya.
  2. Intuisi adalah keterlibatan manajer dalam menatap situasi, mengantisipasi perubahan, mengambil resiko serta membangun kejujuran.
  3. Pemahaman diri yaitu kemampuan untuk mengenali kemampuan serta kelemahan diri serta berupaya mengatasi kelemahan tersebut.
  4. Pandangan atau visi ialah keterlibatan diri dalam mengimajinasikan kondisi lingkungan yang berbeda-beda.
  5. Nilai keselarasan yaitu kemampuan dalam mengetahui serta memahami nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya menuju organisasi yang efektif.

Gaya kepemimpinan antar individu memang berbeda-beda, tergantung pada latar belakang, kecerdasan dan situasi didalam sebuah organisasi itu sendiri.

Setiap situasi mempunyai kebutuhan terhadap gaya kepemimpinan tersendiri, yang akan berpengaruh besar terhadap ke-efektif-an organisasi apabila salah menempatkan gaya kepemimpinan. Misalnya, banyak negara ber-usia muda lebih memilih dipimpin oleh militer, dengan gaya “militer” dibandingkan dengan masyarakat sipil.

Berikut beberapa gaya kepemimpinan yang cocok untuk kondisi sebuah organisasi, menurut penelitian yang dilakukan oleh Daniel Goleman, diterbitkan di Harvard Business Review.

  • Gaya diktator (memerintah), dimana pemimpin menginginkan hasil yang terbaik secepat mungkin. Kalimat yang biasa muncul adalah, “Lakukan seperti yang saya perintahkan”.

Kepemimpinan model ini sangat cocok dilakukan ketika sebuah organisasi dalam kondisi kritis, banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta organisasi dengan sumber daya manusia yang lemah.
Gaya kepemimpinan model ini tidak cocok diterapkan kepada tim yang kreatif dan inovatif.

  • Gaya visioner (menunjukkan visi), dimana pemimpin memberikan visi kepada bawahannya, dengan harapan bawahannya mengikuti visi yang sudah ditentukan. Kalimat yang biasa muncul dari pemimpin seperti ini adalah, “Ayo, ikuti saya menuju …

Kepemimpinan model ini sangat cocok untuk organisasi yang membutuhkan visi baru dan arah tujuan yang jelas.
Gaya kepemimpinan model ini tidak cocok digunakan apabila bawahannya mempunyai visi yang lebih baik dari pimpinannya.

  • Gaya merangkul team (affiliative), dimana pemimpin menekankan pada keharmonisan anggota tim yang ada dan meningkatkan hubungan diantara mereka. “People come first” merupakan motto dari gaya kepemimpinan seperti ini.

Kepemimpinan model ini sangat cocok digunakan apabila banyak tekanan yang terjadi pada tim dan beberapa anggota tim baru saja mengalami trauma akibat suatu kejadian tertentu.
Gaya kepemimpinan model ini tidak baik apabila dilakukan secara terus menerus, karena akan berdampak anggota tim kehilangan arah tujuan dan menjadi tim yang medioker (biasa-biasa saja).

  • Gaya kepemimpinan melatih (coaching), dimana pemimpin fokus pada pengembangan anggota tim di masa depan. Pemimpin selalu menekankan kepada anggota tim untuk mencoba hal-hal baru.

Kepemimpinan model ini sangat cocok digunakan apabila pemimpin ingin meningkatkan kemampuan anggota tim di masa yang akan datang.
Gaya kepemimpinan ini tidak cocok diterapkan apabila anggota tim berisi orang-orang yang tidak suka mencoba hal baru atau ketika pemimpinnya sendiri tidak terlalu ahli.

  • Gaya kepemimpinan tancap gas (pacesetting), dimana pemimpin menginginkan hasil dengan standart yang tinggi dan dalam waktu yang cepat. “Lakukan seperti yang saya lakukan, sekarang”, merupakan perintah yang sering didengar oleh pemimpin dengan model seperti ini.

Kepemimpinan model ini sangat cocok digunakan apabila anggota tim anda berisi orang-orang yang luar biasa, mempunyai motivasi yang tinggi, dan sangat kompeten. Tim seperti ini biasa disebut “dream team”. Mereka akan dengan sangat cepat menterjemahkan keinginan pemimpinnya dan berusaha semaksimakmungkin untuk mewujudkannya.
Gaya kepemimpinan seperti ini tidak cocok digunakan pada tim dengan anggota yang lemah, kebalikan dari ciri-ciri “the dream team”.

  • Gaya kepemimpinan demokrasi (democratic), dimana dalam pengambilan keputusan biasanya melibatkan banyak orang dengan suara terbanyak. “Bagaimana menurut kamu” merupakan pertanyaan yang sering ditanyakan oleh pimpinan model ini.

Gaya kepemimpinan model ini sangat cocok digunakan apabila tim anda berisi orang-orang yang peduli terhadap kemajuan organisasinya dan mempunyai kompetensi serta kreatifitas yang tinggi. Tujuan utama dari gaya kepemimpinan model ini adalah mendapatkan gagasan-gagasan baru dari anggota tim yang terbaik.
Gaya kepemimpinan seperti ini sangat tidak cocok digunakan apabila tim anda sangat acuh terhadap perkembangan organisasi dan tidak mempunyai komptensi serta kreatifitas yang tinggi. Apabila tim anda berisi orang-orang seperti itu, dan anda memaksakan diri untuk menggunakan gaya kepemimpinan demokrasi, maka keputusan-keputusan yang diambil bukanlah keputusan yang terbaik, bahkan mungkin yang terburuk, mengingat secara psikologis, manusia selalu mementingkan dirinya sendiri dan mencari yang paling mudah dan enak, tanpa peduli dampaknya.