Makna dan Filosofi dibalik Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Sunda


Narosan atau Ngalamar
Seperti layaknya pernikahan pada umumnya, lamaran merupakan proses awal sebelum kedua pihak keluarga menikahkan anak mereka. Di bumi Parahiyangan, prosesi lamaran adat Sunda dikenal dengan istilah Narosan. Dalam acara lamaran, kedua pihak keluarga juga membicarakan kapan dan bagaimana acara akad nikah diselenggarakan. Soal biaya yang diperlukan juga termasuk pembahasan dalam acara lamaran.

Salah satu hal menarik yang harus diperhatikan, saat melamar mojang yang diincar, pihak keluarga calon mempelai pria datang ke kediaman keluarga pihak wanita dengan membawa beberapa barang yang sifatnya ‘wajib’. Antara lain adalah lemareun–seperti daun sirih, apu atau kapur sirih, dan gambir yang menyehatkan. Selain itu, juga dibawa satu set busana untuk si gadis.

Ngebakan atau Siraman
Sama halnya seperti siraman adat Jawa, prosesi Ngebakan memiliki makna/filosofis menyucikan diri calon mempelai secara lahir dan batin. Prosesi ngebakan umumnya digelar seminggu atau tiga hari menjelang hari peresmian pernikahan. Uniknya, baik calon pengantin wanita maupun pria, semuanya melalui prosesi ini secara terpisah di kediaman masing-masing. Bagi calon pengantin beragama muslim, terlebih dahulu akan digelar pengajian dan pembacaan doa khusus.

Ngeyeuk Seureuh
Ngeyeuk seureuh sendiri bisa diartikan sebagai prosesi meminta doa restu oleh calon mempelai kepada orangtua masing-masing yang disaksikan sanak keluarga. Dalam prosesi ini pula kedua orangtua akan memberikan nasihat kepada anaknya melalui lambang benda-benda yang ada dalam prosesi ini.

Sawer
Setelah proses pernikahan secara agarma, kedua orangtua menyawer pasangan pengantin. Peralatan yang diperlukan saat saweran sendiri terdiri dari uang receh, beras, irisan kunyit tipis, permen, dan tek-tek yang ditempatkan di dalam bokor. Masing-masing bahan tersebut memiliki makna berupa doa-doa untuk kedua mempelai. Saat prosesi sawer biasanya kedua pengantin. Agar semakin hikmat saweran juga diiringi nyanyian Kidung yang berisi nasihat sebagai bekal dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

Meuleum Harupat
Tata cara prosesi ini ialah mulanya pengantin pria memegang harupat, pengantin wanita membakar lilin atau pelita sampai menyala. Lalu pengantin wanita akan menyiram nyala harupat sampai padam, kemudian pengantin pria mematahkan lalu dibuang. Prosesi ini melambangkan nasihat kepada kedua mempelai senantiasa bersabar dalam berumah tangga.

Nincak Endog
Nincak Endog atau injak telur dilakukan dengan cara pengantin pria menginjak telur di atas cower. Lalu, pengantin wanita membersihkan kaki pengantin pria dengan air kendi, untuk kemudian kendi tersebut lalu dipecahkan. Prosesi ini memiliki filosofi bahwa itikat dan tanggung jawab suami ialah sebagai kepala rumah tangga. Sementara istri mengikuti bimbingan suami.

Melepas Sepasang Merpati
Kedua orangtua akan melepaskan sepasang merpati putih ke angkasa sebagai simbolisasi bahwa kedua orang tua melepas tanggungjawab karena pasangan mempelai sudah mampu mandiri.

Buka Pintu
Kedua mempelai akan diwakili oleh Juru mamaos atau orang yang ahli dalam melakoni prosesi ini. Masing-masing perwakilan akan saling tanya jawab berupa syair atau tembang. Pada prosesi ini pengantin pria berada di luar pintu dengan pengantin wanita yang berada di dalam rumah. Buka pintu melambangkan petuah agar suami dan istri saling menghargai dan tidak pernah henti saling mengasihi.

Huap Lingkung
Pasangan mempelai disuapi oleh Ibu pengantin wanita, bapak mempelai wanita, selanjutnya oleh kedua orang tua mempelai pria. Lalu kedua pengantin saling menyuap satu piring berisi tujuh bulatan nasi kuning. Pengantin pria menyuap dengan tangan kanan, pengantin wanita dengan tangan kiri, saling menyuap melalui pundak masing-masing 3 kali.

Satu bulatan yang tersisa diperebutkan keduanya, kemudian dibagi berdua. Huap lingkung menjadi simbol kasih sayang kedua orang tua masing-masing sama besarnya terhadap anak maupun menantu.

Pa Betot-betot Bekak Ayam
Kedua mempelai duduk berhadapan, masing-masing memegang paha ayam. Kemudian, pembawa acara memberi aba-aba agar kedua pengantin seerentak tarik-menarik bekakak ayam. Yang mendapat bagian lebih besar harus membaginya kepada pasangan dengan cara digigit bersama. Makna dari tradisi ini ialah rejeki yang mereka peroleh harus dimiliki bersama.(*)