Mahasiswa Organisatoris atau Akademisi? Mana yang unggul?

PicsArt_08-23-10.40.59

Mahasiswa organisatoris atau akademisi

Mahasiswa akademisi unggul dalam akademiknya dan fokus pada kuliahnya. Mahasiswa jenis ini, memiliki ciri rajin kuliah, rajin belajar, dan aktif mengkritisi materi perkuliahan. Nilai-nilai mahasiswa akademisi hampir selalu berada di rentang A. Akibatnya, tak jarang juga dari mereka diangkat menjadi asisten dosen maupun asisten praktikum. Kesempatan ini, tentunya cukup menunjang keterampilan mahasiswa juga.

Di sisi lain, mahasiswa organisatoris yang aktif ikut organisasi, gemar mengkritisi lembaga, dan sering turun langsung ke masyarakat. Mereka cenderung memiliki nilai soft skill yang lebih unggul. Mereka cenderung mudah beradaptasi dan pandai berkomunikasi. Pengalaman berorganisasi ini, tentunya juga penting dalam mencari pekerjaan.

Menurut kalian, di masa seperti ini lebih menguntungkan menjadi mahasiswa organisatoris atau akademisi? Apa pula alasannya?

Referensi :

Ngapain Kuliah Kalau Nggak Bisa Sukses?

1 Like

Menjadi mahasiswa dengan kompetensi apapun merupakan pilihan bagi pribadi masing-masing mahasiswa. Kita juga tidak bisa menggeneralisasi bahwa kemampuan mahasiswa akademisi atau organisatoris lebih unggul dibandingkan satu dengan lainnya. Sebagai mahasiswa, sebaiknya kedua bidang tersebut diupayakan dapat seimbang. Meskipun begitu, menurut saya menjadi mahasiswa akademisi harus menjadi prioritas karena merupakan suatu tanggung jawab mereka menjadi seorang mahasiswa. Tujuan utama dari berkuliah tidak lain adalah untuk lulus dan mencapai gelar yang mereka inginkan sehingga capaian akademik mutlak menjadi prioritas utama bagi mahasiswa. Menjadi seorang mahasiswa organisatoris juga merupakan hal yang hebat dan patut diapresiasi, namun jika diimbangi dengan akademik yang baik maka kemampuan berorganisasi kita juga akan lebih diakui. Kemampuan berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain juga harus berdasarkan dengan ilmu dan wawasan yang luas sehingga argumen yang diberikan dapat lebih terpercaya. Wawasan yang luas dapat dibuktikan dengan capaian akademik yang baik, hobi rajin membaca, berdiskusi, dan kriris akan lingkungan sekitar. Maka, menjadi mahasiswa organisatoris yang intelek akan lebih dibutuhkan daripada mahasiswa yang mempunyai kemampuan organisasi namun tidak berwawasan.

1 Like

Konteks ini menuju kepada pembahasan peran mahasiswa.

Mahasiswa organisatoris atau akademisatoris?

Yang harus dibawahi adalah tugas mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa mempunyai peran dan tugasnya baik terhadap diri sendiri maupun kepada masyarakat langsung. Kepada diri sendiri mahasiswa harus benar - benar tanggung jawab kepada perkuliahnnya. Kepada masyarakat mahasiswa mempunyai peran sebagai iron stock maupun agent of change.

Mahasiswa sebagai iron stock adalah mahasiswa sebagai generasi emas, mahasiswa mempunyai ide cemerlang sebagai generasi penerus bangsa. Mahasiswa sebagai agent of change adalah mahasiwa yang berperan membawa perubahan dilingkungannya, serta bangsa dan negara.

Terlepas dari itu perannya tersebut, mahasiswa harus menempuh perjalanan dibangku perkuliahan. Dan harus menempuj perjalanan di masyarakat dengan mendapatkan ilmunya di beberapa organisasi.

Julukan mahasiswa yang sering kita dengar adalah, mahasiswa kupu-kupu dan mahasiswa kura-kura. Mahasiswa kupu-kupu adalah singkatan mahasiswa yang kuliah pulang - kuliah pulang, artinya mahasiswa yang hanya fokus kepada akademisnya saja. Setelah perkuliahan selesai mahasiswa tersebut langsung pulang kerumah untuk belajar tentang perkuliahannya kembali. umumnya tipe mahasiswa ini adalah mahasiswa yang disiplin dan bagus dari sisi nilai akademisnya.
Kemudian, mahasiwa kura - kura adalah singkatan dari mahasiswa kuliah rapat - kuliah rapat. Setelah perkuliahan selesai, tipe mahasiswa seperti ini langsung rapat mengenai organisasinya, rapat tentang kritik pemerintahan negara, maupun rapat tentang kritik kebijakan kampus.

Untuk menjawab pertanyaan mahasiswa organisatoris atau akademiksatoris, menurut pandangan saya harus seimbang.
Hal ini dikarenakan, ilmu yang didapat di bangku perkuliahan tidak akan cukup jika hanya duduk dan langsung pulang kerumah. Memang kelebihannya, mahasiswa disiplin dan dapat nilai akademik yang bagus. Namun ilmu teori saja tidak cukup, maka perlu langsung turun kemasyarakat. Salah satunya dengan cara mengikuti organisasi, dalam organisasi, mahasiswa mendapat pengalaman contohnya program kerja pengabdian masyarakat, serta kemampuan memanajemen suatu tim dan kemampuan leadership. Beberapa dosen juga mengatakan 35% ilmu didapatkan di kelas perkuliahan, 65% sisanya didapatkan diluar lapangan, yaitu dengan berorganisasi.

Maka dari itu prioritasnya seimbang antara akademik dan organisasi. Otak yang pintar tidak akan cukup jika tidak ada skill yang berguna dalam masyarakat. Skill dan pengalaman yang banyak tidak akan cukup jika tidak ada pengetahuan. Maka dari itu harus seimbang antara akademik dan organisasi. Karena keduanya memiliki manfaat masing - masing. Apabila keduanya tercapai, maka peran mahasiswa sebagai iron stock dan agent of change diharapkan dapat terlaksanakan.
Dalam tri dharma perguruan tinggi juga telah terlihat pentingnya akademik dan organisasi, yaitu:

  1. Pendidikan dan pengajaran
  2. Penelitian dan pengembangan
  3. Pengabdian kepada masyarakat

Maka, kesimpulan saya adalah harus seimbang antara organisasi dan akademik. Tidak ada yang lebih unggul diantara keduanya. Karena mempunyai manfaat masing - masing.

1 Like

Dari dulu kita selalu menerima pilihan seperti ini. Seakan kita tidak bisa menyeimbangkan kedua hal ini agar bisa berjalan bersama. Mungkin ada beberapa orang yang memang tipikal akademisi saja atau organisatoris saja sesuai dengan alasan mereka masing-masing. Pertanyaan unggul yang mana, semua bergantung dengan diri masing-masing yang menjalankan perannya. Ketika kita memandang unggul di salah 1 saja lebih baik, lantas apakah pilihan lainnya juga bagus ketika ditinggalkan? tentu tidak. Semua sama-sama memiliki relevansi dan ketergantungan jika ingin mendapat feedback yang optimal.

Apa untungnya jika kita mengunggulkan menjadi organisatoris yang memiliki banyak koneksi tetapi kita melupakan kewajiban sebagai mahasiswa untuk tetap belajar didalam kelas? kalau begitu lebih baik tidak perlu kuliah, langsung saja terjun ke masyarakat didaerah. Begitu juga sebaliknya. Ketika kita mengunggulkan menjadi akademisi yang memiliki ilmu banyak tetapi melupakan bahwa kita ini makluk sosial yang perlu bersosialisasi dan membuka diri terhadap lingkungn sekitar yaa juga tidak baik. Jadi menurut aku, tidak ada yang unggul ketika kita hanya memilih 1 saja, jika memilih keduanya bisa berjalan beringingan kenapa tidak?

1 Like

mana yang lebih baik, mahasiswa akademis atau mahasiswa aktivis? Jawabannya adalah ada pada diri sendiri.

Karena begini, seorang mahasiswa tentunya dia tidak hanya sekedar belajar di ruang kelas, namun mahasiswa juga perlu untuk dapat menembus batas jendela-jendela kelas dan masuk ke dimensi yang lebih luas tentang arti pentingnya tanggung jawab sosial yang melekat di dalam dirinya.

Seperti yang kita ketahui, kita sebagai mahasiswa yang berada di kampus memiliki tanggung jawab akademik sebagai prioritas utama. Orang tua menitipkan kita ke kampus untuk kuliah dan menambah ilmu sebanyak-banyaknya. Bukankah begitu? Orang tua ingin melihat kita segera lulus wisuda tepat waktu dengan nilai yang memuaskan istilahnya “cumlaude”.

Ketika kita menjadi mahasiswa akademis, maka kita hanya akan berfokus pada target mengejar nilai, siklusnya seperti masuk kelas, mendengarkan penjelasan dosen, mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen, dan mengumpulkannya tepat waktu. Kegiatan itu dilakukan secara berulang-ulang.

Dengan kerutinan yang seperti itu, ada anggapan ketika mahasiswa akademis lulus lalu terjun langsung di masyarakat, mereka cenderung lebih egois, mereka lebih bersifat acuh tak acuh, Mereka kurang kesadaran dan kurang peka terhadap lingkungan sekitar yang memang tidak didapatkannya di dalam ruang kelas. Mereka juga lebih gampang marah ketika terjadi sesuatu hal di luar kendali, karena di dalam ruangan kelas tidak diajari atau tidak dilatih bagaimana cara bersikap ketika ada suatu hal yang tidak diharapkan terjadi.Contohnya saja dalam mengerjakan tugas, ketika di dalam tugas tersebut ada yang salah dan mereka tidak ada kesempatan lagi untuk memperbaikinya maka emosi mereka akan meningkat dan akhirnya mereka pun pasrah.

Namun, dalam hal proses kuliah, mahasiswa akademis tentu saja tidak keteteran dan lebih terstruktur.

Bagaimana dengan mahasiswa aktivis? Mereka lebih cenderung berfokus pada tanggung jawab di organisasinya, sehingga terkadang lupa dengan tujuan awal mereka, terkadang juga sampai melupakan tugas-tugas kuliah saking padatnya kegiatan organisasi, bahkan mengerjakan tugas pun sampai H-1 jam.

Akan tetapi mahasiswa aktivis dianggap lebih siap untuk terjun dan mengabdi pada masyarakat, karena mereka memang sudah dilatih untuk melakukan hal itu di organisasinya. Kegiatan-kegiatan di dalam organisasi lebih mengajarkan mahasiswa untuk dapat membaur di masyarakat, lebih dapat mengenal situasi kondisi di lingkungan masyarakat, mereka juga dapat lebih cepat memahami masalah-masalah yang ada di masyarakat sehingga mereka juga dapat memberikan solusi atas sebuah masalah.
Mahasiswa aktivis tentu saja punya kelemahan. Yaitu mereka jarang bisa membagi waktu, istilahnya jarang bisa memanajemen waktu mereka di organisasi dengan tugas-tugas kuliah.Bahkan saya sering sekali mendengar ada orang yang mengatakan bahwa “mahasiswa yang tidak lulus tepat waktu pada dasarnya faktor penyebab utamanya adalah kesibukannya di organisasi”.

Padahal, menurut saya, mahasiswa yang tidak lulus tepat waktu bukan hanya karena sibuk dengan organisasi, akan tetapi faktor dari mahasiswa tersebut memang pada dasarnya mempunyai wawasan yang masih kurang, mempunyai rasa malas, sehingga lambat untuk mencerna ilmu yang didapat.

Jadi, mana lebih baik, mana lebih buruk? Hanya mahasiswa sendiri yang tahu.

1 Like

Jika ditanya mengenai mana yang lebih unggul dan mengutungkan di antara mahasiswa organisatoris dan akademisi, maka saya merasa jawabannya adalah sangat relatif dalam artian, kedua hal ini sebenarnya masuk dalam ranah preferensi setiap orang dalam menjalani perkuliahan mereka tergantung bagaimana pilihan mereka dengan ada mahasiswa yang lebih nyaman untuk lebih fokus kepada bidang akademik, lalu ada juga yang nyaman dengan aktif mengikuti organisasi - organisasi di kampus, dan ada pula yang memilih untuk menjalani kedua peran tersebut secara bersamaan dan seimbang.

Tentu untuk menjawab pertanyaan ini, pertama - tama kita harus tahu mengenai tugas dan tujuan utama seorang mahasiswa dalam dunia perkuliahan yang dimana, tanggung jawab akademik memiliki bobot yang lebih besar ketimbang organisasi. Mendapatkan nilai yang memuaskan dan IPK yang bagus setiap semesternya tentunya menjadi dambaan setiap mahasiswa. Akan tetapi, kita pun juga harus tahu jika berorganisasi di kampus juga memiliki banyak manfaat seperti misalnya, kita dapat belajar mengenai macam - macam soft skill seperti kepemimpinan, tanggung jawab, manajemen organisasi, dan lain sebagainya yang tentunya dapat menjadi bekal yang berharga ketika kita lulus nanti.

Kembali ke pertanyaan awal, kedua hal mengenai mahasiswa ini tentunya memiliki untung - ruginya masing - masing. tidak ada yang salah ketika seorang mahasiswa memilih untuk kupu - kupu (kuliah pulang kuliah pulang ) atau mahasiswa yang memilih untuk menjadi kura - kura (kuliah rapat kuliah rapat). semua kembali ke preferensi masing - masing. Tetapi menurut saya, akan lebih baik jika kedua hal ini dilakukan dengan proporsi yang seimbang sehingga kita benar - benar bisa merasakan benefit dari perkuliahan baik dari ruang kelas bersama dosen, maupun dari organisasi yang tentunya juga dapat melatih soft skill yang lain yaitu time-management bagi mahasiswa. Sehingga di saat kita lulus nanti, diharapkan kita tidak hanya menguasai ilmu yang sudah kita pelajari dari kelas, tetapi juga menguasai soft skills yang juga kita dapatkan dari berorganisasi di kampus.

Jika kita bisa memilih keduanya, why not ?

1 Like

Menurut saya, jika ditanya mana yang lebih unggul jawabannya adalah tergantung pada sudut pandang masing-masing. Organisatoris dan akademisi keduanya sangat penting untuk dipelajari dan dikuasai oleh mahasiswa. Dengan menjadi organisatoris kita akan lebih banyak memiliki pengalaman, relasi, dapat mengembangkan kemampuan diri dan masik banyak manfaat lain dari berorganisasi. Tidak kalah penting dengan belajar organisasi, akademisi menurut saya sangat penting sekali karena tujuan utama berkuliah adalah untuk menjadi akademisi. Apalagi kedua orang tua yang sudah kerja keras untuk bisa membayar biaya kuliah selama ini. Maka kita juga harus benar-benar serius dalam menjalani perkuliahan.

Menjadi organisatoris atau akademisi, secara bersamaan keduanya bisa menjadi jembatan untuk kita agar bisa lebih eksis di dunia pendidikan dan perpolitikan. Tetapi hanya saja dari keduanya tak bisa kita tunggangi dengan sempurna secara bersamaan. Untuk bisa menjalankan keduanya secara bersamaan kita harus pandai untuk mengelola waktu secara profesional dan kita juga harus bisa membuat skala prioritas.

1 Like

Menurut saya, organisasi dan akademi sama sama penting dan perlu untuk diseimbangkan. Akademik merupakan tujuan utama perkuliahan guna menuntut ilmu dan mendapatkan banyak pengetahuan. Akademik menjadi dasar seorang mahasiswa untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu dunia kerja. Akan tetapi, soft skill yang didapatkan dari organisasi juga menjadi salah satu penunjang dalam dunia kerja. Saat mencari pekerjaan terutama, pemberi kerja (perusahaan) akan melihat riwayat organisasi, pengalaman, serta softskill yang dimilikinya. Kemudian akan melanjutkan ke GPA / IPK dari fresh graduate tersebut. Karena di dunia kerja, dibutuhkan pekerja yang mampu bersosialisasi dan bekerja sama dengan tim, memiliki kemauan untuk belajar, dan sikap yang hormat. Itu semua dilatih dari organisasi. Pengetahuan memang penting tapi bukan segalanya.

Kesimpulannya, antara akandemik dan organisasi harus seimbang dan sama sama unggul. Tetapi, apabila disuruh untuk memilih salah satu, saya akan memilih mahasiswa organisatoris yang lebih unggul. Karena pengetahuan atau ilmu dapat dipelajari dengan mudah, tetapi soft skill perlu untuk dilatih dan dibimbing dengan tekun.

1 Like

Di kampus saya, ada istilah istilah tertentu untuk menggambarkan mahasiswa. Pertama adalah kupu-kupu atau kuliah-pulang kuliah-pulang. Jadi, istilah Kupu-Kupu ini adalah untuk mahasiswa yang akademisi dan memang tujuannya adalah hanya untuk kuliah. Kedua ada kura-kura, yaitu kuliah-rapat-kuliah-rapat, mahasiswa yang kerjanya rapat kepanitiaan di kampus. Kedua istilah ini selalu digunakan bagi kami untuk melabeli teman-teman dan bahkan diri sendiri.

Biasanya kupu-kupu ditujukan untuk mahasiswa yang secara akademik nilainya bagus, namun kurang relasi dan pengalaman di kepanitiaan. Sementara kura-kura digunakan untuk mahasiswa yang aktif sekali berorganisasi namun jarang muncul untuk kuliah.

Jika dibahas penting atau tidak penting di antara keduanya, maka perdebatan tidak akan ada habisnya. Namun di sini saya akan menekankan poin poin penting mengapa hal seperti ini tidak boleh langsung dilabeli ke mahasiswa. Sering sekali kita mendengar stigma “ah dia mah panitia aja terus, nilainya pasti anjlok” dan “dia IP-nya bagus buat apa, akademik bagus tapi tidak ada pengalaman sama sekali tidak akan sukses”.

Awalnya, kalimat tersebut menjadi kalimat hiburan bagi masing-masing kelompok mahasiswa yang unggul secara akademik atau kurang. Kunang-kunang selalu membanggakan nilai bagusnya dan tidak menyukai kepanitiaan. Namun, coba bayangkan rasa menjadi mahasiswa kura-kura, selalu dilabeli tidak mementingkan kuliah dan dianggap nilainya jelek. Padahal sebenarnya kebanyakan mahasiswa kura-kura ini mencari refreshing di tengah padatnya perkuliahan, dan kebetulan memang hobi bersosialisasi. Mereka juga tidak mau mengecewakan orang tua mereka yang telah membayar biaya perkuliahan. Tetapi, karena sudah dicap seperti itu kadang mereka malah merasa tidak bisa membanggakan orang tuanya dan muncul rasa rendah diri dan mulai membandingkan dirinya dengan teman- temannya yang lain.

Kita akan bahas dari sisi selanjutnya. Banyak dari kalian pasti sering mendengar bahwa orang orang yang nilainya terlalu bagus tidak akan sukses karena tidak memiliki relasi dan teman. Coba bayangkan jika kalian di posisi akademisi peraih nilai tertinggi, bagaimana perasaannya? Tujuan mereka meraih nilai tinggi dan hanya kuliah-pulang mungkin bermacam-macam. Ingin mendapat beasiswa karena tidak mampu, membantu dan membanggakan orang tua dan lain lain. Bukan hanya semata pilihan mereka untuk lebih membantingkan kuliah dibandingkan menjadi aktivis. Namun karena situasi masyarakat sekarang, dia malah dilabeli sebagai anak yang ansos karena tidak mau bergabung di aktivitas kuliah seperti kepanitiaan, dan berdampak pada kehidupan sosialnya.

Jika ditanya mana yang lebih penting, saya tidak bisa menjawab. Keduanya sama sama penting asalkan seimbang. Saya pun juga bisa memilih sebenarnya yang mana yang baik, namun yang kita yang kita ingat di sini adalah bagaimana perasaan mereka dan penting menurut mereka, yang mana merupakan prioritas mereka. Jika kita orang luar yang menilai, saya rasa kurang tepat karena kita juga tidak tahu bagaimana cerita mereka di balik pilihan mereka tersebut.

Saya yakin kalian semua juga memiliki pendapat yang berbeda, namun tolong jangan memojokkan satu pihak. Jangan gunakan kata-kata yang seakan-akan “meramal” masa depan mereka misalnya dengan melabeli orang yang pintar sebagai orang yang tidak punya relasi atau orang aktivis sebagai orang yang tidak peduli kuliah. Semua prioritas tergantung mahasiswa itu sendiri karena mereka sudah mahasiswa, bukan siswa lagi. Mahasiswa adalah tahap di mana mereka bisa berkembang menjadi dewasa dan menentukan prioritas sendiri tanpa campur tangan orang luar.

Kita dengan segala pemikiran dan penilaian kita, jika tetap melabeli atau mencap mereka, kita tidak akan lebih baik dibandingkan mereka yang sudah labeli. Pilihan penting atau tidaknya kembali lagi ke tangan mahasiswa, yang mana prioritas mereka.

1 Like

Mahasiswa dan organisasi merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Pada era sekarang, timbul istilah-istilah bagi mahasiswa seperti mahasiswa kura-kura yang di tujukan kepada mahasiswa yang aktif di beberapa kegitan kampus. Bahkan ada pula yang rela pulang larut malam dari kampus untuk menghadiri rapat di kampus. Kehidupan berorganisasi di kampus ini menjadi sorotan sehingga banyak yang memandang bahwa dengan mengikuti organisasi, nilai akademik mahasiswa akan terhambat. Namun, tidak sedikit juga yang menganggap bahwa dengan bergabung dalam organisasi di kampus, maka hal tersebut akan memberkan banyak sekali manfaat, salah satuna dengan menjadi mahasiswa yang eksis yang terkenal seantero kampus.

Namun, sebagai mahasiswa, berprestasi di bidang akademik merupakan sembuah kewajiban karena tugas sebagai seorang mahasiswa adalah belajar.

Menjadi mahasiswa organisasi atau akademisi memiliki keunggulannya masing-masing, namun alangkah lebih baiknya jika seorang mahasiswa dapat membagi waktu antara kuliah dan organisasi. Tidak harus menjadi mahasiswa yang menang olimpiade, cukup menjadi mahasiswa yang memahami serta bertanggung jawab dalam menimba ilmu dalam perannya sebagai mahasiswa

1 Like

Dalam dunia perkuliahan julukan mahasiswa kupu-kupu ( kuliah-pulang-kuliah-pulang ) / juga disebut mahadiswa akademisi dan juga mahasiswa kura-kura ( kuliah-rapat-kuliah-rapat ) / mahasiswa organisatoris sudah sering kita dengar pastinya.

Jika muncul pertanyaan manakah yang lebih unggul diantara keduanya , maka jawabannya pun adalah relatif. Kita tidak bisa memukul rata bahwa mahasiswa organisatoris lebih unggul daripada akademisi , begitu juga sebaliknya. Hal tersebut tergantung dari cara pandang masing-masing mahasiswa. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Pertama, kita akan lihat tentang kelebihan dan juga kekurangan menjadi mahasiswa organisatoris ( mahasiswa kura-kura )

image

Kelebihan :

  • Dari sudut pandang mahasiswa organisatoris, mereka merasa tidak lengkap jika selama perkuliahan hanya mendapat materi saja. Mengasah soft skills juga menjadi hal penting yang harus dilakukan. Pengalaman yang didapatkan dari kepengurusan menjadi nilai tambah bagi kita saat harus terjun ke lapangan nantinya.
  • Mereka yang aktif di kampus akan belajar bagaimana bekerja sama dalam tim, mengatur waktu, cara berkomunikasi dengan baik dan efektif, menjadi pemimpin, dan masih banyak hal lainnya.
  • Mempunyai jaringan yang banyak, itu merupakan salah satu keuntunggan menjadi mahasiswa kura-kura karena mempunyai banyak teman dari berbagai organisasi. Mahasiswa tipe ini juga mempunyai “modal” sebelum kerja yang artinya hal-hal yang bisa dimasukan kedalam CV.

Kekurangan :

  • Sering memiliki kekacauan masalah waktu karena memiliki jadwal yang sangat padat
  • Kurang fokus terhadap perkuliahan

Selanjutnya, kita akan melihat kelebihan dan kekurangan dari sudut pandang mahasiswa akademisi ( mahasiswa kupu-kupu )

Kelebihan :

  • Memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada kegiatan akademisnya.
  • Mempunyai kesempatan untuk cepat lulus karena mempunyai kesempatan lebih besar mengingat sebagian besar waktumu hanya digunakan untuk aktivitas perkuliahan

Kekurangan :

  • Mahasiswa kupu-kupu biasanya kurang memiliki wawasan, pengetahuan maupun pengalaman yang luas mengenai organisasi, karena tidak bergabung ke dalam organisasi, dan memilih untuk pasif dalam berorganisasi.
  • Memiliki koneksi yang lebih terbatas

Sehingga kesimpulannya adalah menjadi mahasiswa organisatoris ataupun akademisi itu adalah sebuah pilihan. Semua orang memiliki pilihannya masing-masing dan tidak ada yang salah akan hal tersebut. Belum tentu mereka yang masuk dalam tipe kura-kura lebih baik dari si kupu-kupu.

Tidak ada yang lebih baik ataupun yang lebih buruk, semuanya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Menjadi mahasiswa organisatoris memang memberikan pengalaman yang tidak bisa didapatkan jika kamu hanya duduk manis di kursi kelas. Menjadi mahasiswa akademisi juga tidak selalu memiliki kesan apatis, tetapi mereka dapat fokus menjaga kestabilan nilai atau mengikuti berbagai kegiatan di luar kampus. Akan jauh lebih baik apabila menjadi mahasiswa yang menggabungkan keduanya. Jadi kuliah lancar akan tetapi juga mempunyai kegiatan diluar kuliah yaitu berorganisasi.

Lalu bagaimana dengan kalian nih? Termasuk mahasiswa organisatoris atau akademisi ? … :grin:

1 Like

Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sedang menggeluti banyak sekali lowongan, mahasiswa organisatoris lah yang memiliki poin lebih. Mengapa?

  1. Memiliki jiwa sosial yang lebih besar karena meluangkan waktu untuk berorganisasi tidaklah mudah. Mengikuti sebuah organisasi dengan aktif membuat kepribadian seseorang menjadi lebih mudah beradaptasi karena terbiasa bersosialisasi.

  2. Memiliki pengalaman extra. Aktif di bidang akademik seperti mendapatkan ipk tinggi/nilai baik/hasil pekerjaan yang baik bisa didapatkan oleh 2 jenis mahasiswa (organisatoris dan akademis) sedangkan yang aktif akademik saja belum tentu mendapatkan benefit dari organisasi. Selain itu, pengalaman menghandle project juga membantu seseorang untuk meningkatkan skill dan tentu saja bernilai di dalam CV.

  3. Memiliki banyak koneksi. Tidak dapat dipungkiri bahwa koneksi adalah salah satu hal yang sangat penting untuk kehidupan. Karena kembali lagi pada konsep “manusia adalah makhluk sosial” yang mana peran manusia lain tentu dibutuhkan oleh manusia lainnya. Mengikuti organisasi tentu akan memperluas koneksi kita karena kita dipertemukan oleh banyak manusia lain yang memiliki visi yang sama.

Namun, belum tentu mahasiswa yang fokus akademik saja itu buruk. Setiap manusia memiliki goals yang berbeda-beda. Tetap gali potensi dan mengembangkan diri adalah yang utama. Karena sejatinya manusia memanglah tempat untuk berusaha.

1 Like

Menurut saya, dalam menilai keunggulan mahasiswa tidak dapat disama ratakan antara mahasiswa organisatoris maupun mahasiswa akademisi karena dalam proses belajar seseorang itu berbeda. Ada yang meningkatkan skill mereka melalui bidang akademis dan ada yang melalui organisasi di dalam maupun di luar kampus. Setiap orang memiliki target yang hendak dicapainya masing-masing ketika sedang menempuh perkuliahan.
Selain itu, tidak ada yang lebih unggul dari mahasiswa organisatoris atau mahasiswa akademisi. Sebenarnya keduanya bisa dilakukan secara bersamaan. Selama kita mampu untuk membagi waktu dengan benar antara organisasi dan akademis. Sebab, keduanya merupakan kegiatan positif yang mampu mengembangkan diri seseorang dan akan menjadi bekal ketika mahasiswa tersebut terjun langsung kedalam masyarakat.
Mindset kita mengenai mahasiswa yang organisatoris atau akademisi hendaklah dirubah karena kita tidak dapat menilai kesuksesan seseorang hanya dari kedua hal tersebut.

1 Like

Menurut saya untuk menentukan mana yang unggul tidak dapat dibandingkan dari amahsiswa yang organisatoris ataupun akademisi. Karena kedua hal tersebut tentumemilii keunggulan masing-masing. Malah lebih bagus lagi mahasiswa yang dapat kombinasi kedua hal tersebut, ia aktif organisasi namun tidak luput memperhatikan akademis nya. Malah menruut saya mahasiswa yang seperti tiu dapat dikatakan unggul.

1 Like

Saya pribadi tidak merasa salah satu tipe mahasiswa ini akan lebih “untung” dibandingkan yang satunya. Mungkin karena memang fokus keduanya itu berbeda. Sebenarnya, juga tidak menutup kemungkinan ada mahasiswa yang berada di tengah-tengah dari kedua tipe tersebut, yang biasanya digambarkan sebagai mahasiswa yang walau aktif dalam organisasi, namun tetap dapat mempertahankan nilai akademiknya. Akan tetapi, di sini, saya akan mencoba menyampaikan pendapat yang berfokus pada dua tipe tadi saja, sesuai dengan pertanyaan yang menjadi bahasan kita.

Saya meyakini bahwa selalu ada kelebihan dan kekurangan pada tiap-tiap pilihan. Sebagai contoh, pada umumnya, mahasiswa organisatoris akan lebih sibuk. Mereka akan lebih sering berkoordinasi dengan timnya demi menyelesaikan segala bentuk tanggung jawab mereka dalam organisasi. Hal ini dapat membantu mereka mengembangkan berbagai soft-skills, seperti problem solving, critical thinking, public speaking, dan lain sebagainya tergantung divisi yang mereka tempati. Selain itu, pengalaman berorganisasi ini juga bisa mereka sertakan untuk “mempercantik” CV mereka. Mereka juga tampaknya lebih mungkin untuk memiliki lingkaran pertemanan yang luas dengan topik pembicaraan yang berat. Di sisi lain, mahasiswa akademisi mempunyai lebih banyak waktu luang. Waktu yang digunakan para mahasiswa organisatoris untuk mengadakan rapat menjadi waktu para mahasiswa akademisi untuk cenderung meningkatkan kemampuan akademik mereka dengan tujuan lulus lebih cepat untuk bekerja lebih cepat dan/atau lulus dengan gelar cumlaude, mungkin. Namun, karena lebih berfokus pada akademiknya, mahasiswa akademisi tampaknya lebih sering dihubungkan dengan tipe mahasiswa dengan sifat tertutup dan pergaulan terbatas. Ya, walau sebenarnya tidak bisa digeneralisasi seperti ini.

Menurut saya, itu tergantung pada sudut pandang dan pola pikir tiap-tiap mahasiswa. Berdasarkan teori pilihan rasional oleh James Coleman, individu tersebut menjadi kunci terpenting dalam melakukan suatu tindakan. Setiap orang menentukan pilihannya masing-masing dengan mempertimbangkan keperluan dan kepentingan di antara pilihan-pilihan yang ada. Tentu, sebagai orang yang paling memahami dirinya sendiri, mereka sendirilah yang mengaturnya sesuai berbagai aspek yang telah dipertimbangkan.

1 Like

Menurut saya mahasiswa akademis dan organisasi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Bagi mahasiswa yang akademis mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk memperdalam materi atau menekuni hobinya yang lain. Hal ini membuat mahasiswa akademis biasanya memiliki IP yang tinggi. Namun, dampak negatifnya mahasiswa akademis jarang bersosialisasi dengan orang baru dan memiliki sedikit teman.
Sedangkan mahasiswa yang organisasi mereka akan sering berinteraksi dengan orang baru yang membuat mereka akan lebih percaya diri dalam komunikasi dan meningkatkan kemampuan leadership mereka. Bagi mahasiswa organisasi mereka harus memanage waktu dengan baik untuk menyeimbangkan dengan kegiatan akademis mereka.
Apabila harus disuruh memilih saya akan memilih mahasiswa organisasi karena selain menjalankan kewajiban kita sebagai mahasiswa dengan belajar kita juga bisa mendapatkan pengalaman dari kegiatan organisasi. Kita bisa mendengar opini-opini dari berbagai pihak dan meningkatkan sikap leadership kita yang nantinya akan membantu di dunia bekerja.

1 Like

Betul sekali ka, saya juga setuju dengan teori diatas. Dalam hal menentukan mahasiswa tipe manakah yang lebih unggu tentunya tidak bisa kita jawab secara mutlak. Setiap mahasiswa tentunya memiliki pilihan masing-masing untuk menentukan mau menjadi tipe mahasiswa seperti apa. Pilihan tersebut juga tentunya didasarkan pada kebutuhan dan juga keinginan dari mahasiswa itu sendiri.

Ketika seseorang lebih memilih untuk menjadi mahasiswa akademisi berarti ia memilih fokus pada kuliahnya tanpa mengikuti organisasi kampus. Ia akan memiliki banyak waktu untuk lebih meningkatkan kualitas perkuliahannya. Bagi dirinya sendiri tentunya itu adalah pilihan terbaik untuk masa depannya. Begitu juga sebaliknya, apabila seseorang memilih untuk menjadi mahasiswa organisatoris berarti ia akan lebih memiliki banyak pengalaman dalam organisasi kampus. Bagi mahasiswa tersebut tentunya itu juga adalah pilihan terbaik bagi dirinya.

Ketika mahasiswa sudah bisa memilih manakah pilihan yang terbaik bagi dirinya dengan mempertimbangkan pilihan tersebut sesuai dengan kebutuhannya maka tindakan tersebut adalah tindakan yang tepat.

Apabila kita menyimpulkan bahwa mahasiswa akademisi adalah yang lebih unggul ataupun sebaliknya , hal itu malah akan menimbulkan dampak negatif. Akan banyak mahasiswa yang memilih pilihan untuk menjadi mahasiswa yang dikatakan unggul tadi. Padahal dalam kenyataan itu bukan merupakan keinginan dirinya, ia hanya memaksakan untuk menjadi mahasiswa yang unggul.

Ketika kita memaksakan tindakan kita untuk menjadi tipe mahasiswa tertentu maka bukannya mejadikan kita menjadi mahasiswa yang unggul tetapi malah membuat kita menjadi kacau. Misalnya kita mengatakan mahasiswa akademisi adalah lebih unggul. Maka mahasiswa lain akan berbondong-bondong ingin menjadi mahasiswa akademisi. Dan ternyata karena hal itu dipaksakan , mahasiswa yang sebenarnya ingin memilih menjadi mahasiswa organisatoris tetapi malah menjadi akademisi akan kewalahan. Bukannya fokus terhadap kuliah tetapi malah kewalahan karena ia sebenarnya lebih suka untuk berorganisasi.

Kuliah dan organisasi itu sama – sama penting bagi kita mahasiswa.

Maka harapannya setiap mahasiswa dapat melakukan kedua hal ini secara seimbang. Jangan karena terlalu banyak berkecimpung di dunia organisasi menjadikan kita melalaikan kuliah, karena banyak sekali mahasiswa yang terlalu asyik di dunia organisasi sehingga menjadikannya lupa akan tugas pokoknya sebagai mahasiswa yaitu kuliah.

Menurut saya pribadi kedua hal ini sangat penting dalam kehidupan kuliah. Tugas utama kita kuliah adalah belajar, belajar dalam hal ini bisa di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Mengikuti organisasi ketika kuliah dapat membekali kita sebuah softskill bahkan hardskill juga. Fokus pada nilai mata kuliah juga penting, dikarenakan IPK selalu menjadi syarat administrasi ketika melamar kerja. Namun apabila kita dapat menyeimbangkan kedua hal tersebut jalan bersamaan, mengapa tidak? Selain fokus belajar kuliah, dengan mengikuti organisasi pun juga bisa mendapatkan relasi. Relasi pun sangat penting dalam kehidupan. Jadi intinya kalau bisa diseimbangkan pada kedua hak tersebut akan lebih baik.

Menurut pandangan saya mahasiswa organisatoris akan lebih unggul, karena ia sering dihadapkan dengan situasi sosial yang mana pengalaman ini bisa diterapkan didalam kehidupan sehari-hari yaitu bersosial. Walaupun mungkin secara akademik ada yang ketinggalan tapi ilmu itu tidak ada batasan umur untuk mempelajarinya, tidak apa-apa jika akademiknya tertinggal tapi setidaknya ada kemauan untuk menggali ilmu yang tertinggal. Dan menurut saya momen saat organisator juga mungkin tidak akan ditemui dilain waktu selain waktu ia kuliah, jadi menurut saya organisator ini penting dan sangat berharga kalau kita bisa mendapat pengalaman banyak dari situ.