Macam-Macam Putusan Perdata


Apa saja macam-macam putusan yang terdapat di dalam perkara hukum perdata?

Dalam perkara perdata dikenal bermacam-macam putusan, berbagai macam putusan tersebut akan dijelaskan secara lebih lanjut sebagai berikut:

A. Dari aspek kehadiran para pihak:
Pada gugatan yang berbentuk contentiosa, maka pada hakikatnya terlibat dua pihak yang bersengketa, pihak ini terdiri dari pihak penggugat dan tergugat. Gugatan contentiosa merupakan proses penyelesaian sengketa yang melibatkan petentangan di antara dua pihak. Untuk menyelesaikan sengketa yang dimiliki oleh kedua belah pihak ini, pada dasarnya harus dihadiri oleh para pihak dan para pihak pun harus dipanggil secara patut dengan tata cara yang telah diatur di dalam HIR dan Rv .

Pada praktiknya pihak-pihak yang bersengketa belum tentu hadir ketika persidangan dilaksanakan. Sehingga, untuk mengantisipasi ketidakhadiran dari para pihak maka undang-undang memberi kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan. Putusan-putusan yang dapat dijatuhkan oleh hakim adalah sebagai berikut:

1. Putusan Gugur
Pengaturan mengenai bentuk putusan gugur terdapat di dalam Pasal 124 HIR dan Pasal 77 Rv. Jika penggugat tidak datang pada hari sidang yang ditentukan atau tidak menyuruh wakilnya utuk datang ke persidangan yang telah ditentukan oleh pengadilan, maka pada kasus seperti ini dapat terjadi dua hal yaitu:

  1. Hakim berwenang untuk menjatuhkan putusan yang menggugurkan gugata yang telah diajukan oleh penggugat;
  2. Dan dengan itu, penggugat diberikan hukuman dengan membayar biaya perkara tersebut.
    Akibat hukum yang timbul dari putusan gugur yang dijatuhkan oleh hakim dijelaskan di dalam Pasal 77 Rv:
    • Pihak tergugat dibebaskan dari perkara yang diajukan oleh pihak penggugat, putusan gugur yang dijatuhkan oleh hakim sejatinya merupakan putusan akhir (eind vonnis) yang memiliki sifat untuk menyudahi proses pemeriksaan secara formil. Jadi, putusan tersebut mengakhiri pemeriksaan meskipun pokok perkara belum diperiksa di persidangan.
    • Putusan gugatan gugur tidak dapat diajukan perlawanan atau verzet, terhadap putusan jenis ini penggugat tidaklah dapat mengajukan perlawanan atau verzet. Karena sifat putusannya itu bersifat:
      • Langsung mengakhiri perkara dan dengan itu langsung mengikat para pihak (final and binding);
      • Terhadap putusan ini, tertutup upaya hukum sehingga tidak dapat diajukan banding ataupun kasasi.

Akibat hukum yang timbul dari putusan gugur yang dijatuhkan oleh hakim dijelaskan di dalam Pasal 77 Rv:

  • Pihak tergugat dibebaskan dari perkara yang diajukan oleh pihak penggugat, putusan gugur yang dijatuhkan oleh hakim sejatinya merupakan putusan akhir (eind vonnis) yang memiliki sifat untuk menyudahi proses pemeriksaan secara formil. Jadi, putusan tersebut mengakhiri pemeriksaan meskipun pokok perkara belum diperiksa di persidangan.
  • Putusan gugatan gugur tidak dapat diajukan perlawanan atau verzet, terhadap putusan jenis ini penggugat tidaklah dapat mengajukan perlawanan atau verzet. Karena sidat putusannya:
    • Langsung mengakhiri perkara dan dengan itu langsung mengikat para pihak (final and binding).
    • Terhadap putusan ini, tertutup upaya hukum sehingga tidak dapat diajukan banding ataupun kasasi.
  • Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh oleh penggugat ketika diberikan putusan gugurnya gugatan, maka dapat mengajukan:
    • Gugatan baru dengan materi pokok perkara yang sama, karena dalam putusan gugurnya gugatan tidak melekat ne bis in idem.
    • Penggugat dibebani untuk membayar biaya perkara yang baru karena biaya perkara yang lama telah dibayarkan untuk gugatan yang digugurkan.

2. Putusan Verstek
Mengenai putusan verstek diatur di dalam Pasal 125 HIR ayat (1) dan juga Pasal 78 Rv. Pasal ini memberi kewenangan bagi hakim untuk memutuskan verstek karena:

  • Apabila pihak tergugat tanpa alasan yang sah tidak datang pada sidang pertama;
  • Padahal pihak tergugat sudah dipanggil oleh juru sita secara patut, maka dari itu kepada pihak tergugat dapat dijatuhkan putusan verstek.

Dapat dikatakan bahwa putusan verstek merupakan kebalikan dari putusan gugurnya gugatan, yakni sebagai suatu hukuman yang diberikan oleh undang-undang kepada tergugat atas ketidakhadiran dirinya pada persidangan yang telah ditentukan. Bentuk hukuman yang diberikan pada tergugat adalah sebagai berikut:

  • Dianggap mengakui dalil gugatan yang diajukan oleh penggugat secara murni dan juga bulat.
  • Gugatan dari penggugat dikabulkan, kecuali jika gugatan tersebut tanpa hak atau tanpa dasar hukum.

Pada tergugat yang dijatuhi putusan verstek masih:

  • Tergugat diberikan hak untuk mengajukan perlawanan atau verzet.
  • Perlawanan verzet dapat diajukan dalam waktu 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan verstek kepada tergugat.

3. Putusan Contradictoir
Bentuk dari putusan ini dikaitkan atau dapat ditinjau dari segi kehadiran para pihak pada saat putusan diucapkan. Ditinjau dari segi putusan contradictoir ini maka terdapat dua jenis putusan:

Pada saat putusan diucapkan para pihak hadir adalah ketika putusan dijatuhkan dan kedua belah pihak datang atau kuasa dari mereka datang, namun:

  • Pada sidang yang lalu salah satu pihak pernah tidak mendatangi persidangan;
  • dan ketika putusan diucapkan, kedua belah pihak datang menghadiri persidangan, maka putusan yang dijatuhkan berbentuk kontradiktoir.
    Dengan ini, yang menentukan dapat dijatuhkan tidaknya putusan kontradiktoir adalah faktor kehadiran para pihak pada saat putusan diucapkan oleh hakim.

Pada saat putusan diucapkan para pihak tidak hadir, bentuk putusan ini merupakan variable dari putusan contradictoir yang pertama dan rujukannya mengacu pada Pasal 127 HIR dan Pasal 81 Rv dengan tata cara sebagai berikut:

  • Pada sidang pertama ataupun sidang berikutnya pihak yang bersangkutan selalu hadir dalam persidangan atau mungkin tidak hadir pada salah satu sidang, sehingga hakim menerapkan proses pemeriksaan op tegenspraak.
  • Atau pada sidang-sidang pihak yang bersangkutan selalu hadir, akan tetapi saat putusan diucapkan ia tidak hadir, maka pada kasus seperti ini putusan yang dijatuhkan adalah putusan kontradiktoir bukan putusan verstek.

Pasal 127 HIR dan Pasal 81 Rv menyatakan bahwa terhadap putusan kontradiktoir yang diajukan tanpa dihadiri salah satu pihak:

  • Tidak dapat diajukan verzet.
  • Upaya hukum yang dapat diajukan adalah permintaan bandung atau upaya hukum biasa.

B. Putusan Ditinjau dari Sifatnya
Apabila suatu putusan ditinjau dari segi sifatnya maka terdapat beberapa jenis dari putusan yang dapat dijatuhkan oleh hakim. Diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Putusan Deklatoir
    Putusan deklatoir atau putusan deklarator adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim dengan amar yang menyatakan atau menegaskan tentang suatu keadaan atau kedudukan menurut hukum. Misalnya putusan yang menyatakan suatu ikatan perkawinan adalah sah, perjanjian jual beli yang telah dilakukan sah, kepemilikan atas benda yang dipersengketakan adalah sah milik penggugat. Putusan hakim yang bersifat deklarator merupakan pernyataan hakim yang tertuang di dalam putusan yang telah ia jatuhkan.
    Pernyataan dari hakim itu sendiri tertuang di dalam putusan tersebut. Pernyataan itu sendiri merupakan penjelasan atau penetapan mengenai suatu hak atau titlel maupun status, dan pernyatan itu dicantumkan di dalam amar atau dictum putusan.
  2. Putusan Constitutief
    Putusan constitutief, merupakan suatu putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang amarnya menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru . Putusan ini merupakan putusan yang memastikan suatu keadaan hukum, bisa bersifat meniadakan suatu keadaan maupun menimbulkan keadaan hukum yang baru . Contoh untuk menggambarkan apa itu sejatinya putusan konsititutif adalah putusan perceraian, yang disini meniadakan keadaan hukum yaitu tidak adanya lagi ikatan hukum anatar sang suami dan istri (meniadakan hubungan perkawinan yang ada). Berbarengan dengan tiadanya hubungan tersebut, timbul pula keadaan baru bagi kedua suami-istri tersebut, keduanya sekarang berkedudukan sebagai janda dan duda.
  3. Putusan Condemnatoir
    Putusan ini merupakan putusan yang dijatuhkan oleh hakim dan didalam putusan tersebut memuat amar yang bersifat menghukum. Bentuk hukuman yang dijatuhkan oleh hakim ini berupa kewajiban untuk melaksanakan suatu prestadi yang telah dibebankan hakim kepadanya. Prestasi yang yang dibebankan dapat berupa memberi, berbuat atau tidak berbuat. Putusan ini merupakan putusan yang tidak terpisah dari amar putusan deklaratif dan konstitutif, karena amar putusan berjenis ini tidak dapat berdiri sendiri tanpa didahului oleh amar deklaratif atau konstitutif.

C. Putusan Ditinjau Pada Saat Penjatuhannya
Apabila suatu putusan ditinjau dari segi saat putusan dijatuhkan, maka terdapat beberapa macam jenis putusan. Yang macam-macamnya adalah sebagai berikut:

1. Putusan Sela
Nama lain dari putusan sela adalah putusan sementara atau temporary award. Adapula yang menyebut putusan jenis ini dengan incidenteel vonnis atau putusan insidentil. Pengaturan mengenai putusan sela terdapat di dalam Pasal 185 ayat (1) HIR dan Pasal 48 Rv. Apabila kita menilik hal-hal yang dinyatakan pada pasal tersebut maka menurutnya, hakim dapat mengambil ataupun menjatuhkan putusan yang bukanlah putusan akhir, yang putusan ini dijatuhkan pada saat proses pemeriksaan berlangsung. Didalam persidangan, putusan sela diucapkan secara terpisah sebelum dijatuhkannya putusan akhir oleh hakim, namun putusan sela tidaklah dibuat dengan putusan sendiri. Putusan ini ditulis didalam berita acara persidangan. Adapun tujuan dijatuhkannya putusan sela oleh hakim adalah untuk mempermudah atau memperlancar kelanjutan dari pemeriksaan perkara yang sedang dihadapi . Didalam praktik ilmu hukum acara perdata terdapat beberapa putusan sela, antara lain adalah sebagai berikut:

  • Putusan Prepatoir: tujuan dari adanya putusan ini merupakan persiapan jalannya pemeriksaan. Misalnya sebelum hakim memulai untuk memeriksa, ia terlebih dahulu menerbitkan putusan prepatoir mengenai tahap-tahaop proses persidangan ataupun mengenai jadwal persidangan. Putusan ini merupakan putusan yang tidak ada pengaruhnya terhadap pokok perkara atau putusan akhir.
  • Putusan Interlocutoir: menurut Soepomo, Pengadilan Negeri sering menjatuhkan putusan interlocutoir saat proses pemeriksaan tengah berlangsung. putusan ini dapat dikatakan merupakan bentuk khusus dari putusan sela, yang dapat berisikan bermacam-macam perintah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai hakim sebagai berikut:
    • Putusan interlocutor yang memerintahkan pendengaran keterangan ahli.
    • Memerintahkan unuk mengadakan pemeriksaan setempat.
    • Putusan Insidentiil: putusan ini merupakan putusan sela yang mempunyai kaitan langsung dengan gugatan insidentil atau berkaitan dengan penyitaan yang membebankan pemberian uang jaminan dari permohonan sita, agar sita dilaksanakan, yang disebut caution judicatum solvi.

2. Putusan Akhir
Apabila kita meninjau jenis putusan dari segi penjatuhannya, maka terdapat jenis putusan yang lain yaitu putusan akhir. Putusan sela diambil ketika proses persidangan masih berlangsung, maka putusan akhir diambil ketika pemeriksaan perkara telah berakhir. Putusan akhir adalah suatu pernyataan yang diberikan oleh hakim, yang berlaku sebagai pejabat negara yang diberikan wewenang untuk diucapkan dalam persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara atau sengketa diantara pihak . Putusan akhir sering pula dinamakan dengan putusan penghabisan (eind vonis).

Referensi

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992.

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan Agama, Kencana, Jakarta, 2008.

Ahmad Mujahidin, Pembaruan Hukum Acara Peradilan Agama, Ghalia Indonesia, Bogor, 2012.

H. Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.

M. Nasir, Hukum Acara Perdata, Djambatan, Jakarta 2003.

Yahya Harahap, Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan , PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

Pasal 153 HIR.

Pasal 154 HIR.

Pasal 174 HIR dan Pasal 1925 KUHPerdata.

Pasal 390 ayat (1) HIR dan Pasal 1-14 Rv.