Lukisan "The Song of The Future" karya Aan Arif Rahmanto

“The Song of The Future” karya Aan Arif Rahmanto

image

Lukisan “The Song of The Future” merupakan salah satu karya perupa seni lukis Indonesia, Aan Arif Rahmanto. Dibuat pada tahun 2014 dengan menggunakan media Oil On Canvas serta berukuran 120 cm x 150 cm.

Lukisan ini merupakan lukisan realisme, dengan gaya ekspresionism, impressionisme kontemporer. Dengan teknik melukis menggunakan cat minyak diatas kanvas.

Lukisan ini menampilkan subject matter seseorang yang sedang memainkan alat musik cello pada sebuah lorong dan terdapat foto-foto yang menempel di sisi-sisi dinding. Lorong pada lukisan seolah menuju ke sisi ujungnya. Sapuan kuas pada subject matter dan objek pendukungnya di goreskan searah menuju titik ujung lorong tersebut. Lukisan tersebut menampilkan kegelisahan seniman mengenai perjalanan hidup. Dari judulnya sendiri yaitu “The Song of The Future” dalam bahasa Indonesia berarti lagu tentang masa depan.

Makna Lukisan “The Song of The Future”

Teknik Impasito
Lukisan ini menggunakan teknik impasito. Pada karya-karya Aan Arif Rahmanto, Ilusi optik blur-nya menjadi sensasi artistik. Beberapa bagian pada bidang lukisannya yang dibiarkan utuh dengan teknik impasto untuk meninggalkan jejak kerja kreatifnya yang sesungguhnya dibangun mendasari gagasan utamanya.

Kondisi acrylic masih masah atau setengah kering kemudian dengan menggunakan scrap atau sejenisnya untuk menekan dengan menarik –menyeret sekali jadi- melalui gerakan dinamis untuk membangun citra gerak yang dimunculkan pada ujung papan scrap.

Setelah proses tersebut selesai, mulai dengan retouch beberapa bagian sebagai upaya memunculkan detail dan sebagainya. Kecermatanya atas keputusan teknik ini sangat menarik untuk menggeser teknik fotografis yang seringkali diacu seniman lainnya dan ini menjadi suatu tempuhan teknik yang spesifik.

Model Karya Lukisan
Loneliness in Crowd, paling tidak sebagai representasi model karya-karya mutakhirnya yang mengambil subject matter kesibukan manusia kosmopolitan dengan kwalitas jejaring dan pencitraan aktivitas tinggi yang memunculkan resistensi -humanistik- terhadap problem komunikasi. Figur-figur yang sibuk sendiri dengan obsesi-obsesi masa depannya, kernyitan dahi penuh ambisi, sibuk dengan pencitraan, fashion yang mengemuka dan tatapan tak terkoneksi dengan manusia lainnya.

Yang kita jumpai individu-individu lonely dalam ruang hubungan sosial yang crowded. Ini sejumlah fakta globalisasi yang menggiring manusia pada situasi serba tak terkendali untuk fokus pada perayaan kebebasan dan penjumputan nilai-nilai universalitas tanpa merujuk pada kesadaran nilai lokalitas.