Lokapala : Dewa penjaga arah mata angin?

Lokapala, bahasa sansekerta, mempunyai arti “Penjaga Dunia”. Lokapala digambarkan sedikit berbeda antara versi Hindu dan Budha, walaupun tujuannya sama, yaitu penjaga arah mata angin (Penjaga Bumi).

  • Dalam Hindu, lokapala mengacu pada Penjaga Arah Mata Angin, yang diasosiasikan terhadap 8,9 dan 10 arah mata angin.

  • Dalam Budha, lokapala mengacu pada Empat Raja Surga (Four Heavenly Kings), yang mengacu pada empat arah mata angin, yaitu Timur, Barat, Utara dan Selatan.

Lokpala dalam Hindu

Lokapala dalam hindu digambarkan sebagai Penjaga Arah Mata Angin (Sanskerta: Dikpāla) adalah dewa-dewa yang menguasai arah spesifik ruang menurut agama Hindu dan Vajrayāna - terutama Kālacakra.

Sebagai kelompok yang terdiri dari delapan dewa, mereka disebut Asta-Dikpala, yang secara harfiah berarti penjaga delapan arah.

Dalam beberapa versi, Asta-Dikpala sering ditambah dengan dua dewa tambahan untuk sepuluh penjuru (dua arah ekstra menjadi titik zenith dan titik nadir), dan dikenal sebagai Dasa-Dikpala.

Hinduisme Jawa Kuno dan Bali mengenal Nava-Dikpāla, yang secara harfiah berarti penjaga sembilan arah, yang terdiri dari delapan arah dengan satu tambahan di tengahnya. Sembilan dewa arahan disebut Dewata Nawa Sanga (Sembilan dewa penjaga).

Diagram dewa-dewa penjaga ini (Nava-Dikpala) ditampilkan di Surya Majapahit, lambang kerajaan Majapahit.

Asta-Dikpala (“Penjaga delapan arah mata angin”)

  • Kubera (Utara)
  • Yama (Selatan)
  • Indra (Timur)
  • Varuṇa (Barat)
  • Isana (Timur Laut)
  • Agni (Tenggara)
  • Vayu (Barat Laut)
  • Nirṛti (Barat Daya)

Dasa-Dikpala (“Penjaga sepuluh arah mata angin”)

  • Kubera (Utara)
  • Yama (Selatan)
  • Indra (Timur)
  • Varuṇa (Barat)
  • Isana (Timur Laut)
  • Agni (Tenggara)
  • Vayu (Barat Laut)
  • Nirṛti (Barat Daya)
  • Brahmā (Zenith)
  • Viṣṇu (Nadir)

Zenith adalah titik di angkasa yang berada persis di atas pengamat. Posisi zenith di angkasa tergantung pada arah gaya gravitasi bumi di tempat pengamat berada.
Nadir adalah lawan dari zenith, yaitu suatu titik di angkasa yang berada persis di bawah pengamat. Titik Nadir berarti titik paling rendah.

Nava-Dikpala (“Penjaga sembilan arah mata angin”)

Disebut Dewata Nawa Sanga dalam Hinduisme Jawa Kuno dan Bali.

  • Shiva (Pusat)
  • Vishnu (Utara)
  • Brahma (Selatan)
  • Isvara (Timur)
  • Mahadeva (Barat)
  • Sambhu (Timur Laut)
  • Mahesora (Tenggara)
  • Sangkara (Barat Laut)
  • Rudra (Barat Daya)

Lokpala dalam Budha

Dalam Budha, lokapala dikenal dengan Empat Raja Surgawi (Four Heavenly Kings) yang berarti empat dewa Budha, yang masing-masing mengawasi satu arah utama mata angin (Utara, Selatan, Timur dan Barat). Di Cina, dikenal secara kolektif sebagai “Fēng Tiáo Yǔ Shùn” (“iklim yang baik”) atau “Sì Dà Tiānwáng” ( "Empat Raja Surgawi yang Agung ").

Ruangan Aula Raja Surgawi adalah komponen standar kuil Budha di Cina.

1. Utara : Vaiśravaṇa (Kubera)

Vaisravana (Kubera) mempunyai arti dia yang mendengar segalanya (he who hears everything)

Vaisravana (Kubera) adalah kepala keempat raja surgawi dan pelindung utara. Dia adalah penguasa hujan. Senjata simbolisnya adalah payung atau pagoda. Dengan memakai baju besi berat dan membawa payung di tangan kanannya, dia sering dikaitkan dengan kekayaan.

Vaisravana (Kubera) dikaitkan dengan warna kuning atau hijau.

2. Selatan : Virūḍhaka

Virudhaka mempunyai arti dia yang menyebabkan tumbuh (he who causes to grow).

Virudhaka merupakan raja selatan dan yang menyebabkan pertumbuhan akar yang baik. Dia adalah penguasa angin. Senjata simbolisnya adalah pedang yang dia bawa di tangan kanannya untuk melindungi Dharma dan benua selatan.

Virudhaka dikaitkan dengan warna biru.

3. Timur : Dhṛtarāṣṭra

Dhrtarastra mempunyai arti dia yang menjunjung tinggi dunia (he who upholds the realm).

Dhrtarastra merupakan raja timur dan dewa musik. Senjata simbolisnya adalah pipa (instrumen senar). Dia harmonis dan penyayang dan melindungi semua makhluk. Menggunakan musiknya untuk mengubah orang lain menjadi Buddhisme.

Dhrtarastra dikaitkan dengan warna putih.

4. Barat : Virūpākṣa

Virupaksa mempunyai arti dia yang melihat segalanya (he who sees all)

Virupaksa merupakan raja barat dan yang melihat segalanya. Senjata simbolisnya adalah ular atau tali merah yang mewakili seekor naga. Sebagai mata di langit, dia melihat orang-orang yang tidak percaya pada Buddhisme dan mengubahnya. Nama kunonya berarti dia yang memiliki tujuan luas.

Virupaksa dikaitkan dengan warna merah.

Patung Empat Raja Surgawi versi Cina. Dari kiri ke kanan, Vaisravana, Virudhaka, Dhrtarasṭra, and Virupaksa

Mitologi

Semua Empat Raja Surgawi tersebut melayani Sakra, penguasa para dewa Trāyastriṃśa. Pada tanggal 8, 14 dan 15 setiap bulan lunar, Empat Raja Surgawi
tersebut mengirimkan utusan atau pergi sendiri untuk memeriksa keadaan kebajikan dan moralitas di dunia. Kemudian mereka melaporkan temuan mereka ke majelis dewa Trāyastriṃśa.

Atas perintah Sakra, para Raja dan pengiring mereka berdiri untuk melindungi Trāyastriṃśa dari serangan Asura, yang pernah mengancam untuk menghancurkan wilayah para dewa.

Mereka juga bersumpah untuk melindungi Buddha, Dharma, dan pengikut Buddha dari bahaya.

Menurut Vasubandhu, dewa yang lahir di surga Cāturmahārājika mempunyai tinggi 1/4 krośa (sekitar 230 meter). Mereka memiliki umur lima ratus tahun, yang setiap harinya di Cāturmahārājika setara dengan 50 tahun di dunia kita; Dengan demikian jumlah total umur mereka sekitar sembilan juta tahun (sumber lain mengatakan 90.000 tahun).

Di Jepang, Heavenly Kings, dikenal sebagai Tamon-ten (utara), Kōmoku-ten (barat), Jikoku-ten (timur) dan Zōjō-ten (selatan)

Kahyangan Jagat Berdasarkan Konsep Catur Loka Pala

Konsepsi Catur Loka Pala tak lepas dari konsep ruang yang menitik beratkan kepada esensi keseimbangan unsur semesta dengan merepresentasi arah mata angin. Selain sebagai konsep arsitektur, dalam Padma Bhuwana Tattwa, konsep Catur Loka Pala disebut-sebut sebagai konsep pemujaan terhadap Tuhan.
Konsep ini menitik beratkan tujuan pemujaan Tuhan sebagai pelindung dan menjaga rasa aman (raksanam). Catur

Loka Pala merupakan simbolisasi dari empat arah mata angin yang utama seperti :

  • Purwa (timur),
  • Daksina (selatan),
  • Pascima (barat), dan
  • Uttara (utara)

Keempat arah ini dimaknai sebagai wujud pelindung alam semesta. Dengan kata lain, perlindungan Ida Sanghyang Widhi dengan segala aspek manifestasiNya tercermin dalam ruang gerak arah mata angin nyatur desa.

Dengan demikian, Catur Loka Pala dalam pengertiannya sebagai empat hal yang menjadi pelindung alam semesta, di Bali diwujudkan dengan simbol empat pura yaitu :

  1. Pura Lempuyang, tempat memuja Tuhan di arah timur (purwa),
  2. Pura Luhur Batukaru, tempat memuja Tuhan di arah barat (pascima),
  3. Pura Andakasa, tempat memuja Tuhandi arah selatan (daksina),
  4. Pura Puncak Mangu, tempat memuja Tuhan di arah utara (uttara).

Konsepsi Catur Loka Pala memiliki keterkaitan dengan Cadu sakti. Secara etimologis, Cadu sakti berasal dari kata “cadu” dan “sakti”. “Cadu” berarti empat dan “sakti” berarti kekuatan atau kemahakuasaan. Jadi Cadu Sakti adalah empat kekuatan atau kemahakuasaan ida sang hyang widhi wasa. Keempat kekuatan atau kemahakuasaan yang dimaksud, yaitu :

  1. Prabu sakti : sang hyang widhi bersifat maha kuasa, menguasai jagat.
  2. Wibhu sakti : sang hyang widhi bersifat maha ada meresap dan meliputi seluruh jagat.
  3. Jnana sakti : sang hyang widhi bersifat maha tau, mengetahui seglaa perbuatan kita.
  4. Kriya sakti : sifat sang hyang widhi maha karya, berbuat apa saja yang dikehendaki.