Leksikalisasi, Gramatikalisasi, dan Verbalisasi Itu yang Seperti Apa?

image
Leksikalisasi adalah proses penamaan atau pemberian sebutan atas sebuah realita karena kegunaannnya bagi penutur.

Gramatikalisasi merupakan proses perubahan bentuk suatu kata yang juga mempengaruhi makna kata tersebut.

Verbalisasi merupakan proses perubahan kata atau frasa menjadi verba (kata kerja) dengan derivasi yang sesuai.

Seperti apa bentuk konkret dari leksikalisasi, gramatikalisasi, dan verbalisasi?

1 Like

Leksikalisasi

Berikut contoh-contoh bentuk leksikalisasi dalam bahasa Nuse.

  1. Nanori: Belajar
  2. Singgona: Minggir
  3. Nusa: Pulau
  4. Suek: Sayang
  5. Namanasa: Benci
  6. Manu Ana, Manu, Manu Monae: Ayam

Contoh leksikalisasi pada nomor 1-5 merupakan jenis leksikalisasi sepadan, artinya kata dalam bahasa Nuse itu memiliki kata yang sepadan artinya dalam bahasa Indonesia.

Sedang contoh pada nomor 6 merupakan jenis leksikalisasi tidak sepadan. Dalam bahasa Indonesia salah satu jenis unggas yang pada umumnya tidak dapat terbang, dapat dijinakkan dan dipelihara, berjengger, yang jantan berkokok dan bertaji, yang betina berkotek dan tidak bertaji hanya ada satu istilah dalam penamaannya, yaitu “ayam”. Sedangkan dalam bahasa Nuse ada tiga penamaan, “manu ana” untuk ayam yang masih kecil, “manu” untuk ayam ukuran sedang, “manu monae” untuk ayam yang sudah besar.

Gramatikalisasi

  1. Mangan (makan) : Panganan (makanan)
    “Aku mangan sate” (Aku makan sate)
    “Tas iku isi panganan tok” (Tas situ ini makanan saja)
    Kata mangan dalam bahasa jawa berarti sebuah kegiatan yang bisa dimasukkan pada bagian kata kerja (Verba). Ketika mangan mendapat imbunhan P- dan akhiran –an berubah menjadi panganan yang berarti sebuah benda/objek yang bisa dimasukkan pada bagian kata benda (Nomina). Pada contoh dua kalimat di atas bisa terlihat sekali perbedaan penggunannya.

  2. Dalam bahasa Nuse ada kata-kata berikut:
    Lao (jalan) : Lao-Lao (jalan-jalan)
    “Ho afik namina lao” (Kamu jangan bermain di jalan)
    “Au lao-lao tasi” (Saya jalan-jalan ke pantai)
    Kata lao dalam bahasa Nuse berarti “jalan” yang menggambarkan sebuah tempat yang biasa dilewati oleh orang. Sedangkan ketika sudah mengalami proses pengulangan kata menjadi “lao-lao” maka maknanya berubah menjadi “jalan-jalan” yang menggambarkan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang. Pada contoh kalimat di atas bisa ditemukan perbedaan yang jelas.

  3. Air : Airmata
    “Sinta meminum air”
    “Sinta menangis mengeluarkan airmata”
    Proses gramatikalisasi pada contoh di atas terjadi karena adanya proses pemajemukan kata dari. Kata “air” sebelum dimajemukkan memiliki arti benda cair yang biasa digunakan orang untuk menunjang kehidupan. Sedangkan ketika sudah mengalami proses pemajemukan menjadi “airmata” maka makna yang terkadung di dalamnya juga berubah menjadi benda cair yang biasanya dikeluarkan oleh mata seseorang karena suatu hal.

  4. Kubur: Kuburan
    “Ani mengubur sampah untuk dijadikan pupuk kompos”
    “Malam itu Ani melewati kuburan”
    Kata “kubur” sebelum mengalami penamabahan –an memiliki makna sebuah kegiatan atau bisa dikatakan kata kerja (Verba), namun ketika sudah mengalamai proses penambahan menjadi “kuburan” maknanya berganti menunjukkan sebuah tempat.

  5. Dalam bahasa Nuse ada kata berikut:
    Fula (bulan)
    “Au lahir Fula Desember” (Saya lahir bulan Desember)
    “Fula malole” (Bulannya cantik)
    Kata fula dalam bahasa Nuse sendiri berarti “bulan”. Kita bisa lihat perbedaan makna dari kata “fula” sendiri tergantung kalimat yang mengikutinya. Pada contoh pertama "Au lahir fula Desember" (saya lahir bulan Desember), makna bulan sendiri merujuk kepada keterangan waktu. Sedangkan pada kalimat kedua “fula malole” (bulannya cantik), makna bulan sendiri merujuk pada bulan pada makna sesungguhnya atau bisa dikatakan menjadi kata benda.

Verbalisasi

Berikut contoh kalimat dari verbalisasi:

“Kaka mari kita minum sopi bersama”
Sopi: Minuman keras/tuak

Kalimat tersebut merupakan bahasa masyarakat desa Nuse, Ndao Nuse, Rote Ndao, NTT. Bagi masayarakat di sana mengucapkan kalimat itu di tempat umum, di sekolah, seorang guru kepada siswanya, atau pada saat kegiatan resmi pun tidak akan menjadi permasalahan. Hal ini terjadi karena masyarakat di sana 100% menganut keyakinan Kristen Protestan dan bisa kita ketahui bersama di dalam Al-Kitab mereka tidak ada aturan tertulis mengenai larangan meminum minuman yang memabukkan.
Namun apabila kalimat itu meskipun sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa atau bahasa Indonesia dan kita ucapkan di tempat umum, di sekolah, guru kepada siswa akan menjadi hal yang sangat tabu dan bisa jadi bagi sebagaian orang melanggar norma agama. Ini terjadi karena pola pikir masyarakat di tanah jawa sudah menganggap bahwa minuman keras merupakan simbol dari perbuatan yang negatif dan melanggar norma agama mayoritas.

1 Like