Legalitas anggota POLRI sebagai penasehat hukum

Polri dapat menjadi penasehat hukum sesuai dengan Perkap No. 7 Tahun 2005, namun pada kenyataannya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Mohon penjelasannya, apakah anggota Polri dapat bertindak sebagai penasehat hukum untuk kasus peradilan perdata/pidana yang melibatkan anggota Polri?

Yang berhak mendapat Bantuan Hukum tidak hanya pegawai negeri pada Polri saja, tetapi juga Keluarga Besar Polri yang meliputi: keluarga pegawai negeri pada Polri, purnawirawan Polri, pensiunan Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) Polri, wredatama, warakawuri, duda/janda dari anggota Polri/PNS Polri.

Bantuan Hukum menjadi tanggung jawab Kepala Divisi Hukum Polri/Kepala Bidang Hukum Kepolisian Daerah.Pelaksanaan Bantuan Hukum dilaksanakan oleh:

  • anggota Polri dan/atau Pegawai Negeri Sipil Polri yang bertindak sebagai Penasihat Hukum/Kuasa Hukum/Pendamping berdasarkan surat perintah dari pimpinan Polri yang berwenang; dan

  • bagian penerapan hukum dalam bentuk klarifikasi, kajian hukum, memberikan pendapat dan saran hukum secara yuridis terhadap tindak pidana umum, tindak pidana khusus, tindak pidana tertentu, hak asasi manusia, kode etik disiplin dan institusi yang memerlukan.
    Menurut Pasal 31 UU Advokat, setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp50 juta. Akan tetapi, ketentuan pasal ini telah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-II/2004 Tahun 2004.

Jadi, anggota Polri dan/atau PNS Polri dapat menjadi kuasa hukum untuk mendampingi anggota Polri yang berhadapan dengan perkara hukum baik perkara pidana maupun perkara perdata. Mengenai hal ini Anda dapat juga membaca artikel Imam Sayuti: Penegak Hukum dari Polda Metro Jaya

sumber: www.hukumonline.com