Kumpulan Hadist tentang bekerja

##Kumpulan Hadist Rasulullah saw tentang Bekerja

Byju’s

  • “Barangsiapa yang di waktu sore merasa capek (lelah) lantaran pekerjaan kedua tangannya (mencari nafkah) maka di saat itu diampuni dosa baginya.” (HR. Ath-Thabrani)

  • “Sesungguhnya di antara dosa yang tidak bisa ditebus dengan pahala shalat, sedekah atau haji, maka bisa ditebus dengan kesusah-payahan dalam mencari nafkah.” (HR. Ath-Thabrani)

  • “Sesudah shalat Subuh maka janganlah kamu tidur sehingga kamu tidak lalai dalam mencari rezeki.” (HR. Ath-Thabrani)

  • “Bangunlah di pagi hari untuk mencari rezeki dan kebutuhanmu. Sesungguhnya pada pagi hari terdapat barakah dan keberuntungan.” (HR. Ath-Thabrani)

  • “Sesungguhnya Ruhul Qudus membisikkan bahwa jiwa tidak akan wafat sebelum lengkap dan sempurna rezekinya. Karena itulah kamu harus bertakwa kepada Allah dan memperbaiki mata pencaharianmu. Jika datangnya rezeki itu terlambat maka jangan memburunya dengan bermaksiat karena apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan taat pada-Nya.” (HR. Abu Zar dan Al-Hakim)

  • “Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud as. memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari)

  • “Sesungguhnya Allah senang melihat hamba-Nya yang bersusah payah dalam mencari rezeki yang halal.” (HR. Ad-Dailami)

  • “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu pagi bagi mereka yang bangun di waktu fajar untuk mencari nafkah.” (HR. Ahmad)

  • “Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bekerja dan terampil. Siapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya maka ia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah.” (HR. Ahmad)

  • “Apabila telah dibukakan bagi seseorang pintu rezeki maka sebaiknya ia melestarikannya.” (HR. Al-Baihaq)

  • “Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya (bekerja) sendiri. Dan apa saja yang dinafkahkan oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah sedekah.” (HR. Ibnu Majah)

  • “Sesungguhnya Nabi Musa as. mempekerjakan dirinya sebagai buruh selama delapan tahun atau sepuluh tahun untuk menjaga kehormatan dirinya dan untuk mendapatkan makanan (halal) bagi perutnya.” (HR. Ibnu Majah)

  • “Jika Allah memberikan jalan bagi seseorang di antara kamu untuk memperoleh rezeki dari suatu arah, maka janganlah dia meninggalkannya sampai dia berubah atau hilang darinya.” (HR. Ibnu Majah)

  • Bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah pada Allah, serta janganlah engkau malas” (HR. Muslim)

Apakah ada hadist-hadist lainnya yang membahas tentang bekerja ?

Semoga kita bisa lebih termotivasi dalam bekerja, sehingga dapat menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, amin.

The Messenger of God says: ―if the hour of the end of the world comes, and in the hand of one of you is seeding, if he can get up to plant it, let him plant it !! (Bukhari,Ahmad)

Dari hadis diatas dapat disimpulkan bahwa ketika kita bekerja, kita harus bekerja dengan sungguh-sungguh, dengan mengharap Ridho Allah. Bahkan ketika mendekati kiamat pun, kita tetap diminta untuk bekerja di dunia ini.

Hal tersebut dikuatkan dengan hadis berikut (beberapa mengatakan hadis ini lemah) ,

Work hard (for earning a living and survival) as if you are going to die

Allah begitu mencintai hambanya yang bekerja mencari rizki-Nya, hal tersebut disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya,

The Messenger of God(s.a.w) said: ― Allah loves the servant who has an occupation. He said: Allah hates healthy servant who is unoccupied: and he said: He who gains his nourishment and does not beg from people, Allah will not punish him on the day of resurrection… and there is no one more beloved of Allah. (Abu Dawud).

Dalam buku Ihyaa’ `Ulum Ad-Deen, karya Imam Al-Ghazali, menceritakan bahwa suatu ketika Nabi Isa a.s. melihat seseorang yang mencurahkan hidupnya hanya untuk berdoa. Ketika Nabi Isa a.s. bertanya kepadanya, bagaimana dia mendapatkan makanan sehari-hari, orang tersebut menjawab bahwa saudaranya, yang bekerja, yang memberikan makanan kepadanya.

Nabi Isa mengatakan kepadanya, “Saudara kamu yang bekerja, lebih relijius dibandingkan anda”

Umar ibn Al-Khattab juga pernah mengatakan, “Jangan pernah diantara kamu berpikir bahwa memohon rezeki tanpa bekerja akan bermanfaat untukmu, seperti surga tidak akan menurunkan hujan emas maupun perak.”

Oleh karena itu bekerja menjadi salah satu hal yang utama bagi manusia di dunia ini, bahkan Nabi Muhammad SAW sangat takut apabila ummatnya nanti dalam kondisi miskin.

Berikut kesimpulan dari Shukri Ahmad, dalam tulisannya yang berjudul The Concept of Islamic Work Ethic: An Analysis of Some Salient Points in the Prophetic Tradition,

  1. Work is one of the highest forms of ―worship. Islam does not recognize any kind of unemployment. Therefore, does not accept any doctrine of ―mutual reliance‖ (tawaakul) because the Prophet opposed this doctrine by holding jobs.

  2. Work is sacred because it is seen as a ―duty to build a strong national economy. One‘s work is not an end in itself, but a means to destroy the non-economic dependent control over the economy. Therefore, work constitutes the first pillar in the construction of a healthy economic system.

  3. Work must be done seriously. One‘s success in worldly affairs as well as in the hereafter relies upon how hard he works.

  4. Work is ―amanah. The trust which no other creation is able to accept for fear of not being able to discharge it properly. The concept of trust covers all definitions of ―worship‖ including one‘s working life. In one‘s work, one must possesses a feeling of accountability for his work, because all these deeds will be reckoned in front of Allah in the Hereafter.

  5. Justice in Islam is considered as the unity of spiritual and material values. The Islamic values should not be isolated in the realm of idealism far from the practical worldly life. Rather, these values will guide a Muslim‘s life in its entirety both spiritually and materially, religiously and worldly.

  6. Work must be done diligently and patiently. Without diligence it is hard to achieve success in life. Patience is considered very important in a Muslim‘s life. These concepts require that man possesses both traits in order to be successful in his work.

  7. The relationships between man and God, man and nature and society and even man and his soul seeks to bring all these into one path- the path which leads to worship of Allah. Based on that, all works must be done sincerely for the sake Allah.

  8. Time is important in a Muslim‘s life. Therefore, it should be used properly because he will have to

  9. account for every seconds of his life in the hereafter.

Referensi :

Shukri Ahmad, Musa Yusuf Owoyemi, The Concept of Islamic Work Ethic: An Analysis of Some Salient Points in the Prophetic Tradition, International Journal of Business and Social Science.

2 Likes

##KEUTAMAAN BERAMAL DAN MENCARI REZEKI YANG DISERTAI TAWAKAL SERTA ZUHUD
Kitab Washoya Al-Abaa’ Lil Abnaa’,
Karya : Syaikh Muhammad Syakir Al-Iskandariyah (1863 - 1939 M)


Wahai anakku, tuntutlah ilmu sebanyak mungkin, agar engkau dapat mengamalkan dan memberi manfaat untuk dirimu, serta dapat mengajar, menunjukkan dan mengajak umat manusia dalam mengamalkan ilmu tersebut. Belajarlah engkau agar dapat memperdalam ilmumu dengan jalan mengambil pelajaran dari hidup dan kehidupanmu serta mendapatkan jalan keluar dalam menempuh kehidupan duniawi dan ukhrawi.

Janganlah engkau menpelajari suatu ilmu tetapi ilmu itu akan mencelakai dirimu dan jangan sampai ilmu tersebut menjadi pengikat atau pencegah gerak langkahmu dalam berpijak, ini karena piciknya pikiranmu dalam mengartikan ilmu yang akhirnya ilmu yang engkau miliki dapat menjadi jurang pemisah antara kehidupan dan hati nuranimu.

Wahai anakku, orang yang ’alim patut menjadi uswah (teladan) bagi umat manusia dalam bekerja (mencari harta), karena dia lebih mengerti cara mencari dan menafkahkan hartanya kejalan yang halal. Dan juga memiliki nur ilmu yang akan memberi petunjuk kepada kita dikala jual beli, utang piutang, bercocok tanam, berdagang dan menginfakkan hartanya.

Wahai anakku, bukan perbuatan hina apabila seorang pelajar bercocok tanam atau membantu orang tuanya bercocok tanam. Sesungguhnya perbuatan hina itu ialah: apabila hanya mengejar-ngejar infak dan sedekah serta menggantungkan diri kepada belas kasihan orang lain atau hanya selalu menantikan sisa makanan dari orang lain.

Wahai anakku, sesungguhnya Rasullallah saw. pernah menggembalakan kambing sebelum diutus menjadi nabi, kemudian beliau berdagang sampai beliau diutus menjadi Nabi dan beliau tidak pernah meninggalkan usaha untuk hidup serta kehidupannya, yang akhirnya rezki beliau datang dari hasil ghonimah (rampasan perang) sebagaimana Imam Ahmad, Bukhari dan lainya meriwayatkan hadist dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. beliau telah bersabda:

“Allah tidak mengutus seseorang Nabi, kecuali dengan mengembalakan kambing terlebih dahulu.” para sahabat mengajukan pertanyaan “apakah engkau juga demikian wahai Rasullallah? “Ya, aku mengembala kambing di ladang sebelah sana, milik penduduk makkah.”

Berdagangpun telah di lakukan dalam kehidupan Rasullallah saw. Adapun hadist-hadist shahih yang menerangkan bahwa sesungguhnya Nabi saw. Bekerja sama dengan Khatijah untuk berdagang sebelum beliau di utus menjadi Nabi. Imam Ahmad meriwayatkan hadist dari Ibnu Umar, dari Nabi saw. Beliau bersabda: “Aku di utus dengan mengangkat pedang (berperang) di zaman akhir, sampai Allah saja yang diabadi, tidak ada yang menjadi sekutu bagi-Nya. Dan rezkiku datang dari bawah anak tombak”.

Abu Bakar Ash-Shiddiq, juga seorang saudagar dari saudagar yang besar dan pekerjaan inipun berhenti setelah menjadi khalifah pertama. Demikian juga para shahabat Nabi yang lain dan para tabi’in serta para “Salafus Shalih”, selalu bekerja untuk mencukupi kebutuhannya.

Dien yang mereka miliki tidaklah mencegah dirinya dari pergaulan dengan umat manusia dalam usaha mencari rezeki yang halal, tetapi mereka bahkan menjadi teladan didalam cara bekerja.
Wahai anakku, sesungguhnya engkau akan mengetahui banyak ilmu syara’ dalam ajaran islam, baik itu masalah jual beli, gadai, sewa menyewa, berdagang, bercocok tanam dan sebagainya.

Karena itu beramallah sesuai dengan ilmu yang telah engkau miliki dan ajarkan umat manusia, sehinga Allah swt. akan melipatgandakan pahalamu dalam beramal dan menyebar luaskan ilmu.

Wahai anakku, janganlah engkau berpendapat seperti orang-orang yang bodoh yang mengatakan bahwa tawakal (berserah diri kepada allah) ialah dengan meninggalkan usaha (bekerja) dan berserah begitu saja kepada takdir (ketentuan Allah).

Sesungguhnya seorang petani yang bercocok tanam di sawah pada waktu siang dan malam merupakan contoh petani yang bertawakal kepada Allah, asalkan niatnya baik dan benar. Petani itu menerbahkan benih di sawah ladangnya, memelihara dengan baik dan setelah itu berhasil atau tidaknya dalam bertani diserahkan sepenuhnya kepada Rabbnya, kalau kiranya Allah menghendaki tentu akan tumbuh semi yang baik sehingga sehingga membawa hasil tujuh ratus kali lipat dari benih aslinya dan apabila Allah menghendaki tidak tumbuh, maka sama sekali tidak akan membawa hasil. itulah sebaik-baik tawakal yang tidak sertai kesedihan dan kebencian apabila tidak berhasil seperti yang kita harapkan.

Wahai anakku, zuhud (tidak terikat pada dunia) bukan berarti meninggalkan usaha (bekerja), tetapi zuhud ialah :

  • Menghindarkan diri dari harta keduniawian di dalam diri.
  • Apabila engkau bekerja sesuai hajat kebutuhan hidupmu dan memberi pertolongan kepada orang-orang yang lemah, serta bersedekah kepada orang-orang fakir
  • Engkau tidak berkeinginan untuk memupuk harta kekayaan kecuali dengan jalan yang dibenarkan oleh Allah, digunakan untuk beribadah keada-Nya.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (keni’matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaiamna Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77)

1 Like

Menurut tulisan Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc, Dalam bekerja, syarat utamanya, kalau ingin berhasil adalah Ihsan, Amanah dan Itqan.

#ihsan

Ihsan adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti “kesempurnaan” atau “terbaik.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Mulk [67]: 2: “(Dia) Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (optimal). Dan, Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.”

Oleh karena itu, didalam bekerja, syarat Utama untuk berhasil adalah bekerja dengan lebih baik dengan cara melakukannya dengan yang terbaik dan mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai kesempurnaan.

Mencapai kesempurnaan disini bukan berarti 100% sempurna. Cukup 98% sempurna sudah luar biasa.

##Amanah

Amanah artinya benar-benar bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Amanah disini identik dengan istilah integritas (serapan dari kata integrity), dimana integritas adalah segalanya bagi orang-orang yang bekerja di dunia profesional.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Anfal [8]: 27: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui.

##Itqan

Itqan berarti kesungguhan dan kemantapan dalam melaksanakan suatu tugas, sehingga dikerjakannya secara maksimal, tidak asal-asalan, sampai dengan pekerjaan tersebut tuntas dan selesai dengan baik.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melaksanakan suatu pekerjaan, maka pekerjaaan tersebut dilakukannya dengan itqan.” (HR Thabrani).

1 Like