Bentuk penentangan perempuan atas kuasa laki-laki tidak terlepas dari sistem patriarki yang tidak adil. Menempatkan perempuan sebagai bayang-bayang laki-laki. Masyarakat patriarki sejak awal menganggap bahwa laki-laki lebih kuat dibandingkan perempuan baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun bernegara. Budaya patriarki dan social values di Indonesia menuntut perempuan untuk tidak berpartisipasi di ranah politik maupun pemerintahan. Sistem beserta arah kebijakan pemerintah terhadap isu perempuan kian responsif gender.
Namun demikian, posisi perempuan tetap rentan terhadap berbagai bentuk manipulasi politik dan sering dipakai sebagai alat legitimasi. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan, bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai warga negara adalah setara. Kuota minimal 30% keterwakilan perempuan diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang parpol.
Kurangnya keseimbangan gender di sektor politik dan pemerintahan dapat menghambat partisipasi perempuan dalam ranah publik. Dalam perspektif perempuan, politik haruslah mencakup seluruh kehidupan baik di ranah publik maupun privat. Melekatnya sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama (patriarki) membuat perempuan harus berjuang ekstra untuk memenuhi keterwakilannya di kursi parlemen.
Satu hal yang harus diingat kembali bahwasannya perempuan Indonesia berhak atas sesuai konstitusi Republik Indonesia (Undang-Undang Dasar 1945) yang mana telah menjamin hak-hak yang sama antara laki-laki dan perempuan, termasuk hak untuk mengemukakan pendapat. Maka, tidak ada yang membatasi kiprah perempuan di kancah legislatif.
Baiknya, kesadaran masyarakat terus meningkat untuk memercayakan nasib bangsa ini kepada para Srikandi Indonesia. Hal ini terbukti dengan keberadaan lima orang menteri perempuan di pemerintahan saat ini. Jika kata Komnas Perempuan, mereka harus merdeka dalam berkarya dan bebas dari kekerasan. Hampir 75 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat tiap tahun baik dilatarbelakangi oleh budaya patriarki, kebijakan & regulasi yang tidak adil terhadap perempuan maupun politik dan hukum yang tidak berperspektif perempuan.
Masalah ini banyak diperdebatkan di lingkungan kita, bagaimana menurut Youdics? Boleh kaitkan dengan teori sosiologi ya. Sepertinya menarik, ditunggu di kolom komentar.