Kuantitas atau Kualitas ? Mana yang lebih digemari masyarakat Indonesia?

Sebagai seorang konsumen, tentunya kita menginginkan produk yang memiliki kuantitas dan kualitas yang tinggi. Akan tetapi realitanya kita sering dihadapkan dengan produk yang memiliki kualitas yang tinggi dengan kuantitas yang signifikan rendah, atau sebaliknya.

Sebagai contoh.

  • Terdapat seorang content creator yang memaksimalkan kualitas konten yang dia buat hingga memakan waktu berbulan-bulan untuk satu konten. Misalnya membuat animasi.

  • Disisi lain terdapat juga seorang content creator yang membagikan kontennya setiap hari, walaupun hanya sekedar daily vlog dia saja.

Menurut kalian mana yang lebih digemari masyarakat Indonesia ? dan kenapa ?

Menurut saya kualitas, karena diera 4.0 sekarang ini. Kualitas lebih unggul dibandingkan kuantitas. Dimana kualitas dianggap sebagai Piramida teratas dalam sistematika suatu proporsi. Kualitas juga menunjukkan bagaimana seorang individu mempunyai skill yang berada didalam dirinya sendiri. Dengan kualitas pula seorang HRD mampu merekrut individu/pelamar kerja kesuatu perusahaan.

Kalau ini dari segi Manajemen Sumber Daya Manusia berarti ya ?
Boleh dijelaskan lagi sedikit lebih rinci lagi kenapa di era 4.0, kualitas lebih unggul ?

Jujur kalau saya pribadi juga lebih menyukai karyawan atau rekan kerja yang memiliki kualitas yang tinggi, akan tetapi akan berdapak cost lebih bagi perusahaan. Dari sisi lain juga dengan kuantitas karyawan juga, perusahaan bisa memiliki man power yang kuat.

Menurut saya Implementasi Industri 4.0 akan membawa beberapa perubahan paradigma, baik itu cara bekerja, proses manufaktur, keterampilan sumber daya manusia yang dibutuhkan, maupun cara konsumsi. Untuk itu, kualitas SDM menurut saya harus lebih ditingkatkan lagi untuk menyongsong diera 4.0 pada saat ini.

1 Like

Menurut Saya dalam pembelian produk, kebanyakan masyarakat Indonesia lebih memilih kuantitas daripada kualitas. Tidak dipungkiri dalam penjualan beras murah subsidi akan lebih laris daripada beras yang berkualitas. Hal ini terjadi karena dari kecil sendiri masyarakat Indonesia sudah lebih diajari untuk membeli kuantitas daripada kualitas. Seperti saat anak-anak ingin membeli mainan, orang tua akan lebih memilih mainan yang jumlahnya banyak daripada yang kualitasnya tinggi.

Dan dalam konteks content creator sendiri, lebih banyak masyarakat yang suka melihat daily vlog youtube artis yang sering melakukan upload konten. Daripada melihat konten yang bagus tapi jarang di upload. Jadi untuk rata-rata orang Indonesia akan memilih kuantitas daripada kualitas.

1 Like

Ahh oke-oke, saya setuju. Karena otomasi dan komputerisasi di era 4.0 ya, sehingga mengurangi kebutuhan akan kuantitas karyawan.

Saya jadi teringat pernah membahas topik mengenai dampak revolusi industri 4.0 terhadap tenaga kerja.

SEMARANG.KOMPAS.com - Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengungkapkan, sebanyak 23 juta pekerja Indonesia sudah mulai terdampak oleh sistem otomatisasi di era revolusi industri 4.0.

Terimakasih @Madeline_Nasution, topiknya jadi menarik.

Referensi

Menteri Tenaga Kerja: 23 Juta Pekerja Indonesia Terdampak Otomatisasi di Era Revolusi Industri 4.0

Kalau untuk content creator menurut saya tergantung dari sasaran penotonnya menurut saya. Seperti contohnya konten milik Arief Muhammad yang lebih banyak daily vlog tapi penontonnya masih banyak dan engagement nya makin oke baik di Instagram maupun di Youtube. Akan tetapi juga ada konten milik Tasya Farasya yang lebih mementingkan kualitas, karena isinya yang review skincare, make up, dll yang harus ada persiapan dan riset terlebih dahulu.

Begitu juga dengan produk.Semua bergantung pada sasaran konsumennya. Kalau sasaran konsumen menengah ke atas, pasti yang diunggulkan dalam produk adalah kualitas. Lalu sebaliknya, sasaran konsumen menengah ke bawah yang diunggulkan adalah kuantitas.

Oleh karena itu, bisa saya simpulkan semua bergantung pada sasaran penonton/pembeli nya.

1 Like

Terimakasih @sanysabrin penyampaian ilustrasinya saya suka. Sangat setuju, apalagi semasa pandemi ini ya. Istilahnya yang penting bisa makan lah.

Tapi di sisi lain terdapat perubahan perilaku masyarakat seperti hedonisme akibat globalisasi. Banyak yang merasa gengsi dengan produk berkualitas rendah.

Menurut @sanysabrin bagaimana ? kira-kira saat ini cukup banyak atau hanya segelintir orang saja ?

Untuk perilaku gengsi menggunakan produk berkualitas rendah ini, biasanya cukup banyak muncul pada orang yang memiliki penghasilan cukup tinggi atau bisa dibilang kalangan ekonomi menengah ke atas yang hidupnya mengikuti kegiatan sosialita dan cukup eksis di dunia per medsosan. Meskipun juga ada kaum menegah kebawah yang melakukan hal ini dengan cara memaksakan diri menggunakan produk KW yang dilabeli dengan logo produk yang bergengsi atau elit.

Jadi, sebenarnya tentang permasalahan gengsi menggunakan produk berkualitas rendah ini akan tetap kontradikitif, karena tidak bisa dipungkiri akan ada orang yang lebih memilih kuantitas dalam pembelian ataupun segi kualitas itu sendiri karena faktor keuangan ataupun lingkungan mereka masing-masing.

1 Like

aku sebagai masyarakat Indonesia memilih kualitas. karena menurutku akan sia-sia jika kuantitasnya banyak namun kualitasnya atau sisi baiknya tidak sesuai dengan keinginan kita. jika kuantitasnya banyak namun kualitasnya buruk, aku merasa akan bekerja lebih banyak untuk mendapatkan kualitas yang baik itu.

seperti contoh diatas, aku rasa proses editingnya kurang maksimal karena memaksa kinerja untuk cepat selesai. jika masih ada yang dirasa kurang sesuai ya gapapa lanjut saja yang penting jadi vlognya. hal seperti ini tidak menjamin bahwa vlog tersebut menarik perhatian viewer hingga setiap harinya viewer berkurang. nah itu lah salah satu akibat jika lebih memperhatikan kuantitas daripada kualitas.

1 Like

Setiap produk yang dihasilkan tentunya memiliki kelebihan masing-masing. Tengoklah untuk sabun mandi, ada banyak varian dengan kelebihan masing-masing. Ada yang bermain pada kelas sabun kecantikan, sabun kesehatan atau sabun herbal. Kemasan dan kualitas yang diusung pun menyesuaikan dengan segmen pasar yang dibidik. Ada yang berharga ribuan bahkan ada yang ratusan ribu. Ada pula produk yang diproduksi massal dengan menggunakan mesin pabrik namun ada pula yang dibuat dengan keterampilan tangan (handmade). Misalnya pengrajin perak, pengrajin emas, pembuatan mobil ultramewah macam Rolls Royce, Bentley, dan pengrajin batik tulis dimana keindahan dan sentuhan seni memang dilakukan melalui sentuhan tangan. Sehingga kualitas tinggi namun dari segi kuantitas bisa dikatan terbatas.

Bagaimana kaitan antara kualitas dan kuantitas produk, mana yang lebih penting?

Untuk barang langka tentunya kualitas yang utama dan untuk kuantitas, semakin sedikit maka semakin tinggi harga barang langka tersebut. Namun untuk barang konsumsi, maka kualitas yang baik tentunya akan semakin baik jika diikuti oleh kuantitas produk yang tinggi dan berhasil dijual hingga tangan konsumen. Misalnya, untuk sabun mandi tadi, kualitas yang bagus, tentunya akan sayang jika tidak dibarengi kuantitas yang tinggi pula. Mengingat sabun merupakan kebutuhan pokok manusia modern. Sayang jika tidak memikirkan kuantitas produksi, tidak akan bisa menguasai pasar jika tidak siap pada kuantitas. Membangun kualitas produk tentunya memerlukan tahapan dan standar. Perlu dilakukan survey terlebih dahulu agar kualitas produk dapat memenuhi keinginan konsumen. Karena sebagai produsen, tidak bisa egois dan hanya memikirkan apa yang dirasanya sendiri. Bahkan perlu dilakukan tes pasar untuk mengetahui apakah kualitas tersebut bisa diterima konsumen. Dan jika sudah dapat ditemukan kualitas yang tepat maka untuk seterusnya kualitas dipertahankan bahkan ditingkatkan secara dinamis. Sedangkan kuantitas, besarnya kuantitas tergantung pada strategi marketing yang dilakukan. Jika memang untuk penjajagan pasar, kuantitas bisa dalam jumlah kecil namun jika ingin langsung booming dan disertai pola marketing yang ‘gila-gilaan” maka kuantitas dalam jumlah besar bisa dilakukan. Pada dasarnya, konsumen akan mencari produk berkualitas kecuali mereka tidak memiliki banyak pilihan karena keterbatasan, misalnya keterbatasan budget. Namun konsumen akan mengejar kepuasan dan ini berhubungan erat dengan kualitas.

1 Like

Menurut saya, ini tergantung apa yang dibutuhkan.
Barang investasi tentunya membutuhkan kualitas tinggi sehingga bisa diperjualkan dikemudian hari dengan harga lebih tinggi.
Barang yang sekali pakai atau ekspektasi umur pakainya rendah, lebih mengutamakan kuantitas. Misalnya saya ingin membeli kertas HVS untuk print dan segala macam kebutuhan, saya pasti akan memilih HVS yang mid-quality tapi dapat jumlah lembar banyak per pack daripada high quality dengan jumlah lembar lebih sedikit.

1 Like