Komplikasi apa yang muncul akibat Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)?

Komplikasi yang biasa muncul akibat Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) antara lain ; Gangguan Keseimbangan Asam-Basa, Polisitemia, Cor Pulmonale dan Pneumothorax.

Gangguan Keseimbangan Asam-Basa

Pasien PPOK dapat mengalami asidosis respiratori yang disebabkan karena keadaan hipoventilasi dan peningkatan PaCO2. Hal ini berhubungan dengan kegagalan ventilasi atau gangguan pada pengontrolan ventilasi. Tubuh dapat mengkompensasi keadaan tersebut yaitu dengan meningkatkan konsentrasi bikarbonat dengan menurunkan sekresinya oleh ginjal (Chan & Winn, 2003).

Asidosis respiratori yang tidak ditangani dengan tepat, dapat mengakibatkan kondisi dispnea, psikosis, halusinasi, serta ketidaknormalan tingkah laku bahkan koma. Hiperkapnia yang berlangsung lama atau kronik pada pasien PPOK akan menyebabkan gangguan tidur, amnesia, perubahan tingkah laku, gangguan koordinasi dan tremor (DuBose, 2005).

Respon yang diberikan tubuh pada keadaan asidosis respiratori yaitu dengan meningkatkan ventilasi alveolar yang ditentukan oleh adanya perubahan konsentrasi hidrogen di dalam cairan serebrospinal yang kemudian akan mempengaruhi kemoreseptor di medula. Cairan serebrospinal relatif tidak mengandung buffer nonbikarbonat sehingga karbondioksida dapat berdifusi menembus Blood Brain Barrier (BBB) dimana karbondioksida tersebut berkontribusi pada peningkatan konsentrasi hidrogen. Kenaikan PaCO2 yang signifikan akan meningkatan kadar bikarbonat serum. Peningkatan 10 mmHg PaCO2, dapat meningkatkan bikarbonat sebanyak 1 mmol/L. Selain itu, ginjal juga memiliki peran yang penting pada peningkatan kadar bikarbonat, dimana ginjal melakukan fungsi reabsorbsi bikarbonat di tubulus proksimal sebagai kompensasi untuk menormalkan pH pada keadaan asidosis (Chan & Winn, 2003).

Polisitemia

Keadaan pasien dengan level oksigen di sirikulasi rendah atau hipoksemia kronik dapat meningkatkan jumlah sel darah merah. Hal tersebut sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi hipoksia dan bertujuan untuk memproduksi lebih banyak hemoglobin untuk membawa oksigen yang terdapat di sirkulasi. Namun, kekurangan dari mekanisme ini yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah. Viskositas darah yang meningkat juga meningkatkan resiko terjadinya thrombosis pada vena dalam atau deep vein thrombosis, emboli pada paru maupun vaskular.

Konsistensi darah yang lebih kental dari normal mempersulit proses pemompaan darah ke dalam jaringan tubuh dan akan mengurangi pengantaran oksigen. Untuk menghindari keadaan tersebut, tindakan venesection harus dipertimbangkan untuk dilakukan apabila nilai packed cell volume (PVC) lebih besar dari 60% pada pria dan 55% pada wanita (Barnett, 2006).

Cor Pulmonale

Cor pulmonale atau disebut juga gagal jantung bagian kanan merupakan keadaan yang diakibatkan oleh meningkatnya ketegangan dan tekanan ventrikel bagian kanan (hipertrofi ventrikel kanan). Peningkatan resistensi vaskular paru dikarenakan hipoksia yang diinduksi oleh vasokonstriksi pada pembuluh kapiler paru membuat tegangan yang lebih berat pada ventrikel kanan. Selanjutnya, dalam waktu singkat hal tersebut dapat menyebabkan hipertrofi dan kegagalan fungsi ventrikel kanan. Hal ini akan menimbulkan keadaan edema periferal yang berkembang menjadi gagal jantung kanan, dimana cairan dari kapiler akan merembes ke dalam jaringan dan menyerang jaringan (Barnett, 2006).

Pneumothorax

Peumothorax dapat terjadi secara spontan pada pasien dengan emfisema. Pada kondisi emfisema, kerusakan rongga udara pada alveoli disebut bullae. Bullae tersebut dapat ruptur dengan mudah yang menyebabkan udara di dalam alveoli akan keluar menuju ke rongga pleura dan menyebabkan syok paru-paru.

Gejala dari pneumothorax yaitu peningkatan nyeri dada pleuritik yang tiba-tiba serta peningkatan sesak. Keadaan ini dapat diidentifikasi dengan melakukan pemeriksaan X-ray rongga dada. Manajemen terapi pneumothorax ditentukan berdasarkan ukuran pneumothorax.

Pneumothorax kecil tanpa gejala seringkali akan sembuh dengan sendirinya, pneumothorax median dan berat memerlukan tindakan khusus dari ahli medis (Barnett, 2006).

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :

  1. Gagal napas
    • Gagal napas kronik
    • Gagal napas akut pada gagal napas kronik
  2. Infeksi berulang
  3. Kor pulmonal

Gagal napas kronik :

Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :

  • Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
  • Bronkodilator adekuat
  • Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
  • Antioksidan
  • Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Ditandai oleh :

  • Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
  • Sputum bertambah dan purulen
  • Demam
  • Kesadaran menurun

Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.

Kor pulmonal :

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan

Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003