Komplikasi apa saja yang dapat terjadi selama proses penyembuhan luka?

Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, membran mukosa dan tulang atau organ tubuh yang lain.

Komplikasi apa saja yang dapat terjadi selama proses penyembuhan luka ?

Sejumlah komplikasi dapat terjadi selama proses penyembuhan luka. Komplikasi tersebut dapat disebabkan oleh proses yang mendasari, penyakit yang diderita, kondisi gizi dan kesalahan teknik operasi atau terapi yang tidak adekuat, antara lain:

  1. Infeksi
    Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala muncul 2 – 7 hari setelah pembedahan, antara lain adanya sekret purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih (Anonim, 2008; Ismail, 2008).

  2. Perdarahan
    Perdarahan dapat menunjukkan adanya suatu pelepasan jahitan, adanya gangguan faktor pembekuan pada daerah jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Tanda-tanda hipovolemia tidak langsung terlihat saat terjadi perdarahan. Jika perdarahan terjadi terus menerus, penambahan tekanan balutan luka steril , pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan (Anonim, 2008; Ismail, 2008).

  3. Dehiscence dan Eviscerasi
    Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehisensi adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Sedangkan eviscerasi adalah keluarnya isidi bawah jahitan luka melalui daerah irisan. Biasanya didahului oleh infeksi, selain itu sejumlah faktor meliputi kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi mempertinggi resiko terjadinya dehisensi luka. Dehisensi luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kolagen meluas di daerah luka (Sjamsudidajat R, 2005).

Komplikasi yang dapat terjadi pada luka antara lain :

  1. Infeksi
  2. Dehisensi jahitan
  3. Benda asing tertinggal.
  4. Kerusakan jaringan yang lebih dalam tidak teridentifikasi.
  5. Pembentukan parut.

Kontraindikasi penutupan luka secara primer :

  1. Infeksi.
  2. Luka dengan jaringan nekrotik.
  3. Waktu terjadinya luka lebih dari 6 jam sebelumnya, kecuali bila luka di area wajah.
  4. Luka kotor yang tidak dapat dibersihkan secara sempurna, sehingga masih terdapat benda asing di dalam luka.
  5. Perdarahan dari luka.
  6. Diperkirakan terdapat “dead space” setelah dilakukan jahitan.
  7. Tegangan dalam luka atau pada kulit di sekitar luka terlalu tinggi, mengakibatkan perfusi jaringan di sekitar luka buruk.

Terkadang luka dapat dibiarkan terbuka tanpa usaha menutup luka secara primer, bila :

  1. Luka berukuran kecil (kurang dari 1.5 cm).
  2. Struktur penting di bawah kulit tidak terpapar.
  3. Luka tidak terletak di area persendian dan area yang penting secara kosmetik.
  4. Luka bakar derajat 2.
  5. Waktu terjadinya luka lebih dari 6 jam sebelumnya, kecuali bila luka di area wajah.
  6. Luka terkontaminasi (highly contaminated wounds), misalnya luka gigitan (binatang atau manusia) atau luka yang sangat kotor.
  7. Diperkirakan terdapat “dead space” setelah dilakukan jahitan (gambar ….). Dead space terjadi karena hilangnya sebagian jaringan subkutan, atau bila terdapat oedema kulit di sekitar luka. Jika luka ditutup secara primer, darah akan terkumpul dalam dead space, sehingga akan meningkatkan risiko infeksi dan memperlambat proses penyembuhan luka.
  8. Kulit yang hilang akibat luka cukup luas atau di sekeliling luka terdapat oedema jaringan yang hebat. Bila dilakukan penutupan luka secara primer, biasanya jahitan akan menjadi terlalu kencang sehingga akan mengganggu vaskularisasi jaringan di tepi luka. Jaringan akan mengalami iskemia dan nekrosis.

image
Gambar Dead space

Pada penyembuhan luka sekunder, tepi luka tidak dapat menyatu dengan mudah, karena terjadi hilangnya jaringan yang cukup luas atau karena infeksi. Biasanya luka terbuka, dengan pembentukan kavitas. Penyembuhan dimulai dari dasar luka dan diakhiri dengan kontraksi tepi-tepi luka.

image
Gambar Terbentuknya jaringan granulasi pada penyembuhan sekunder, A. Luka dibiarkan terbuka, B. Luka mengecil setelah 2 minggu dressing dengan salep antibiotika, C. Jaringan parut setelah luka sembuh.

Luka harus dinilai secara cermat untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya kerusakan strukturinternal yang memerlukan eksplorasi segera di ruang operasi.Evaluasi dan mencuci luka sering menyakitkansehingga terkadang diperlukan pemberian anestesi lokal.

Lamanya penyembuhan luka bervariasi, tergantung pada faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi penyembuhan luka.Pemilihan balutan utamanya bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang optimal bagi penyembuhan luka.
Penyembuhan luka tersier, biasanya terjadi jika dokter menilai penutupan luka secara primer belum dapat dilakukan karena adanya infeksi, gangguan vaskularisasi atau regangan berlebihan pada tepi-tepi luka. Dokter akan memberikan antibiotika dan antiinflamasi untuk menghilangkan infeksi, inflamasi dan memperbaiki vaskularisasi jaringan. Biasanya pasien diminta datang kembali 3-4 hari kemudian untuk dilakukan re-assessment luka dan dilakukan penutupan secara primer jika kondisi luka sudah memungkinkan. Selama menunggu penutupan secara primer, perawatan luka sama dengan perawatan luka yang ditutup secara sekunder.

Komplikasi utama setelah tindakan penjahitan luka adalah infeksi dan dehisensi. Pasien harus diberi informasi bagaimana mengenali tanda-tanda awal infeksi pada luka dan sekitar luka. Tanda-tanda tersebut jangan sampai disalahartikan sebagai tahapan inflamasi dari penyembuhan luka, yang biasanya terjadi 3-7 hari setelah penutupan luka. Bila terjadi dehisensi luka, maka pilihan penatalaksanaannya adalah dengan penyembuhan sekunder atau tersier.