Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada pasien hipertensi atau tekanan darah tinggi?

tekanan darah tinggi

Komplikasi adalah sebuah perubahan tak diinginkan dari sebuah penyakit, kondisi kesehatan atau terapi. Penyakit dapat menjadi memburuk atau menunjukkan jumlah gejala yang lebih besar atau perubahan patologi, yang menyebar ke seluruh tubuh atau berdampak pada sistem organ lainnya.

Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada pasien hipertensi atau tekanan darah tinggi ?

Apabila terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya bagi orang yang sudah menderita hipertensi sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada penderita akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya.

Pada usia lanjut, prevalensi gagal jantung dan strok tinggi, yang keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu pengobatan hipertensi yang optimal penting sekali dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.

Suatu peninggian yang menetap dalam tekanan arterial sistolik dan atau diastolik atas penyebab primer (hipertensi esensial) atau sekunder, keduanya dapat mengganggu fungsi jantung, otak, atau ginjal jika tidak terkendali.

komplikasi hipertensi

Pada umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah :

  1. Jantung

    • hipertrofi ventrikel kiri
    • angina atau infark miokardium
    • gagal jantung
  2. Otak

    • stroke atau transient ishemic attack
  3. Penyakit ginjal kronis

  4. Penyakit arteri perifer

  5. Retinopati

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down-regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitifitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).

Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskular.

Faktor risiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi antara lain adalah :

  • Merokok
  • Obesitas
  • Kurangnya aktivitas fisik
  • Dislipidemia
  • Diabetes melitus
  • Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG < 60 ml/menit
  • Umur (laki-laki > 55 tahun, perempuan 65 tahun)
  • Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki- laki < 55 tahun, perempuan < 65 tahun)

Komplikasi pada Jantung


Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Penyakit jantung hipertensi merujuk kepada suatu keadaan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif.

Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) adalah suatu keadaan yang menggambarkan pertambahan atau penebalan massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung. Hipertrofi ventrikel kiri yang terjadi pada hipertensi mula- mula merupakan proses adaptasi fisiologis, akan tetapi dengan penambahan beban yang berlangsung terus HVK akan menjadi proses patologis. Hal ini terjadi bila telah dilampaui suatu masa kritis ventrikel kiri, sehingga menurunkan kemampuan jantung dan menurunkan cadangan pembuluh darah koroner.

Hipertrofi ventrikel kiri merupakan remodeling struktur jantung untuk menormalisasikan regangan dinding. Hipertrofi miokardium akan menurunkan regangan dinding agar fungsi jantung tetap normal. Selain pertumbuhan miosit dijumpai juga penambahan struktur kolagen berupa fibrosis pada jaringan interstisial dan perivaskular fibrosis reaktif koroner intramiokardial. Respon sel miosit terhadap stimulus tersebut menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit terjadi sebagai mekanisme kompensasi peningkatan tekanan afterload. Stimulus mekanis dan neurohormonal yang menyertai hipertensi akan mengaktivasi pertumbuhan sel miokard, ekspresi gen dan berujung kepada hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu aktivasi sistem renin-angiotensin akan menyebabkan pertumbuhan intestitium dan komponen sel matriks.

Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan tekanan sistemik ditandai dengan penebalan dinding ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk, kapasitasnya membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung. Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat asimptomatis (tanpa gejala).

Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimptomatis biasanya mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output.

Dalam waktu yang lama, fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun. Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-angiontensin, sehingga meretensi garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.

Pada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai nyeri dada / angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan di ventrikel kiri dan transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan otot jantung yang membesar akan menyebabkan nyeri dada. Hal ini diperparah jika terdapat penyulit seperti aterosklerosis. Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard karena penambahan massanya.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran jantung dengan denyut ventrikel kiri yang menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat) sering terdengar pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark. Sebagian besar kematian dengan hipertensi disebabkan oleh infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin II.

Komplikasi pada Otak


Komplikasi hipertensi pada otak

Komplikasi hipertensi pada otak dapat berupa ensefalopati hipertensi, hipertensi maligna, stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (iskemik). Penanganan penderita hipertensi dengan komplikasi otak dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu keadaan bukan krisis hipertensi yang terjadi pada stroke non hemoragik, dan keadaan krisis hipertensi yang didapatkan pada ensefalopati hipertensi, stroke hemoragik dan hipertensi maligna.

Pada hipertensi dapat terjadi perubahan patologik pada pembuluh darah otak, perubahan ini akan mengganggu perfusi darah ke otak, yang pada gilirannya akan menimbulkan kelainan pada jaringan otak. Manifestasi dari kelainan ini dalam klinik dikenal sebagai Cerebrovascular Disease (CVD) atau Stroke.

Komplikasi hipertensi pada otak dapat bersifat akut atau kronik. Komplikasi hipertensi pada otak yang sifatnya akut biasanya karena kenaikan tekanan darah yang cepat dan mendadak seperti pada ensefalopati hipertensi. Sedangkan komplikasi yang bersifat kronik berupa kelainan-kelainan pembuluh darah otak berupa:

  1. Nodular atherosklerosis (atheroma)
    Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terpenting untuk terjadinya atheroma di pembuluh darah otak. Faktor risiko lainnya adalah: diabetes melitus, merokok, hiperkolesterolemia. Atheroma dapat menyebabkan komplikasi stroke non hemoragik.

  2. Charcot-Bouchard aneurysm
    Hipertensi dianggap sebagai satu-satunya faktor utama untuk terjadinya aneurisma ini. Tekanan darah yang terus menerus tinggi dan sudah disertai komplikasi aneurisma Charcot-Bouchard dapat mengakibatkan komplikasi stroke hemoragik.

  3. Fibrinoid necrosis
    Komplikasi lain hipertensi pada pembuluh darah otak adalah terjadinya fibrinoid necrosis. Kelainan pembuluh darah ini akan bermanifestasi klinis sebagai hipertensi maligna.

1. Ensefalopati Hipertensi

Hypertensive encephalopathy (HE) atau ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut reversibel yang dipresipitasi oleh kenaikan tekanan darah tiba-tiba sehingga melampaui batas otoregulasi otak. HE dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau 225 mmHg.

Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda- tanda fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau transient ischemic attack.18,30

Ada 2 teori yang dapat menerangkan patofisiologi HE yaitu :

  1. Reaksi otoregulasi yang berlebihan (The overregulation theory of hypertensive encephalopathy).

    Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi vasospasme arteriol yang hebat disertai penurunan aliran darah otak dan iskemi. Vasospasme dan iskemi akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, nekrosis fibrinoid, dan perdarahan kapiler yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan sawar darah-otak sehingga dapat timbul edema otak.

    image
    Gambar Teori overregulasi pada Hipertensi ensefalopati

  2. Kegagalan otoregulasi (The breakthrough theory of hypertensive encephalopathy).

    Tekanan darah tinggi yang melampaui batas regulasi dan mendadak menyebabkan kegagalan otoregulasi sehingga tidak terjadi vasokonstriksi tetapi justru vasodilatasi. Vasodilatasi awalnya terjadi secara segmental (sausage string pattern), tetapi akhirnya menjadi difus. Permeabilitas segmen endotel yang dilatasi terganggu sehingga menyebabkan ekstravasasi komponen plasma yang akhirnya menimbulkan edema otak.

    image
    Gambar Teori Breakthrough pada Ensefalopati hipertensi

2. Gangguan Peredaran Darah Otak (Stroke Hemoragik)

Tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah otak/stroke hemoragik; yang dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu: perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral.

  1. Perdarahan Subarachnoid

    Pada perdarahan subarachnoid, darah keluar dari dinding pembuluh darah menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak (LCS) ke dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan seringkali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak (pada sirkulasi Willisi). Umumnya PSA timbul spontan, 10% disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas.

    Gejala PSA :

    1. Serangan mendadak dengan nyeri kepala hebat didahului suatu perasaan ringan atau ada sesuatu yang meletus di dalam kepala.

    2. Kaku kuduk merupakan gejala spesifik yang timbul beberapa saat kemudian.

    3. Kesadaran dan fungsi motorik jarang terganggu.

    4. CSS berwarna merah yang menunjukkan perdarahan dengan jumlah eritrosit lebih dari 1000 /mm3.

  2. Perdarahan Intraserebral (PIS)

    Istilah perdarahan intraserebral melukiskan perdarahan yang langsung masuk ke substansi otak. Sekitar 70-90 % kasus PIS disebabkan oleh hipertensi. Perdarahan akibat pecahnya arteri perforata subkortikal yaitu: a.lentikulostriata dan a.perforata thalamika (ciri anatomis khas untuk PIS akibat hipertensi).

    Patogenesis PIS adalah akibat rusakya struktur vaskuler yang sudah lemah akibat aneurisma, yang disebabkan oleh kenaikan tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang melebihi toleransi.

    Penyebab PIS adalah pecahnya mikroaneurisma Charcot-Bouchard akibat kenaikan tekanan darah.

    Gejala dan tanda klinis berkaitan dengan lokasi, kecepatan perdarahan dan besarnya hematom. Serangan selalu terjadi mendadak, saat aktif baik aktivitas fisik maupun emosi, jarang saat istirahat. Gejala awal merupakan manifestasi kenaikan tekanan darah seperti : nyeri kepala, mual dan muntah, epistaksis, penurunan daya ingat. Penurunan kesadaran sampai koma akibat kegagalan otoregulasi atau kenaikan tekanan intrakranial akibat adanya hematom. Hematom >3 cm dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

    Kejang didapatkan pada 7-11% kasus. Kaku kuduk dapat dijumpai jika perdarahan mencapai ruang subarachnoid. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan/kelumpuhan separuh badan kontralateral terhadap sisi lesi dengan refleks Babinski positif. Defisit motorik ini berkembang dalam beberapa menit sampai beberapa jam.

    Di sekitar tempat perdarahan biasanya terjadi reaksi spasme pembuluh darah; penurunan tekanan darah dapat menghilangkan spasme yang bahkan akan memperbanyak perdarahan. Dalam hal ini sebaiknya tekanan darah diturunkan hati-hati dengan selalu mengevaluasi keadaan neurologiknya. Prognosis tergantung dari luas kerusakan jaringan otak dan lokasi perdarahannya.

    Pengobatan sebaiknya menggunakan antihipertensi parenteral yang dapat dititrasi efeknya seperti nitroprusid.

  1. Stroke Non Hemoragik (SNH)

    Stroke Non Hemoragik (SNH) akibat hipertensi, terjadi akibat proses tromboemboli sebagai komplikasi arteriosklerosis nodular pembuluh darah otak. Hipertensi hanya merupakan salah satu faktor risiko arteriosklerosis di samping faktor risiko lain seperti hiperlipidemi dan diabetes melitus. Hipertensi dapat meningkatkan risiko aterotrombosis sampai 4 kali. Menurut hipotesis response to injury, aliran darah dapat menyebabkan denudasi/kerusakan sel endotel di tempat tertentu. Adanya faktor- faktor sistemik lain seperti dislipidemi, hipertensi, merokok, hiperglikemi dan lain-lain akan menyebabkan kaskade terjadinya atherosklerosis.

    Sekarang diketahui bahwa bukan denudasi endothel melainkan disfungsi endotellah yang merupakan salah satu manifestasi dini atherosklerosis. Disfungsi endotel yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko tradisional tersebut dapat terjadi secara lokal, akut dengan perubahan kronik yang meningkatkan permeabilitas plasma lipoprotein, pengurangan bioavailabilitas NO, hiperadhesi lekosit, gangguan keseimbangan zat vasoaktif, zat perangsang dan penghambat pertumbuhan, zat pro dan antithrombotik. Hal ini merupakan permulaan proses proliferatif di dinding arteri yang akan berkembang menjadi plak atherosklerosis.30

Komplikasi pada Mata


image

Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah retina.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina.

Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan pada vaskuler retina pada penderita tekanan darah tinggi. Perubahan patofisiologi pembuluh darah retina pada hipertensi, akan mengalami beberapa tingkat perubahan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa akan terjadi spasme arterioles dan kerusakan endotelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.

Kelainan pembuluh darah juga dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah. Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat memberikan gambaran seperti bintang (star figure).

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hialin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai ”copper wiring”.

Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Produk-produk lemak kuning keabuan yang terdapat pada dinding pembuluh darah bercampur dengan warna merah darah pada lumen pembuluh darah akan menghasilkan gambaran khas “copper- wire”. Hal ini menandakan telah terjadi arteriosklerosis tingkat sedang. Apabila sklerosis berlanjut, refleksi cahaya dinding pembuluh darah berbentuk “ silver-wire”.

Tahap pembentukan eksudat, akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.

Klasifikasi

Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith et al. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati digunakan dalam praktek sehari-hari.

Tabel Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (KW) (1939)
image
image

Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi tergantung dari berat ringan nya tanda - tanda yang terlihat pada retina.

Tabel Klasifikasi retinopati hipertensi berdasarkan berat ringannya tanda-tanda pada retina
image
image

Komplikasi pada Ginjal


ginjal hiperteni

Hipertensi dan penuaan, keduanya berdampak pada fungsi ginjal. Pasien tua lebih mungkin untuk memiliki Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD), biasanya ditegaskan berdasarkan pengukuran perkiraan laju filtrasi glomerulus atau estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR) yaitu ≤ 60 mL / menit per 1,73 m2. 75% dari Populasi CKD adalah ≥ 65 tahun. Systolic Blood Pressure (SBP) atau tekanan darah sistolik adalah prediktor independen yang kuat dalam penurunan fungsi ginjal pada pasien yang lebih tua dengan ISH.

Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat pada penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus dan ± 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga sering terjadi pada pasien-pasien ini.

Komplikasi pada Pembuluh Darah Perifer


Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah manifestasi utama dari atherosklerosis sistemik pada daerah tungkai. PAP merupakan suatu petanda adanya kelainan kardiovaskular (infark miokard, stroke) dan kelainan vaskular berhubungan dengan kematian. Pembentukkan atherosklerosis sebagai kompensasi arteri menyebabkan pembuluh darah meningkat ukurannya. Lesi tahap lanjut yang mengganggu lumen yang akhirnya menyebabkan aliran darah menjadi terbatas sehingga terjadi stenosis dan iskemik kronis.

Prevalensi PAP meningkat seiring bertambah nya usia. Pada Framingham Heart Study didapatkan bahwa usia ≥ 65 tahun risiko PAP meningkat. Hampir semua penelitian epidemiologi juga menunjukkan hubungan yang kuat antara PAP dan hipertensi. Pasien PAP dengan hipertensi lebih besar peningkatan terjadinya stroke dan infark miokard.

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya antibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase dan lain-lain.

Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitifitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β) (Yogiantoro,2006).


Gambar Diagram Komplikasi Hipertensi