Kisah Putroe Neng, bersuami seratus di Aceh

pitro neng

Kisah Putroe Neng (Nian Nio Liang Khie) Aceh.

Diceritakan kembali oleh: Siti Syifa

Pada zaman kerajaan dahulu, masuknya agama Islam pertama di Indonesia melalui Aceh. Saat itu, Aceh merupakan Bandar perdagangan rempah-rempah di Sumatera, tentunya para saudagar dari berbagai belahan bumi datang untuk melakukan perdagangan. Dan hal tersebut juga berdampak pada keadaan sosial dan budaya masyarakat Aceh. Mulai dari tradisi Peusijuk, pengaruh dari budaya India, hingga beberapa ritual tertentu. Tak hanya keadaan sosial budaya, dalam aspek agama pun mulai tersentuh secara perlahan. Islam yang masuk ke Aceh diperkirakan karena pengaruh saudagar Timur Tengah yang bertamu ke daerah Samudera Pasai.

Kala itu, saat Islam mulai menyentuh Samudera Pasai. Ada sekitar dua ribu lebih pasukan wanita berpakaian serba merah di bawah komando seorang putri cantik dan ibunya yang berketurunan Tiongkok. Mereka adalah pasukan daripada putri Nian Nio Liang Khie dan ibunya Liang Khie yang hendak menyerbu Kerajaan Indra Jaya, Indra Patra, dan Indra Puri, tujuan dari penyerangan oleh pasukan wanita tersebut adalah menyatukan sejumlah kerajaan di Pulau Sumatera atau yang lebih dikenal sebagai Pulau Ruja kala itu.

Kerajaan Indra Purba yang dipimpin oleh Raja Indra Sakti, ketika mendegar berita bahwa kerajaan tetangga diserang, Saat itu juga, Raja Indra Sakti meminta bantuan prajurit perang dari Kerajaan Islam di Peureulak, guna mempersiapkan penyerangan yang dilakukan oleh pasukan Nian Nio Liang Khie tersebut. Salah satu prajurit yang ikut tempur dalam peperangan tersebut adalah Sultan Meurah Johan.

Saat peperangan terjadi, pasukan Nian Nio Liang Khie dan pasukan Raja Indra Sakti bertempur dengan sengit demi mempertahankan tujuan mereka masing-masing, dan pada saat itu, pasukan Nian Nio Liang Khie mengalami kekalahan, ibunya Liang Khie tewas dalam peperangan tersebut. Sementara Nian Nio Liang Khie sendiri menjadi tawanan perang dan dikurung di penjara. Dari dalam kurungan pun, pesona putri cantik tersebut tak terbendung dan menarik hati siapapun yang melihat. Tak terkecuali Sultan Meurah Johan, ulama sekaligus pendiri kerajaan Darud Donya Aceh Darussalam.

Kendati telah menikah dengan Putri Indra Kusuma, yang merupakan putri bungsu dari Kerajaan Indra Sakti, tetapi, Sultan Meurah Johan membuang perasaan cintanya kepada putri Nian Nio Liang Khie, dengan kata lain sudah kadung terpana oleh pesona putri berketurunan Tiongkok tersebut. Sultan Meurah Johan teringat, sebelum dia mempersunting putri Laksamana Tionkok tersebut, jangankan untuk mencintai, saling tersenyum saja tidak mungkin, karena keduanya adalah musuh bebuyutan di medan tempur. Hasrat keduanya adalah untuk saling menghabisi dan menunjukkan siapa yang paling hebat.

Setelah bergabung dengan Kerajaan Darud Donya, cinta Sultah Meurah Johan ternyata terbalaskan, akhirnya beliau menikahi putri keturunan Tiongkok itu, dan kala itu Nian Nio Liang Khie akhirnya memutuskan masuk Islam dan mengubah namanya menjadi Putroe Neng.

Namun pernikahan dengan Sultan Meurah Donya merupakan kisah pembuka bagi cerita kehidupan rumah tangga putri cantik tersebut. Pasalnya saat malam pertama tiba, tampak Putroe Neng terduduk malu di kamar pengantin tersebut, kecantikannya bagaikan rembulan dalam gelap. Bersinar, begitulah ungkapannya. Sultan Meurah Johan benar-benar bahagia menikah Putroe Neng. Namun, justru saat Sang sultan dan putri melakukan hubungan suami istri tersebut, beberapa menit kemudian Sultan meregang nyawa setelah menyentuh istrinya.Putroe Neng bergeming, membisu disamping tubuh suaminya yang sudah tak bernyawa.

Setelah kematian Sultan Meurah Johan, selanjtnya ada 98 laki-laki yang bernasib sama dengan Sultan Meurah Johan, setelah menjanda, kabar bahwa Putroe neng membawa sial merebak di masyarakat, Cerita tersebut menyebar dengan cepat, dan seiring itu kecantikan Putroe Neng yang memesona juga ikut tersorot dan menjadi buah bibir. Banyak laki-laki yang meminang Putroe Neng, karena terpikat oleh kecantikannya yang begitu ayu dan bersinar. Pinangan pun diterima dan satu persatu pula, laki-laki yang berstatus suaminya meninggal sesaat melakukan hubungan pada malam pertama. Putroe Neng hanya bisa menangis setiap kali suami-suaminya melakukan hubungan dengannya, pada akhirnya harus meregang nyawa mereka. Beliau bertanya-tanya ada apa gerangan dengan dirinya?. Hidupnya bagaikan kutukan bagi siapa yang ingin menikahinya.

Namun setelah sekian lama, Putroe Neng yang kesepian dan dihujani kesedihan bersama kutukan tersebut lenyap setelah dirinya dinikahi oleh Syeikh Syiah Hudam, yang merupakan suami keseratus yang menikahinya. Malam pertama mereka dilewati dengan kebahagian, tanpa ada yang meregang nyawa. Putroe Neng bahagia bukan main dan tak lagi merasa kesepian dan sendiri, namun sayangnya hingga akhir hayat, keduanya tidak mempunyai keturunan. Dan terungkap pula penyebab yang menyebabkan 99 suami lainnya tewas setelah menyentuh Putroe Neng, hal tersebut dikarenakan ada ‘senjata’ di kemaluan Putroe Neng yang disisipkan ke dirinya oleh sang Nenek yang merupakan bentuk upaya agar cucunya tidak menjadi korban pemerkosaan di saat perang terjadi dimana-mana.

AngKhi, sebutan Putro Neng kala usianya masih 7 tahunan, sang Nenek yang bernama Khie Nai-Naisaat ,menaruh sesuatu di alat kelaminnya, beliau khawatir cucunya menjadi korban keganasan perang yang saat itu benar-benar berkecamuk. Dan saat menjalani malam pertama dengan Syeikh Syiah Hudam, yang merupakan suami keseratus tersebut ternyata telah mengetahui ada sesuatu yang tersimpan pada alat kelamin sang istri. Maka diam-diam Syeikh Syiah Hudam berhasil mengeluarkan semacam susuk tersebut tanpa disadari oleh Putro Neng sendiri. Konon katanya, susuk tersebut dimasukkan ke dalam bambu dan dipotong menjadi dua bagian oleh Syeikh Syiah Hudam lalu satu bagian dibuang ke gunung, dan bagian lainnya dibuang ke laut. Setelah ‘senjata’ itu dikeluarkan, dikabarkan kecantikan Putroe Neng meredup. Meskipun demikian Syeikh Syiah Hudam berhasil melalui malam pertama dan selanjutnya dengan selamat.

Kisah Putroe Neng juga diabadikan dalam bentuk buku, buah karya Ayi Jufridar

Dikutip dari sumber : Misteri Putri Cantik Bersuami Seratus di Aceh - Regional Liputan6.com