Kisah orang-orang miskin di London pada tahun 1876

Pada pertengahan tahun 1870-an, fotografer Skotlandia, John Thomson, memotret kerja keras dan perjuangan harian ‘orang jalanan’ di London, dimana serangkaian foto ini meletakkan dasar bagi jurnalisme foto modern. Bekerja bersama seorang jurnalis radikal bernama Adolphe Smith, Thomson menghasilkan majalah bulanan ‘Street Life in London’ dari tahun 1876 hingga 1877.

Foto-foto yang diambil Thomson menggambarkan kehidupan nyata di London, menunjukkan orang-orang miskin dan bagaimana mereka berhasil bertahan hidup, dimana setiap adegan tersebut ditulis oleh Charles Dickens. Smith akan mewawancarai setiap subjek yang ada di foto sehingga foto-foto tersebut memberikan keaslian pada “teksnya”.

Thomson dan Smith menerbitkan foto dan wawancara mereka dalam sebuah buku pada tahun 1878, dimana “foto-foto yang diwarnai” ini diambil.

Foto-foto dibawah aslinya berwarna hitam puti, yang kemudia diedit dengan memberikan warna oleh Tom Marshall, seorang photo colouriser.

Foto diatas merupakan sekelompok orang jalanan yang sedang berkumpul di sekitar dealer dimana gerobaknya adalah salah satu yang paling menarik yang pernah saya lihat selama pengembaraan saya tentang kota London. Kisah pemiliknya diceritakan kepada saya dalam kata-kata berikut:

“Sekarang terdapat terlalu banyak ‘barang curian’ dan kebanyakan dari pencuri tersebut bukan pria yang seperti dulu. Saya harus mengatakan ada 1500 pedagang ‘barang curian’ di London, baik itu perempuan maupun anak laki-laki. Keuntungan yang didapat oleh para pedagang rata-rata sekitar empat belas shilling setiap minggunya. Saya sendiri mendapat sekitar lebih dari tiga puluh shilling seminggu. Dibutuhkan sekitar tiga puluh shilling untuk biaya hidup kami, sewa lima shilling seminggu, dan sisanya untuk pakaian, makanan, dan bahan bakar. Tiga atau empat tahun yang lalu saya bisa mendapatkan sebanyak dua pound pada hari Sabtu. Dari pendapatan itu, saya bisa mendapat untung sekitar dua puluh enam shilling. Sekarang saya belum mpernah mendapatkan keuntungan lebih dari lima shilling sehari, kecuali pada kesempatan tertentu yang sangat jarang sekali terjadi. Keuntungannya jauh lebih rendah saat ini. Keuntungan sepuluh shilling dianggap baik saat ini.”

*Seorang crawlers, yang fotonya ada diatas, adalah seorang janda yang bekerja sebagai penjahit, yang meninggal sekitar sepuluh tahun yang lalu. Dia hidup dengan menantunya, seorang penggosok batu marmer, yang saat ini berada dalam kesulitan karena kesehatannya yang buruk. *

Tampaknya, pertengkaran yang tak terhitung telah terjadi antara dia, istrinya, ibu mertuanya, dan ipar laki-lakinya, seorang pemuda berusia lima belas tahun. Akhirnya, setelah bertahun-tahun berselisih, sang ibu, memutuskan bahwa kehadirannya akan memperburuk masalah keluarga putrinya, dan memutuskan untuk meninggalkan rumah, bersama dengan putranya, tanpa uang sepeser. Sejak hari itu dia jatuh semakin rendah, dan sekarang duduk di antara para crawlers di London.

Kelas Nomaden yang saya tunjukkan diatas adalah orang-orang yang menghadiri pameran-pameran, pasar-pasar malam, dan menjual ornamen-ornamen murah dari pintu ke pintu. Pada musim-musim tertentu kelas ini ‘bekerja’ di bangsal biasa di pinggiran kota. Di musim-musim lain para anggotanya bermigrasi ke provinsi-provinsi lain, bekerja sebagai buruh panen.

Foto diatas, diambil di sebidang tanah kosong di Battersea, yang berkumpul di sekitar karavan William Hampton, seorang lelaki yang menikmati reputasi di antara rekan-rekannya, sebagai ‘seorang lelaki yang berbicara jujur’.

Dia dengan jujur ​​memiliki kegelisahan pada kehidupan nomaden, dan ketidakmampuannya untuk menetap di tempat tertentu. Dia juga berpendapat bahwa kemajuan pendidikan adalah salah satu gejala yang paling berbahaya, dan berbicara dengan nada penyesalan yang mendalam tentang bagaimana anak-anak yang baik dipaksa pergi ke sekolah saat ini.

‘Edukasi, tuan! Memberikan edukasi kepada mereka (anak-anak) membuat mereka menjadi lebih buruk. Mereka tahu trik-trik yang tidak pernah dilakukan oleh orang tua. Saya sadar bahwa ada tuan-tuan yang baik, tidak diragukan lagi. Tetapi ketika seseorang itu jahat, dan Tuhan tahu kebanyakan dari kita tidak baik, itu membuat saya khawatir. Setiap orang dari kenalan saya yang tahu cara menulis dan menghitung dengan benar, ironisnya, tidak banyak dari mereka yang bisa dipercaya.’

Polisi belum berhasil memberantas para penyemir sepatu yang bekerja tanpa izin. Dalam beberapa kasus, pedagang keluar dari toko mereka dan mereka keberatan bahwa penyemir sepatu itu telah berdiri di luar pintu toko mereka selama bertahun-tahun.

Tidak diragukan lagi, masih banyak pria yang jujur dan pekerja keras. Orang-orang ini adalah pekerja kasar dan berpendidikan rendah. Mereka tidak pernah diam (bekerja) di satu tempat, dan sulit bagi mereka untuk mendapatkan pendidikan untuk anak-anak mereka. Jadi ada persentase yang sangat besar dari pria yang tidak bisa membaca sama sekali. mereka tinggal di kabin-kabin kecil di atas tongkang kapal. Untungnya, sifat pekerjaan mereka memaksa para pria ini untuk menikmati lebih banyak udara segar dan olahraga yang menyegarkan, dan ini secara alami menangkal “efek jahat” yang dihasilkan dari “terkurungnya” mereka di dalam kabin yang sangat tidak layak untuk tempat tinggal manusia.

Foto diatas mewakili sekelompok pekerja yang bekerja di toko Mr Dickson, seorang penjual bunga yang terkenal. Bisnis mereka terbatas pada bunga, dan mereka tidak pernah menyentuh sayur atau buah. Namun demikian, Mr Dickson memiliki lima ratus kios bunga di pasar grosir bunga, dan, dengan perhitungan kasar, membutuhkan dua ribu orang untuk membawa dan mengatur stok untuk kios-kios tersebut; dan dua ribu orang lagi untuk mendistribusikan bunga ke berbagai pembeli mereka. Yang terlihat di foto, hanyalah sebagian kecil yang terlihat di Covent Garden pada siang hari; di pagi hari mereka berkumpul di tempat ini, dan mereka segera tersebar lagi ke semua bagian kota London.

Di sudut Church Lane, Holborn, ada seorang penjual furnitur bekas, yang bisnisnya berada di persilangan antara toko dan warung pinggir jalan. Pedagang itu tidak pernah puas kecuali jika mereka sudah meletakkan hampir seluruh stok dagangannya ke tengah jalan. Tetapi faktanya, hampir semua
penghuni Church Lane adalah apa yang saya sebut sebagai “orang jalanan” - hidup, membeli, menjual, bertransaksi semua bisnis mereka di jalan terbuka.

Church Lane, Holborn adalah sebuah “resort” terkenal untuk para gelandangan dan para orang miskin. Church Lane “dikutuk” sebagai jalan ramai yang tidak sehat. Rumah-rumah di kedua sisi Church Lane sekarang hampir seluruhnya hancur, dan penduduk terpaksa pindah ke tempat lain, di tempat yang jauh dari London.

Subjek dari foto diatas adalah seorang penjual obat batuk dan salep kulit. Dia awalnya adalah seorang pengemudi mobil yang dipekerjakan oleh sebuah perusahaan, tetapi dia harus berhenti dari pekerjaannya karena masalah penglihatan. Kisahnya, diceritakan dengan kata-katanya sendiri, adalah sebagai berikut:

“Pertama-tama, saya harus meninggalkan tempat saya karena penglihatan yang buruk. Para dokter menyebutnya ‘atrofi.’ Saya pergi ke Rumah Sakit St. Thomas selama sembilan bulan, ke Rumah Sakit St. George, dan ke Rumah Sakit Moorfields. Dan akhirnya aku menjadi buta sehingga aku harus dituntun seperti anak kecil. Pada waktu itu istri saya bekerja sebagai penjahit untuk menjaga keadaan hidup kita. Dia menjadi pembantu di siang hari dan menjahit di malam hari, membuat baju untuk teman seorang wanita yang bekerja untuk seorang kontraktor. Dia mendapat dua puluh dua sen untuk membuat kemeja, dan dengan bekerja hingga jam dua atau tiga pagi, dia bisa menyelesaikan tiga kemeja. Saya berdiri di sudut jalan di New Cut untuk menjual ikan dan saya harus percaya sepenuhnya pada kejujuran pelanggan saya, karena saya tidak bisa melihat. Pada saat berkenalan dengan seorang pria yang menjual salep, dan dia memberi saya sekotak salep, yang saya gunakan untuk mata saya. Saya menggunakan salep sekitar satu bulan dan secara bertahap saya dapat melihat kembali. Pria yang membuat salep tersebut menawarkan saya untuk berbisnis dengan barang-barangnya. Walaupun saya tidak punya uang, tetapi dia memberi saya semua yang saya butuhkan untuk berbisnis dengan bermodalkan kepercayaan. Itu adalah hal yang paling baik bagi kami berdua karena saya bisa menjadi semacam “iklan berdiri” untuknya dan untuk diriku sendiri. Saya sekarang dapat mencari nafkah dengan baik. Ketika pembuat salep mulai berbisnis, dia pun juga hanya bermodalkan nampan; tetapi sekarang dia punya tiga van, dan lebih dari lima puluh orang berjualan untuknya. Saya menemukan sebagian besar pelanggan saya di jalan, tetapi saya sekarang membuat hubungan pribadi di rumah orang-orang dari seluruh penjuru London. Harga untuk Salep yang dapat digunakan untuk tangan pecah-pecah, bibir, mata meradang, luka bakar, dan luka biasa, adalah mulai dari satu sen. Untuk obat batuk, anda dapat menebusnya dengan harga setengah penny.”

Orang Italia, anak-anak petani, buruh tani, dan lainnya, yang mungkin menjalani kehidupan terhormat di negara mereka sendiri, lebih suka datang ke Inggris di mana mereka kadang-kadang diperlakukan sebagai pengemis. Mereka menemukan bahwa seorang pengemis di Inggris lebih kaya daripada buruh di Italia. Orang Italia, oleh karena itu, bermigrasi dengan tujuan bahwa ia dapat mengandalkan kemurahan hati orang Inggris, dan berharap untuk dapat menabung, sehingga cukup untuk membeli sebidang lahan pertanian di negaranya sendiri.

1 Like