Keutamaan apa saja yang akan diperoleh oleh seseorang yang menghafalkan Al-Qur’an ?

Al-Qur’an

Keutamaan apa saja yang akan diperoleh oleh seseorang yang menghafalkan Al-Qur’an ?

Menjadi Objek yang Boleh Untuk Dijadikan Hasūd (Iri Hati)

Jika dalam agama Islam terdapat kaidah tentang keharaman iri hati dan dengki atas nikmat yang diberikan Allah swt kepada seseorang, maka berkaitan dengan nikmat hafal Al-Qur’an ini seseorang diperbolehkan iri hati kepadanya.

Rasulullah saw bersabda:

“Telah menceritakan kepada kami Ali bin Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Sulaiman, aku telah mendengar Dzakwan, dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah saw. telah bersabda,”Tidak boleh ada iri hati kecuali dalam dua perkara: seseorang yang diajarkan oleh Allah swt. kepadanya Al-Qur’an, kemudian ia membacanya sepanjang malam dan sepanjang siang, kemudian tetangganya mendengar bacaannya, lalu iapun berkata, ”Andaikan aku diberikan oleh Allah swt. sebagaimana apa yang diberikan-Nya kepada si fulan itu telah diberi, sehingga akupun dapat beramal sebagaimana si fulan beramal. Dan (yang kedua) seorang yang diberikan Allah swt. harta, kemudian ia menghabiskannya dalam jalan yang haq (kebenaran), lalu seseorang berkata, ”Seandainya saja aku diberikan harta seperti yang diberikan kepada si fulan itu, lalu aku dapat beramal sebagaimana ia beramal.” (HR. Bukhari, no. hadits 4.703, bab ightibāth shāhib Al-Qur’ān)

Akan Dikumpulkan Bersama Malaikat Mulia Lagi Berbakti

Penghafal Al-Qur’an akan dikumpulkan bersama Malaikat yang mulia lagi berbakti. Dengan cahaya Al-Qur’an derajat kita akan semakin tinggi, sehingga kita bisa menemani para Malaikat yang mulia.

Rasulullah saw bersabda:

“Telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dia telah berkata, aku telah mendengar Zurarah bin Aufa, diceritakan dari Sa’ad bin Hisyam, dari Aisyah, dari Nabi saw, beliau telah bersabda,”Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an dan dia hafal akan Al-Qur’an itu, maka dia bersama dengan Malaikat yang mulia. Dan perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an sedang dia sulit membacanya, maka baginya dua pahala.” (HR. Bukhari, no. hadits 4617, bab surah ‘abasa)

Menjadi Bagian Dari Keluarga Allah

Allah swt adalah Rabb semesta alam ini. Namun tahukah kita bahwa sesungguhnya Allah swt. memiliki keluarga yang berada di muka bumi ini?

Keluarga Allah adalah para hāfizh. Makna keluarga di sini adalah dalam arti majas, bukan makna sesungguhnya. Allah swt. mempunyai keluarga, dalam arti mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, sebagaimana kita memuliakan keluarga kita.

Rasulullah saw bersabda:

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepadaku bapakku, telah menceritakan kepada kami Muammal, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Budail bin Maisarah Al-‘Uqaili telah berkata, telah menceritakan kepadaku bapakku, dari Anas bin Malik telah berkata, Nabi saw. telah bersabda,”Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mempunyai keluarga dari makhluknya. Dan sesungguhnya ahli Al-Qur’an adalah keluarga Allah dan pilihan-Nya.” (HR. Imam Ahmad, no. hadits 13548, bab musnad Anas bin Malik)

Allah swt mengistimewakan para pejuang Al-Qur’an yang berusaha di tengah kesibukannya, menyempatkan di tengah kepenatannya, menginfakkan sebagian waktu, dana, dan pikirannya untuk menyematkan dan membenamkan Al-Qur’an dalam hatinya. Intinya, sangat wajar apabila Allah swt memberikan penghargaan kepada mereka yang telah berjuang keras menjaga kalam-Nya.

Ahl Al-Qur’ān Akan Naik Ke Level Surga yang Tinggi

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepadaku bapakku, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman, dari Sufyan, dari ‘Ashim, dari Zirr, dari Abdullah bin Amr, dari Nabi saw telah bersabda, ”Akan dikatakan kepada pemilik Al-Qur’an, ”Bacalah dan naiklah serta tartilkanlah sebagaimana engkau dahulu mentartilkan Al- Qur’an di dunia. Maka sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang engkau baca.” (HR. Imam Ahmad, no. hadits 6810, bab musnad Abdullah bin Amru)

Para Ulama menjelaskan artinya adalah orang yang hafal semua atau sebagian Al-Qur’an, selalu membaca dan mentadabur serta mengamalkan isinya sekaligus berakhlak sesuai dengan tuntunannya.

Badan Ahlul Qur’an Tidak Termakan Api Neraka

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepadaku bapakku, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah, telah menceritakan kepada kami Misyroh, dia telah berkata, aku telah mendengar Uqbah bin Amir berkata, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, ”Seandainya Al-Qur’an dituliskan dikulit lalu dilemparkan ke dalam api neraka, niscaya tidak terbakar.” (HR. Imam Ahmad, no. hadits 17370, bab hadits ‘Uqbah bin ‘Āmir)122

Dari hadits di atas, jelas bahwa menghafal Al-Qur’an menjadi sebab dapat selamat dari neraka. Abu Umamah berkata, ”Sesungguhnya Allah tidak mengadzab dengan api, hati yang berisi Al-Qur’an.”

Mendapat Syafaat Dari Al-Qur’an Di Hari Kiamat

Al-Qur’an dapat memberikan syafaat kepada pemeliharanya dan dapat memasukkan mereka ke surga. Rasulullah saw bersabda:

“Telah menceritakan kepadaku Al-Hasan bin Ali Al-Hulwani, telah menceritakan kepada kami Abu Taubah (Arrabi’ bin Nafi’), telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah (Ibnu Sallam), dari Zaid bahwasannya dia telah mendengar Abu Sallam berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Umamah Al-Bahiliy dia telah berkata, aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda,”Bacalah oleh kalian Al- Qur’an karena sesungguhnya Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi yang berinteraksi dengannya. Bacalah oleh kalian Al-Zahrawain yaitu surat Al-Baqarah dan surat Ali ‘Imran, karena sesungguhnya keduanya akan datang di hari kiamat sebagai dua awan atau dua cahaya, atau keduanya seperti sekelompok burung yang berbaris yang akan membela para pembacanya. Bacalah oleh kalian surat Al- Baqarah, karena sesungguhnya mengambilnya adalah berkah, meninggalkannya adalah kerugian, dan yang tidak dapat melakukannya merupakan penyesalan.” (HR. Muslim, no. hadits 252, bab fadhl qirā’at Al-Qur’ān wa sūrah Al-Baqarah)

Penghafal Al-Qur’an Diangkat Derajatnya Oleh Allah SWT

Rasulullah saw bersabda:

“Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim, telah menceritakan kepadaku bapakku, dari Ibnu Syihab, dari Amir bin Watsilah, bahwasannya Nafi’ bin Abdul Harits telah bertemu dengan Umar di ‘Usfan. Waktu itu Umar mempekerjakan Nafi’ sebagai (gubernur) di Makkah. Umar bertanya,”Siapa yang engkau pekerjakan di daerah lembah?”Nafi’ menjawab,”Ibnu Abza.” Umar bertanya,”Siapa Ibnu Abza itu?”Nafi’ menjawab,”Dia mantan budak di antara budak-budak yang ada di kita.” Umar berkata,”Mengapa engkau menjadikannya pemimpin di daerah lembah?” Nafi’ menjawab,”Karena sesungguhnya dia hafal kitabullah Azza wa Jalla dan dia sesungguhnya menguasai ilmu fara’idh.” Umar berkata,”Sesungguhnya Nabi kalian saw pernah bersabda,”Sesungguhnya Allah mengangkat derajat sekelompok orang dengan kitab (Al-Qur’an) ini dan menghinakan sebagian yang lainnya.” (HR. Muslim, no. hadits 268, bab man yaqūmu bi Al-Qur’ān wa yu’allimahu)

Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa orang yang hafal Al-Qur’an memiliki derajat yang agung dalam Islam, dan derajat ini akan terus terjaga hingga hari kiamat. Namun jaminan ini mempunyai syarat yang harus dipenuhi yaitu dengan mengimani Al-Qur’an, mengagungkan urusannya dan mengamalkan isinya, bukan sekedar membaca dan menghafalnya.

Mendapatkan Predikat Insan Terbaik

Rasulullah saw bersabda:

“Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah menceritakan kepada kami Syu’bah bahwa dia telah berkata, telah mengkhabarkan kepadaku Alqamah bin Martsad, aku telah mendengar Sa’ad bin Ubaidah, dari Abu Abdurrahman as-Sulami, dari Utsman ra, dari Nabi saw, beliau telah bersabda,”Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari no. hadits 4.704, bab khoirukum man ta’allam Al-Qur’ān wa ‘allamah)

Setiap mukmin yang mempercayai Al-Qur’an, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap kitab sucinya. Di antara kewajiban dan tanggungjawab itu ialah mempelajarinya dan mengajarkannya. Dan kita semua maklum bahwa penghafal Al-Qur’an telah melaksanakan hal tersebut.

Akan Dipakaikan Kepadanya Tājul Karāmah (Mahkota Kemuliaan)

“Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al-Jahdhamiy, telah menceritakan kepada kami Abdus Shamad bin Abdul Warits, telah mengkhabarkan kepada kami Syu’bah, dari Ashim, dari Abi Shalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau telah bersabda,”Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat, kemudian dia berkata,”Wahai Rabbku, bebaskanlah ia.” Maka dipakaikan kepada orang itu mahkota kemuliaan. Kemudian Al-Qur’an kembali meminta,”Wahai Rabbku, tambahkanlah kepadanya.” Maka dipakaikan kepada orang itu jubah kemuliaan. Kemudian Al-Qur’an memohon lagi,”Wahai Rabbku, ridhailah dia.” Maka Allahpun meridhainya. Maka diperintahkan kepada orang itu,”Bacalah dan teruslah menaiki (tangga-tangga surga),” dan ditambahkan satu kebaikan pada setiap ayat (yang dibaca). (HR. Tirmidzi dan ia berkata hadits ini hasan shahih, no. hadits 3.076, bab Al-ladzī laisa fī jaufihi syaiun min Al-Qur’ān).

Memberikan Mahkota Kebesaran Kepada Kedua Orang Tuanya

Rasulullah saw bersabda:

“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Amr bin Sarh, telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengkhabarkan kepadaku Yahya bin Ayyub, dari Zayyan bin Faid, dari Sahl bin Mu’adz Al-Juhaniy, dari bapaknya, bahwasannya Rasulullah saw telah bersabda,”Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya, maka akan dipakaikan kepada kedua orang tuanya mahkota pada hari kiamat yang sinarnya lebih terang dari sinar matahari yang menyinari rumah-rumah di dunia. Kalaulah sekiranya ada bersama kalian, maka apa perkiraan kalian tentang orang yang mengamalkan (Al-Qur’an) ini?” (HR. Abu Daud, no. hadits 1453, bab fī tsawāb qirā’ah Al-Qur’ān)132

Paling Berhak Menjadi Imam Dalam Shalat

“Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Sa’id Al-Asyaj, dari Abu Khalid –Abu Bakar telah berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid al Ahmar- dari Al-A’masy, dari Ismail bin Raja’, dari Aus bin Dham’aj, dari Abi Mas’ud Al-Anshari telah berkata, Rasulullah saw telah bersabda,”(Hendaklah) yang mengimami (shalat) suatu kaum adalah yang paling pandai membaca kitabullah. Maka jika kepandaian membaca mereka sama, maka (haruslah) yang paling mengerti di antara mereka terhadap sunnah. Maka jika pengetahuan mereka terhadap sunnah sama, maka (haruslah) yang paling dahulu hijrah di antara mereka. Maka jika dalam hijrah pun sama, maka (haruslah) yang paling tua di antara mereka. Dan janganlah seseorang mengimami seorang yang lain dalam kekuasaannya, dan janganlah seseorang duduk di rumah orang lain pada tempat khususnya, kecuali atas seizinnya.” (HR. Muslim, no. hadits 290, bab man aẖaqqu bi Al- imāmah)

Penghafal Al-Qur’an Dapat Memberikan Syafaat Sepuluh Orang Dari Keluarganya

Rasulullah saw bersabda:

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Bakkar, telah menceritakan kepada kami Hafs bin Sulaiman yakni Abu Umar Al-Qari’, dari Katsir bin Zadzan, dari ‘Ashim bin Dhamrah, dari Ali bin Abi Thalib dia telah berkata, Rasulullah saw. telah bersabda,” Barangsiapa yang belajar Al-Qur’an, lalu berusaha menghafalkannya dan dia bisa hafal, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam Surga dan Allah akan menerima permohonan syafaat yang diajukannya kepada sepuluh orang keluarganya, yang semuanya telah diputuskan masuk ke dalam neraka.” (HR. Imam Ahmad, no. hadits 1281, bab musnad Ali bin Abi Thalib)

Keterangan hadits di atas sangat menarik bagi para kerabat dan keluarga para hāfizh. Sebab sepuluh orang adalah jumlah cukup banyak, termasuk di dalamnya adalah ayah, ibu, saudara, kakek, nenek, dan orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan tersebut. Sepuluh orang ini adalah orang yang fasik dan banyak berbuat dosa besar, sehingga ini mengecualikan orang kafir.

Referensi :

  • Majdi Ubaid, Al-Tharīqah Li Yahfazh al-Qur’ān Al-Karīm, diterjemahkan oleh
  • Ikhwanuddin dengan judul, 9 Langkah Mudah Menghafal Al-Qur’an, (Solo: Aqwam, 2015), Cet. ke-2.
  • Jumadi Abu Jundain, Menjadi Hafidz Qur’an itu Mudah, (Sragen: Fayyas Publishing, 2012), Cet. ke-1.
  • Abdud Daim Al-Kahil, Tharīqah Ibdā’iyah Li ẖifzh Al-Qur’ān, diterjemahkan oleh Ummu Qadha Nahbah Al-Muqaffi dengan judul, Hafal Qur’an Tanpa Nyantri Cara Inovatif Menghafal al-Qur’an, (Sukoharjo: Pustaka Arafah, 2014), Cet. ke-6.
  • Ahmad bin Salim Baduwailan, Asrār Hifzh Al-Qur’ān Al-Karīm, diterjemahkan oleh Yasir Abu Ibrahim dengan judul, Cara Mudah dan Cepat Hafal Al-Qur’an, (Solo: Kiswah, 2014), Cet. ke-1.
  • Achmad Yaman Syamsudin, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an, (Solo: Insan Kamil, 2007), Cet. ke-1.