Kesalahan apa saja yang sering dilakukan dalam mengelola dana Investasi Startup?

Keempat hal yang perlu kamu hindari dalammengelola dana dari investor adalah:

  • Menganggap pendanaan sebagai pemasukan perusahaan.
  • Mulai menyepelekan burn rate untuk hal-hal kecil.
  • Eksekusi pemasaran yang tidak terarah.
  • Mencampuradukkan aset perusahaan dengan personal.

Fase pendanaan adalah momentum krusial dalam strategi pengembangan sebuah startup. Bagaimana tidak? Meskipun tanggung jawab makin besar karena campur tangan investor, namun di sisi lain, kamu juga mendapatkan dukungan finansial yang sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan potensi produk buatanmu.

Berapa pun besar jumlah dana yang diterima, kesalahan mengelola keuangan akan tetap selalu mengintai yang berpotensi membahayakan pertumbuhan startup kamu. Lantas apa saja kesalahan pengelolaan yang dialami para startup di luar sana? Berikut beberapa contohnya.

Menganggap pendanaan sebagai pemasukan perusahaan


Salah satu kesalahan yang kerap terjadi adalah menganggap pendanaan investor sebagai pemasukan bagi perusahaan. Padahal, dana segar tersebut justru merupakan beban yang harus kamu pertanggungjawabkan di kemudian hari.

Kesalahan pola pikir tersebut berpotensi mengalihkan fokus kamu dari tujuan sebenarnya, yaitu untuk mengembangkan bisnis yang terus berkembang dan bisa bertahan dalam jangka waktu lama (sustainable).

Di sisi lain, ketergantungan terhadap dana investor pun bisa menjadi sebab kejatuhan perusahaanmu di kemudian hari. Karena apabila para investor tidak mau kembali memberikan uang dan kamu pun tidak mampu mendapat pemasukan dari bisnis kamu, maka cadangan uang kamu pun akan semakin tipis seiring berjalannya waktu.

Mulai menyepelekan burn rate untuk hal-hal kecil


Pembuatan anggaran dengan hati-hati penting dilakukan demi memastikan startup tetap mempunyai dana yang cukup untuk terus beroperasi. Dalam proses tersebut, kamu bisa memantau dan memisahkan berapa besar jumlah uang yang masuk dan sisa modal yang bisa “dibakar” di kemudian hari.

Dengan penerimaan modal yang begitu besar dari investor, ada kalanya seorang founder terlena hingga menyepelekan dana yang keluar, meski jumlahnya melebihi dari anggaran awal. Hal ini bisa beragam bentuknya, mulai dari perayaan dadakan bersama seluruh karyawan, pemberian imbalan berlebihan, transportasi mewah nan mahal ke luar daerah, hingga upgrade peralatan kantor yang tidak terlalu diperlukan.

Pengeluaran yang dianggap kecil seperti ini bila terus menumpuk bisa mengganggu operasional perusahaan. Pada akhirnya, sulit bagi para founder untuk mempertanggungjawabkan modal yang telah diberikan oleh para investor.

Lantas apakah artinya founder tidak boleh menyentuh modal mereka untuk hal-hal kecil seperti yang telah disebutkan tadi? Sebetulnya boleh-boleh saja, asal dikompensasi dengan pemasukan yang sesuai dari bisnis yang dijalankan.

Eksekusi pemasaran yang tidak terarah


Setiap startup yang mendapat pendanaan pasti mempertimbangkan upaya pemasaran dengan nominal uang yang banyak, sebagai upaya memperkenalkan produk ke pasar sekaligus menumbuhkan basis pengguna. Namun jika tidak disertai strategi dan eksekusi yang baik, kamu bisa saja menyasar pasar yang salah dan mengeluarkan uang untuk sesuatu yang sia-sia.

Mengeksekusi kegiatan pemasaran secara “keroyokan” oleh tim inti perusahaan memang ideal bagi startup berskala kecil, terutama di awal masa-masa pertumbuhan mereka. Namun seiring dengan semakin besarnya jumlah karyawan dan media pemasaran yang ingin digunakan, akan lebih efektif bila dibuat beberapa tim pemasaran khusus dengan pembagian tugas yang jelas.

Seandainya kamu tidak memiliki waktu untuk membentuk tim pemasaran khusus, kamu juga bisa memanfaatkan jasa outsource yang berjumlah cukup banyak di luar sana. Kamu pun bisa memanfaatkan karyawan dan modal yang kamu terima untuk fokus pada pengembangan produk.

Mencampuradukkan aset perusahaan dengan personal


Mencampuradukkan aset perusahaan dengan aset pribadi wajib dihindari para founder startup. Permasalahan ini muncul karena founder merasa berhak atas jerih payah yang telah ia lakukan, dan mulai ingin menikmati aset yang seharusnya menjadi milik perusahaan.

Kedisiplinan dalam memisahkan aset bisnis dan aset pribadi sangatlah penting ketika startup mengalami masa sulit. Ambil contoh ketika kamu perlu modal tambahan. Jangan gadaikan rumah pribadi milikmu, namun cari aset perusahaan yang bisa kamu gadaikan. Kalau rumahmu yang digadaikan, bisa-bisa kamu tidak hanya kehilangan startup saja, tetapi juga rumah dan aset lainnya yang menjadi hak milikmu.

Sumber : techinasia

Berikut kesalahan yang sering dilakukan dalam mengelola dana, dikutip dari acerid,

Tidak Tahu Perbedaan Antara Laba dan Arus Kas

Perlu diketahui bahwa dalam berbisnis, kamu diwajibkan peduli dengan angka. Salah satunya laporan keuangan yang masih sering membingungkan bagi pebisnis pemula. Kamu tak perlu menguasai skill accounting secara penuh, namun setidaknya mengetahui perbedaan antara laba dan arus kas agar mempertahankan kelangsungan startup secara bekerlanjutan.

Salah satu aspek utama bisnis adalah stabilitas keuangan. Sayangnya, masih banyak pelaku *startup *yang tidak membuat laporan arus kas secara rutin. Padahal, memantau arus kas dapat membantumu mengetahui kebutuhan akan uang tunai dan siklus bisnis kamu. Apalagi saat ini sudah banyak *software *gratis yang dapat digunakan untuk mengurusi manajemen arus kas.

Terlalu Banyak Menghamburkan Uang

Salah satu alasan banyaknya startup gagal adalah karena kehabisan modal. Sebagai seorang founder dan CEO, kamu harus memahami pentingnya menggunakan uang tidak lebih dari biaya yang dianggarkan. Hal ini penting karena sebagai anak muda, kamu cenderung bergairah mencoba melakukan ini itu, sehingga pada akhirnya hanya menghabiskan banyak uang perusahaan.

Misal, setiap bulannya kamu memiliki biaya tetap seperti, sewa kantor, gaji karyawan, dan sebagainya. Lantas, apakah kamu membutuhkan kantor mewah di lokasi prestis? Idealnya, sebagai seorang pebisnis muda, kamu harus memfokuskan pengeluaran Anda pada pengembangan produk. Justru saat ini banyak startup yang mempekerjakan karyawan mobileuntuk mengurangi biaya kantor dan waktu tempuh.

Mencampurkan Keuangan Pribadi dan Bisnis

Mencampurkan rekening pribadi dan perusahaan sama saja dengan membunuh startup kamu secara perlahan. Hal ini karena akan mempersulit kamu untuk mengetahui angka real dari saldo keuntungan yang didapatkan dari bisnis. Selain itu, kamu juga kesulitan memantau performa bisnis dan membuat perencanaan keuangan. Ujung-ujungnya, kamu akan mengalami bencana finansial seperti kekurangan dana dan bangkrut.

Oleh karena itu, buatlah dua rekening berbeda untuk memisahkan uang usaha dan uang pribadi. Membuat rekening khusus bisnis akan membantumu memonitor ke mana uang mengalir, informasi mengenai transaksi pengeluaran, serta dapat mengambil keputusan usaha lebih baik.

“Penting bagi pebisnis untuk memisahkan keuangan pribadi mereka dari bisnis. Pebisnis harus memperlakukan bisnis sebagai entitas yang terpisah. Ini adalah salah satu tantangan terbesar untuk kepemilikan tunggal,” ungkap Graeme Donnelly, CEO Quality Formation, yang dikutip dari Enterpreneur.

Tidak mempunyai Mentor dalam hal Finansial

Mempunyai mentor dalam hal finansial merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Setiap CEO *startup *membutuhkan seseorang yang bisa diajak ngobrol tentang *up and down *perusahaannya, seseorang yang bisa memberikan masukan dalam membuat keputusan besar untuk perusahaaan. Tidak berarti juga harus yang ahli dalam keuangan, kamu bisa meminta saran dalam hal keuangan kepada rekan kerja, keluarga, teman yang mengerti accounting. Jadi penting untuk mempunyai mentor daripada hanya melakukannya sendiri.

Jadi, pastikan tips di atas agar kamu tidak melakukan kesalahan pengelolaan keuangan. Dengan kondisi finansial yang baik, maka startup kamu bisa menuju ke arah yang lebih baik.