Keputusan yang Tidak Pernah Ku Terima

1586619636449

Semua ini terjadi karena tidak ada seorangpun yang mengerti diriku, termasuk keluargaku.

•••

Namaku Laura biasa di panggil Ara, aku berusia 18 tahun dan sudah duduk di bangku kelas 3 SMA semester akhir. Aku berasal dari keluarga yang sederhana, ayah dan ibu ku sudah bercerai sejak aku masih kecil dan sekarang aku tinggal bersama ibu dan kakak kedua ku, sedangkan kakak pertamaku berada di negeri sakura berkerja untuk menghidupi kami. Kakak keduaku sedang berkuliah di salah satu universitas negeri terbaik di kotaku, baik kakak pertama maupun kakak keduaku mereka sama-sama pintar berbeda denganku yang sedikit kesulitan dalam hal belajar. Tetapi walapun begitu, aku sudah memiliki tujuan yang ingin aku capai setelah aku lulus. Walau itu sebenarnya mustahil mengingat otakku ini yang tidak sanggup untuk mencapainya, tetapi sekarang aku sedang berusaha agar aku bisa masuk ke universitas yang aku impikan.

Malam ini kami sekeluarga sedang berkumpul di ruang tengah sambil menonton televisi dan membahas hal-hal apa saja yabg sudah terjadi di minggu ini. Tiba-tiba mama bertanya kepada ku, “Jadi Ara, kamu sudah tentuin mau ambil jurusan apa dan dimana?”

Aku pun langsung menjawab, “Kan aku udah bilang ke mama aku mau dimana dan ambil jurusan apa.”

“Kamu yakin mau ambil jurusan jurnalistik? Kenapa kamu gak ambil jurusan sastra jerman aja kalo gak IT?” tanya mama.

Akupun menjawab dengan kesal “Ma… Aku kan udah bilang, aku gak suka sama jurusan itu dan aku gak ada passion sama sekali di jurusan itu kenapa mama ngotot banget sih.”

"Bukan begitu Ara… Tapi mama tuh mikirin masa depan kamu, mama mau masa depan kamu- " ucap mama terpotong.

“Mikirin apaan ma… Kalo mama mikirin masa depan aku, gak mungkin mama suruh aku buat ambil jurusan yang sama sekali aku gak ngerti.” ucapku sedikit menaikkan nada suara.

“Kalo kamu mau belajar kamu pasti bisa, kamunya aja yang males buat belajar.” kata mama.

“Ma… Aku bukannya males belajar, aku cuman gak sanggup buat belajar semua itu dari awal lagi, aku gak mau nanti pas aku buat skripsi aku kelabakan. Aku tau batas kemampuan ku,jadi jangan paksa aku.” jawabku.

“Kenapa kamu gak sanggup? Kakakmu yang pertama aja sanggup.” kata mama.

“Iyaa… Bandingkan aja terus, udah ku bilang aku sama dia itu berbeda. Kemampuan kami berbeda, sampai kapan mama mau bandingkan kami terus?!” jawabku sambil bertanya dengan menahan emosi.

"Bukan membandingkan Ara, tapi mama mau kamu contohi kakak kamu yang siap kuliah langsung dapat kerja yang bagus. Kamu ambil jurnalistik mau jadi apa,kamu mau- "ucap mama terpotong.

“Emang pas kakak ambil sastra dia tau dia mau kerja jadi apa? Emang dia tau dia bakal kerja dimana? Semua itu melalui proseskan Ma sampe dia bisa kerja di tempat yang bagus kayak sekarang. Dari awal sekolah saja mama yang selalu ngatur aku mau sekolah dimana, sampe-sampe nilai ku selalu pas-pasan karna aku gak sanggup mengejar pelajarannya, untuk ini aja Ma plis dukung aku.” jawabku cepat sambil berdiri dan meninggalkan ruang tengah menuju kamarku.

Aku sudah muak dengan semua ini, sudah sejak kelas 1 SMA aku bilang ke mama kalau aku sudah menentukan jurusan yang aku inginkan tetapi dia selalu saja tidak mendukungku dan memaksaku untuk mengambil jurusan yang ia inginkan lalu berkata hal-hal yang buruk mengenai aku ke kakak pertamaku. Sampai kakak pertamaku pun tidak mendukungku, padahal aku sudah menjelaskan kepadanya tetapi apa yang dia katakan semuanya sama persis seperti yang mamaku katakan. Aku pun sudah males untuk menjelaskan semuanya. Aku hanya bisa menunggu ujian SBMPTN yang bisa membawa nasibku menjadi lebih baik.

•••
Tujuh tahun kemudian

Dan disinilah aku sekarang, aku sedang berada di England untuk mewawancarai anggota kerajaan. Aku melamar pekerjaan di salah satu stasiun tv ternama disini dan aku berkesempatan berbincang-bincang dengan banyak orang penting. Tidak hanya itu aku juga sering di panggil ke kampus-kampus untuk membagikan sedikit pengalamanku dan memotivasi mahasiswa-mahasiswa agar mereka bisa lebih semangat dalam mengejar impian mereka.

Semua ini terjadi karena tidak ada seorangpun yang mengerti diriku, termasuk keluargaku. Tetapi aku bersyukur akan hal itu, karena pada saat mereka meremehkan diriku disana juga aku akan menunjukkan dan berjuang untuk membuktikannya kalau aku pasti bisa menggapai cita-citaku.

1 Like