Kenapa SocialOomph kurang diminati pengguna?

SocialOomph merupakan salah satu tool manajemen media sosial yang dapat digunakan untuk mengelola beberapa akun media sosial yang kita miliki. Awalnya tool yang dirilis pada tahun 2008 ini, dikenal sebagai TweetLater.com yang fokus pada solusi penggunaan Twitter. Namun, pada bulan agustus 2009, pihak developer memperluas cakupan tool dan mengubah namanya menjadi SocialOomp. Tool ini mampu mengelola segala aktivitas di Twitter, LinkedIn, Plurk, App.net dan Facebook. Selain itu tool ini didukung dengan fitur-fitur yang bagus seperti penjadwalan tweet, auto direct message, dan masih banyak lagi. Lalu, apa yang membuat SocialOomph kurang diminati oleh pengguna social media?

Menurut saya, alasan kurangnya peminat social media menggunakan SocialOomph adalah karena tampilannya yang kurang menarik dibandingkan tool manajemen media sosial lainnya. Selain itu, dari situs yang saya baca (pandia.com), berdasarkan review seseorang yang telah menggunakan tool ini, layanan (customer support) yang diberikan kepada pengguna kurang baik.

Saya setuju dengan pembahasan diatas yang menyebutkan salah satu aspek yang buruk dari aplikasi SocialOomph ini adalah interfacenya. Mungkin saya hanya akan menambahkan, membahas dan mengutip review dari situs lain yang membahas tentang 3 alat otomasi sosial media terbaik (?), yang menyebutkan :

The interface for SocialOomph is really the worst part of the app. If you give it a go, spend some time. Everything’s there, though it’s sometimes not easy to find. Be patient and persistent because there are some amazing treasures deep in the bowels of SocialOomph.

Ya, itu adalah sebuah ulasan yang membuat kita dapat mengetahui bahwa salah satu aspek yang membuat aplikasi ini kurang diminati adalah dari segi tampilan antar muka (interface)nya. Jelas saja, interface merupakan hal utama yang akan dinilai oleh seorang pengguna aplikasi sebelum memutuskan apakah ia akan menggunakan aplikasi tersebut untuk selanjutnya atau tidak. Menurut saya, interface yang menarik dan mudah untuk dipahami akan membuat seorang pengguna ingin mengeksplor lebih jauh mengenai suatu aplikasi. Biasanya interface yang membingungkan akan membuat user merasa malas dan bosan untuk menjelajahi fitur-fitur yang ada pada aplikasi tersebut.

Tapi dalam ulasan diatas kita bisa tahu bahwa ternyata dari aplikasi SocialOomph tersebut, menyimpan berbagai fitur yang ‘menarik’. Ya mungkin hanya beberapa pengguna saja yang mau mengabaikan sisi interface untuk mencari ‘harta karun’ didalamnya yang dalam hal ini dapat berupa fitur-fitur menarik yang ada didalam suatu aplikasi.

Saya setuju dengan pendapat diatas. Sejauh ini menurut beberapa artikel yang saya baca, kenapa socialoomph kurang diminati ialah karena user interface yang terlalu sederhana. Sehingga user kurang tertarik untuk menggunakan socialoomph, walaupun sebenarnya socialoomph memiliki fungsionalitas yang cukup baik dibandingkan dengan beberapa management tools lain. Selain itu yang kurang dari socialoomph ialah belum adanya aplikasi versi mobile disaat aplikasi management tools lainnya telah membuat versi mobile. Kekurangannya lagi adalah socialoomph belum mensupport beberapa media social popular lain. Mungkin dari kekurangan-kekurangan tersebut itulah user socialoomph menjadi kurang tertarik dan meninggalkan aplikasi tersebut.

Dari artikel yang saya baca di contentsleuth.com, yang menuliskan review tentang SocialOomph juga disebutkan bahwa SocialOomph tidak bisa digunakan untuk mem-posting pada banyak jejaring sekaligus. Tidak adanya Instagram dan Google+ yang saat ini banyak digunakan adalah salah satu kekurangan SocialOomph di samping interfacenya, yang membuat masyarakat kurang meminatinya.

Dari beberapa review yang saya baca, socialOomph sebenarnya memiliki user yang cukup banyak. Aplikasi ini juga menawarkan versi gratis maupun berbayar. Walaupun user interfacenya sangat sederhana dan tidak mengikuti perkembangan zaman, namun socialOomph menawarkan fitur otomatisasi twitter dengan sangat baik. Yang sangat menarik ialah fitur dalam socialOomph selalu diperbarui mengikuti kebijakan baru twitter. Jadi kalo menurut saya socialOomph tidak sepenuhnya kurang diminati pengguna.

Ya meskipun otomatisasi twitternya sangat baik, tapi menurut saya kurang rasanya jika sebuah tools manajemen social media hanya baik digunakan dalam mengelola twitter atau menjadwalkannya saja. Jika SocialOomph hanya baik jika diintegrasikan dengan twitter maka kita tidak perlu menggunakan tools ini hanya untuk memaksimalkan penggunaan twitter, toh di twitter juga punya fitur andalan seperti analitik untuk tweet yang kita lakukan yang menurut saya jauh lebih berguna daripada fitur penjadwalan otomatis di SocialOomph.

Untuk versi web sendiri, saya belum mengetahui jumlah user yang menggunakan SocialOomph, tetapi untuk versi aplikasi mobile-nya, tool ini sudah didownload hampir sekitar seribu orang. Apabila dibandingkan dengan tool sejenis seperti Hootsuite yang sudah didownload hampir satu juta orang dan Buffer yang sudah di download lima ratus ribu orang, saya rasa hal ini bisa dijadikan salah satu alasan mengapa saya menilai tool ini kurang diminati. Selain itu fitur dan layanan yang ditawarkan oleh tool ini juga terbilang kalah saing dengan Hootsuite. Pernyataan ini diperkuat dengan perbandingan antara kedua tool yang dapat dilihat pada website ini.