Kenapa Pelaku Tindak Pidana Ringan Tidak Ditahan?


Kenapa tipiring (tindak pidana ringan) jarang dilanjutkan ke pengadilan dan kenapa tersangka tipiring tidak dapat dihukum penjara/tahanan?

Seseorang yang dihukum penjara berarti terhadap orang tersebut telah dilakukan proses peradilan, statusnya telah menjadi terdakwa, kemudian orang tersebut terbukti bersalah sehingga dijatuhi hukuman penjara oleh majelis hakim. Berbeda halnya dengan penahanan. Penahanan dapat dilakukan bahkan mulai dari sebelum proses persidangan dimulai. Sesuai Pasal 21 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):

  1. Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana;
  2. Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan;
  3. Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya;
  4. Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
    a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
    b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086).

Mengenai mengapa terhadap pelaku tipiring tidak dilakukan penahanan, mengutip penjelasan M. Yahya Harahap dalam bukunya berjudul “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP” (2003: 422), dinyatakan tindak pidana ringan (tipiring) ditentukan berdasarkan “ancaman pidananya”. Secara generalisasi, ancaman tindak pidana yang menjadi ukuran dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan, diatur dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP yakni:
a. tindak pidana yang ancaman pidananya “paling lama 3 bulan” penjara atau kurungan;
b. atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500,- dan
c. “penghinaan ringan” yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP.

Jika ketentuan Pasal 205 ayat (1) KUHAP ini kemudian dikaitkan dengan ketentuan terkait penahanan pada Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang antara lain menyatakan bahwa penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, maka terhadap pelaku tipiring yang ancaman pidananya “paling lama 3 bulan” penjara atau kurungan memang tidak dilakukan penahanan.

sumber: hukumonline.com