Kenapa korupsi terus terjadi ?

korupsi

Korupsi merupakan musuh utama didalam pemerintahan. Permasalahannya adalah, korupsi selalu ada didalam pemerintahan, bahkan saat ini semakin marak, dengan indikasi banyaknya koruptor yang ditangkap oleh KPK. Pertanyaannya, mengapa orang-orang melakukan korupsi dan mengapa hal itu terus terjadi walaupun sudah ada lembaga super yang dinamakan KPK ?

Korupsi merupakan “perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan itikad buruk (seperti misalnya, suapan) agar ia melakukan pelanggaran kewajibannya”. Lalu suapan (sogokan) diberi definisi sebagai “hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan, dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama seorang dari dalam kedudukan terpercaya (sebagai pejabat pemerintah).

Penyebab terjadinya korupsi diantaranya adalah:

Aspek Individu Pelaku korupsi

Apabila dilihat dari segi si pelaku korupsi, sebab- sebab dia melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadarannya untuk melakukan. Sebab-sebab seseorang terdorong untuk melakukan korupsi antara lain sebagai berikut:

  • Sifat Tamak Manusia
    Kemungkinan orang yang melakukan korupsi adalah orang yang penghasilannya sudah cukup tinggi, bahkan sudah berlebih bila dibandingkan dengan kebutuhan hidupnya. Dalam hal seperti ini, berapapun kekayaan dan penghasilan sudah diperoleh oleh seseorang tersebut, apabila ada kesempatan untuk melakukan korupsi, maka akan dilakukan juga.

  • Moral Yang Kurang Kuat Menghadapi Godaan
    Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung lebih mudah untuk terdorong berbuat korupsi karena adanya godaan. Godaan terhadap seorang pegawai untuk melakukan korupsi berasal dari atasannya, teman setingkat, bawahannya, atau dari pihak luar yang dilayani.

  • Penghasilan Kurang Mencukupi Kebutuhan Hidup Yang Wajar
    Apabila ternyata penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang wajar, maka mau tidak mau harus mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Usaha untuk mencari tambahan penghasilan tersebut sudah merupakan bentuk korupsi, misalnya korupsi waktu, korupsi pikiran, tenaga, dalam arti bahwa seharusnya pada jam kerja, waktu, pikiran, dan tenaganya dicurahkan untuk keperluan dinas ternyata dipergunakan untuk keperluan lain.

  • Kebutuhan Hidup Yang Mendesak
    Kebutuhan yang mendesak seperti kebutuhan keluarga, kebutuhan untuk membayar hutang, kebutuhan untuk membayar pengobatan yang mahal, kebutuhan untuk membiayai sekolah anaknya, merupakan bentuk- bentuk dorongan seseorang yang berpenghasilan kecil untuk berbuat korupsi.

  • Gaya Hidup Konsumtif
    Gaya hidup yang konsumtif di kota-kota besar, mendorong seseorang untuk dapat memiliki mobil mewah, rumah mewah, pakaian yang mahal, hiburan yang mahal, dan sebagainya. Gaya hidup yang konsumtif tersebut akan menjadikan penghasilan yang sedikit semakin tidak mencukupi. Hal tersebut juga akan mendorong seseorang untuk melakukan korupsi bilamana kesempatan untuk melakukannya ada.

  • Malas Atau Tidak Mau Bekerja Keras
    Kemungkinan lain, orang yang melakukan korupsi adalah orang yang ingin segera mendapatkan sesuatu yang banyak, tetapi malas untuk bekerja keras guna meningkatkan penghasilannya.

  • Ajaran-Ajaran Agama Kurang Diterapkan Secara Benar
    Para pelaku korupsi secara umum adalah orang-orang yang beragama. Mereka memahami ajaran-ajaran agama yang dianutnya, yang melarang korupsi. Akan tetapi pada kenyataannya mereka juga melakukan korupsi. Ini menunjukkan bahwa banyak ajaran-ajaran agama yang tidak diterapkan secara benar oleh pemeluknya.

Aspek Organisasi


Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi. Diantara penyebabnya adalah:

  • Kurang Adanya Teladan Dari Pemimpin
    Dalam organisasi, pimpinannya baik yang formal maupun yang tidak formal (sesepuhnya) akan menjadi panutan dari setiap anggota atau orang yang berafiliasi pada organisasi tersebut. Apabila pimpinannya mencontohkan gaya hidup yang bersih dengan tingkat kehidupan ekonomi yang wajar, maka anggota-anggota organisasi tersebut akan cenderung untuk bergaya hidup yang sama.

  • Tidak Adanya Kultur Organisasi Yang Benar
    Kultur atau budaya organisasi biasanya akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat kepada anggota- anggota organisasi tersebut terutama pada kebiasaannya, cara pandangnya, dan sikap dalam menghadapi suatu keadaan. Kebiasaan tersebut akan menular ke anggota lain dan kemudian perbuatan tersebut akan dianggap sebagai kultur di lingkungan yang bersangkutan.

    Misalnya, di suatu bagian dari suatu organisasi akan dapat muncul budaya uang pelicin, “amplop”, hadiah, dan lain-lain yang mengarah ke akibat yang tidak baik bagi organisasi.

  • Sistem Akuntabilitas di Instansi Pemerintah Kurang Memadai
    Pada organisasi dimana setiap unit organisasinya mempunyai sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai yang kemudian setiap penggunaan sumber dayanya selalu dikaitkan dengan sasaran yang harus dicapai tersebut, maka setiap unsur kuantitas dan kualitas sumber daya yang tersedia akan selalu dimonitor dengan baik.

    Pada instansi pemerintah, pada umumnya instansi belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tepat tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut.

    Demikian pula dalam memonitor prestasi kerja unit-unit organisasinya, pada umumnya hanya melihat tingkat penggunaan sumber daya (input factor), tanpa melihat tingkat pencapaian sasaran yang seharusnya dirumuskan dengan tepat dan seharusnya dicapai (faktor out-put). Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasarannya atau tidak. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk terjadi korupsi.

  • Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen
    Pada organisasi di mana pengendalian manajemennya lemah akan lebih banyak pegawai yang melakukan korupsi dibandingkan pada organisasi yang pengendalian manajemennya kuat. Seorang pegawai yang mengetahui bahwa sistem pengendalian manajemen pada organisasi di mana dia bekerja lemah, maka akan timbul kesempatan atau peluang baginya untuk melakukan korupsi.

  • Manajemen Cenderung Menutupi Korupsi Di Dalam Organisasinya
    Pada umumnya jajaran manajemen organisasi di mana terjadi korupsi enggan membantu mengungkapkan korupsi tersebut walaupun korupsi tersebut sama sekali tidak melibatkan dirinya. Kemungkinan keengganan tersebut timbul karena terungkapnya praktek korupsi di dalam organisasinya. Akibatnya, jajaran manajemen cenderung untuk menutup-nutupi korupsi yang ada, dan berusaha menyelesaikannya dengan cara-cara sendiri yang kemudian dapat menimbulkan praktek korupsi yang lain.

Aspek Masyarakat

Apabila dilihat dari aspek masyarakat tempat dimana individu atau organisasi tersebut berada, maka beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya korupsi antara lain :

  • Nilai-Nilai Yang berlaku Di Masyarakat Ternyata Kondusif Untuk Terjadinya Korupsi
    Korupsi mudah timbul karena nilai-nilai yang berlaku di masyarakat kondusif untuk terjadinya hal itu. Misalnya, banyak anggota masyarakat yang dalam pergaulan sehari-harinya ternyata dalam menghargai seseorang lebih didasarkan pada kekayaan yang dimiliki orang yang bersangkutan.

  • Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Yang Paling Dirugikan Oleh Setiap Praktik Korupsi Adalah Masyarakat Sendiri
    Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa apabila terjadi perbuatan korupsi, maka pihak yang akan paling dirugikan adalah negara atau pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa apabila negara atau pemerintah yang dirugikan, maka secara pasti hal itu juga merugikan masyarakat sendiri.33

  • Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Masyarakat Sendiri Terlibat Dalam Setiap Praktik Korupsi
    Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa apabila terjadi perbuatan korupsi, yang terlibat dan yang harus bertanggung jawab adalah aparat pemerintahnya. Masyarakat kurang menyadari bahwa pada hampir setiap perbuatan korupsi, yang terlibat dan mendapatkan keuntungan adalah termasuk anggota masyarakat tertentu. Jadi tidak hanya aparat pemerintah saja.

  • Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Hanya Akan Berhasil Kalau Masyarakat Ikut Aktif Melakukannya
    Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pemberantasan korupsi adalah pemerintah. Pandangan seperti itu adalah keliru, dan ini terbukti bahwa selama ini pemberantasan korupsi masih belum berhasil karena upaya pemberantasan korupsi tersebut masih lebih banyak mengandalkan pemerintah.

    Masyarakat secara nasional mempunyai berbagai potensi dan kemampuan diberbagai bidang, yang apabila dipergunakan secara terencana dan terkoordinasi maka akan lebih memberikan hasil pada upaya pemberantasan korupsi. Sebagai contoh, peran- serta secara aktif dari kalangan pemuka agama memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil mengurangi ketamakan manusia. Demikian peran-serta secara aktif dari para pendidik.

Selain itu, beberapa hal yang menjadi penyebab korupsi, antara lain, yaitu:

  • Lemahnya/ tidak adanya kepemimpinan yang berpengaruh dalam “menjinakkan” korupsi
  • Kurangnya pendidikan agama dan etika
  • Konsumerisme dan globalisasi
  • Kurangnya pendidikan
  • Kemiskinan
  • Tidak adanya tindak hukuman yang keras
  • Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi
  • Struktur pemerintahan
  • Perubahan radikal/ transisi demokrasi

Sementara, berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh bagian Litbang Harian Kompas menunjukkan bahwa penyebab perilaku korupsi, yaitu:

  • Didorong oleh motif-motif ekonomi, yakni ingin memiliki banyak uang dengan cara cepat meski memiliki etos kerja yang rendah.
  • Rendahnya moral
  • Penegakan hukum yang lemah.

Menurut Klitgaar Hamzah, menyatakan bahwa penyebab korupsi adalah “deskresi pegawai yang terlalu besar, rendahnya akuntanbilitas public. Lemahnya kepemimpinan, gaji pegawai publik dibawah kebutuhan hidup, kemiskinan, moral rendah atau disiplin rendah. Disamping itu juga sifat komsumtif, pengawasan dalam organisasi kurang, kesempatan yang tersedia, pengawasan ekstern lemah, lembaga legislative lemah, budaya memberi upeti, permisif (serba memperbolehkan), tidak mau tahu, keserakahan, dan lemahnya penegakan hukum”

Secara garis besar, Korupsi dapat terjadi karena berbagai faktor seperti berikut:

  • Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.

  • Kelemahan ajaran-ajaran agama dan etika.

  • Akibat kolonialisme atau suatu pengaruh pemerintah asing tidak menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.

  • Kurang dan lemahnya pengaruh pendidikan.

  • Kemiskinan yang bersifat struktural.

  • Sanksi hukum yang lemah.

  • Kurang dan terbatasnya lingkungan yang anti korupsi.

  • Struktur pemerintahan yang lunak.

  • Perubahan radikal, sehingga terganggunya kestabilan mental. Ketika suatu sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit tradisional.

  • Kondisi masyarakat karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan cerminan keadaan masyrakat secara keseluruhan.