Di tengah pandemi Covid-19, Presiden Joko Widodo menggunakan momen Hari Kebangkitan Nasional untuk meluncurkan 55 alat kesehatan dari konsorsium peneliti Indonesia. Dengan tajuk โ๐๐๐๐๐ง๐ ๐ค๐ข๐ญ๐๐ง ๐๐ง๐จ๐ฏ๐๐ฌ๐ข ๐๐ง๐๐จ๐ง๐๐ฌ๐ข๐,โ diharapkan produk-produk tersebut mempercepat penanganan Covid-19 di negara kita.
Bukanlah kebetulan jika peringatan ke-112 Hari Kebangkitan Nasional menonjolkan sektor kesehatan. Selain Indonesia sedang berjuang mengendalikan pandemi Covid-19, hari kebangkitan nasional ditetapkan sesuai dengan lahirnya Boedi Oetomo yang kental dengan kedokteran. Diprakarsai oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo, diketuai oleh dr. Soetomo, dan pengurusnya didominasi oleh mahasiswa dan dokter alumni STOVIA (Sekolah Pendidikan Dokter Hindia-pribumi) di Batavia.
Harapan Presiden agar inovasi Indonesia bangkit sejalan dengan fokus Kabinet Indonesia Maju untuk mentransformasi ekonomi. Berubah dari ketergantungan pada sumber daya alam menjadi manufaktur dan jasa modern yang berdaya saing dan bernilai tambah tinggi. Tidaklah mengherankan rapat kabinet dilakukan berulang kali untuk mengakselerasi riset-riset yang inovatif dan aplikatif. Meskipun awalnya agak skeptis, Covid-19 mendorong peneliti untuk menciptakan alat kesehatan yang inovatif seiring langka dan mahalnya di pasaran global.
Sebagai langkah awal untuk mewujudkan kemandirian bangsa di sektor kesehatan (+90% Indonesia mengimpor bahan baku obat dan alat kesehatan), tentu upaya para peneliti yang tergabung dalam konsorsium diatas patut dihargai. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengoptimalkan hasil riset yang ada guna mendukung kemandirian Indonesia di sektor kesehatan (dan sektor-sektor strategis lainnya)?
๐๐ข๐ฌ๐๐ญ ๐๐๐ง ๐๐ง๐จ๐ฏ๐๐ฌ๐ข ๐๐ง๐๐จ๐ง๐๐ฌ๐ข๐
Laporan terbaru ๐๐๐๐๐ ๐ธ๐๐๐๐๐๐๐ ๐น๐๐๐ข๐ (WEF) menempatkan Indonesia #50 pada ๐บ๐๐๐๐๐ ๐ถ๐๐๐๐๐ก๐๐ก๐๐ฃ๐๐๐๐ ๐ ๐ ๐๐๐๐๐ก (GCR) tahun 2019 (turun 5 peringkat dibandingkan tahun 2018). Dari 12 indikator yang ada, hanya indikator ๐๐๐๐๐๐ก ๐ ๐๐ง๐ yang konsisten dan meyakinkan naik ke #7. Sisanya konsisten turun, termasuk indikator terakhir: kapabilitas inovasi (#74 pada 2019, #68 pada 2018). Singapura menempati #13, diikuti oleh Malaysia (#30) dan Thailand (#50). Konsisten dengan GCR, posisi Indonesia pada ๐บ๐๐๐๐๐ ๐ผ๐๐๐๐ฃ๐๐ก๐๐๐ ๐ผ๐๐๐๐ฅ (GII) #85 (belum beranjak dari tahun sebelumnya). Adapun anggota ASEAN lain memiliki posisi yang lebih tinggi: Singapura (#8), Malaysia (#35), Vietnam (#42), Thailand (#43), Filipina (#54), dan Brunei Darussalam (#71).
Dana riset yang dialokasikan pemerintah sebesar Rp. 27,1 triliun dan tersebar pada 81 kementerian/lembaga (K/L), masalahnya hanya 13 K/L yang melakukan kegiatan riset, pengembangan dan pemanfaatannya. Jumlah tersebut relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara tetangga, dimana Malaysia dan Thailand mengalokasikan +1% dari pendapatan domestik bruto (PDB); sedangkan Indonesia dalam 20 tahun terakhir hanya 0,1%. Untuk negara maju, rata-rata mengalokasikan 2% hingga 4,5% dari PDB yang dimiliki. Fakta ini menunjukkan bahwa anggaran R&D terhadap PDB berkorelasi positif pada kemajuan bangsa.
Yang menarik adalah, alokasi anggaran ๐ &๐ท di negara-negara maju tidaklah hanya dari negara, namun industri aktif melakukan pengembangan dari hasil riset dasar yang telah dibiayai oleh negara (khususnya oleh perguruan tinggi). Menurut GII 2019, beberapa perusahaan memiliki ๐ &๐ท ๐๐ฅ๐๐๐๐๐๐ก๐ข๐๐ sangat besar. Terdapat 4 perusahaan memiliki pengeluaran US$ 16 miliar (Samsung, Alphabet, Volkswagen, dan Microsoft), dan Huawei mengeluarkan US$14 miliar (setara dengan Austria dan sedikit lebih kecil dari yang dikeluarkan oleh Israel).
๐๐๐ซ๐๐ง ๐๐ง๐๐ฎ๐ฌ๐ญ๐ซ๐ข ๐๐๐ฅ๐๐ฆ ๐๐ง๐จ๐ฏ๐๐ฌ๐ข
Kajian terbaru yang dilakukan oleh Arora dkk. (2019) pada ๐ป๐๐๐ฃ๐๐๐ ๐ต๐ข๐ ๐๐๐๐ ๐ ๐ ๐๐ฃ๐๐๐ค menunjukkan bahwa pertumbuhan produktifitas Amerika Serikat (AS) menurun sejak 1970-an. Dalam jangka panjang, daya saing AS dalam berinovasi maupun dominasinya dalam ekonomi dunia akan berkurang. Hal ini cukup mengejutkan, mengingat data ๐๐๐ก๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐น๐๐ข๐๐๐๐ก๐๐๐ (NSF) menunjukkan investasi dalam pengetahuan meningkat 5X, jumlah doktor (2X), dan publikasi ilmiah (7X).
Yang menarik, mereka berargumentasi bahwa minimnya keterlibatan industri dalam riset ilmiah menjadikan rendahnya aplikasi penemuan yang ada. Sebagai ilustrasi, publikasi ilmiah yang dihasilkan oleh unit R&D milik DuPont pada ๐ฝ๐๐ข๐๐๐๐ ๐๐ ๐กโ๐ ๐ด๐๐๐๐๐๐๐ ๐ถโ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ก๐ฆ lebih tinggi dibandingkan gabungan milik MIT dan Caltech pada 1960-an. Bahkan ๐ต๐๐๐ ๐ฟ๐๐๐ milik AT&T yang mengkhususkan diri pada transistor dan teori informasi menghasilkan 14 pemenang Nobel dan 5 pemenang ๐๐ข๐๐๐๐ ๐ด๐ค๐๐๐.
Kombinasi tekanan pemegang saham, tingginya persaingan dan gagal mendapatkan kepercayaan publik menjadikan banyak perusahaan menarik diri dari investasi pada ilmu pengetahuan. Bila pada tahun 1985, 30% R&D didanai oleh industri; maka pada tahun 2015 menjadi hanya 20%. Hal ini disebabkan stagnasi dana ๐๐๐ ๐๐๐๐โ yang dialokasikan, meskipun pada ๐๐๐ฃ๐๐๐๐๐๐๐๐ก tumbuh stabil. Akibatnya, publikasi ilmiah yang dihasilkan oleh industri di AS turun 20% per dekade dari 1980 hingga 2006. Bila pada tahun 1971 terdapat 41% pemenang inovasi adalah perusahaan yang masuk dalam ๐น๐๐๐ก๐ข๐๐ 500, tahun 2006 tinggal 6% saja. Tidaklah mengherankan jika laporan dari ๐๐๐๐๐ ๐ผ๐๐ก๐๐๐๐๐๐ก๐ข๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ก๐ฆ ๐๐๐๐๐๐๐ง๐๐ก๐๐๐ (WIPO) menunjukkan turunnya dominasi AS pada paten yang diajukan (sebanyak 5.401.401 buah), kalah dibandingkan Cina 7.750.082 buah pada periode 2008-2017.
Kondisi ini menunjukkan pemisahan peran antara industri dan perguruan tinggi (PT), dimana ๐๐๐๐๐ข๐๐ก ๐๐๐ฃ๐๐๐๐๐๐๐๐ก dilakukan oleh industri dan ๐๐๐ ๐๐๐๐โ oleh PT. Akibatnya, riset yang dihasilkan PT kurang aplikatif karena keterbatasan skala dan cakupan yang dimiliki, sedangkan ๐๐๐๐๐๐กโ๐๐๐ข๐โ ๐๐๐๐๐ฃ๐๐ก๐๐๐ yang ditawarkan oleh industri makin berkurang. Dan tentunya perbedaan motif antara riset yang dihasilkan, dimana peneliti pada PT mendapatkan insentif pada ๐คโ๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐ก, sedangkan riset di industri pada kegunaannya (๐๐๐๐ ๐๐ก ๐ค๐๐๐). Salah satu solusi yang ditawarkan adalah memfasilitasi ๐ ๐๐๐๐๐ก๐๐๐๐ ๐๐๐ก๐๐๐๐๐๐๐๐ข๐๐๐๐ ๐ก๐๐๐๐๐ก๐ (SET) untuk bekerja lebih dekat dengan industri, sebagaimana yang dilakukan oleh ๐ถ๐ฆ๐๐๐๐ก๐๐๐ ๐ ๐๐๐ di ๐ต๐๐๐๐๐๐๐ฆ ๐ฟ๐๐ atau ๐ ๐ข๐๐ค๐๐ฆ pada ๐ถ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐โ yang menyediakan ๐๐๐๐๐๐ค๐ โ๐๐๐ bagi ilmuwan untuk mentransisikan penemuan (๐๐๐ ๐๐๐๐โ) ke aplikasi (๐๐๐ฃ๐๐๐๐๐๐๐๐ก).
๐๐๐ง๐ฎ๐ญ๐ฎ๐ฉ
Sektor kesehatan sangatlah strategis bagi Indonesia dan negara lain yang pertumbuhan ekonominya semakin didominasi oleh sektor jasa. Sektor โ๐๐๐๐กโ ๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐ ๐ ๐๐ ๐ก๐๐๐๐ di Amerika Serikat menyerap 12,40% (2018) dengan pengeluaran kesehatan mencapai 17,90% (2017) dari ๐บ๐๐๐ ๐ ๐ท๐๐๐๐ ๐ก๐๐ ๐๐๐๐๐ข๐๐ก. Hal ini yang menjadikan investasi pada sektor kesehatan dan bioteknologi tumbuh dan berkembang, dan salah satu pasar potensial yang dituju adalah Indonesia. Demikian juga negara-negara maju lain yang menjadikan kesehatan sebagai sektor strategisnya.
Dalam beberapa kesempatan, Presiden menekankan perlunya hilirisasi riset dan inovasi yang dihasilkan oleh PT. Harapan ini cenderung susah dicapai karena ๐๐๐ yang ada antara riset yang dihasilkan oleh PT dan industri, dan ini diawali oleh perbedaan motif dari riset yang dilakukan. Uraian diatas menunjukkan pentingnya peran ๐ &๐ท yang dilakukan oleh industri bagi daya saing dan kemandirian bangsa dalam jangka panjang, dengan menduplikasi program SET. Secara tidak langsung, peneliti Indonesia dalam 3 bulan terakhir telah melakukan SET guna menjawab permasalahan bangsa terkait Covid-19.
Bagi pemerintah, insentif yang atraktif perlu diberikan agar industri di Indonesia tertarik untuk mengalokasikan ๐ &๐ท ๐๐ข๐๐๐๐ก, misalnya akselerasi ๐ ๐ข๐๐๐ ๐ก๐๐ฅ ๐๐๐๐ข๐๐ก๐๐๐ bagi industri yang melakukan riset dan insentif-insentif lain yang dapat diberikan. Bagi PT, sebuah keharusan mengalokasikan topik riset yang tinggi relevansinya dengan kebutuhan industri agar dapat optimal pemanfaatannya. Selain itu, memfasilitasi dan mengapresiasi penelitinya untuk aktif bekerjasama dengan industri dalam mengaplikasikan hasil risetnya-program SET adalah langkah krusial.
Kita berharap, transformasi ekonomi yang diawali oleh kebangkitan inovasi di sektor kesehatan dapat diikuti oleh sektor-sektor strategis lain; sehingga Indonesia dapat lepas ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐ก๐๐๐, visi yang dijanjikan oleh Kabinet Indonesia Maju.
Penulis :
Badri Munir Sukoco
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga