Karyawan Terbaik Mengundurkan Diri, Apa Penyebabnya?

sumber gambar

Mengutip tulisan Anis Uzzaman dalam buku StartupPedia, setiap perusahaan pada umumnya berpikir bahwa mereka telah bekerja dengan baik dalam urusan pengelolaan sumber daya manusia (SDM).

Di era yang serba kompetitif seperti sekarang, kehilangan karyawan terbaik telah menjadi sesuatu yang tak hanya harus dibayar mahal menggunakan uang, tetapi juga dengan waktu dan tenaga.

Oleh karena itu, sebuah manajemen SDM yang ideal sepatutnya bisa menyeimbangkan kebutuhan rekrutmen tenaga baru dan memperhatikan kebahagiaan karyawan yang telah bergabung lebih dahulu. Tantangan ini berlaku tak hanya di perusahaan besar saja, tetapi juga dalam ranah startup yang umumnya memiliki keterbatasan dari sisi tenaga dan kapital.

Untuk memastikan loyalitas selalu terjaga, perusahaan perlu mendalami betul alasan umum yang mendorong karyawan terbaik pergi meninggalkan pekerjaan mereka. Hal ini diperlukan untuk mempertimbangkan strategi manajemen SDM perusahaan, dengan harapan bisa meminimalkan kemungkinan perginya karyawan terbaik.

Terlepas dari faktor di luar kendali seperti tawaran kerja baru, pertimbangan personal karyawan, atau lainnya, menurut saya ada lima alasan dari sisi internal mengapa karyawan terbaik mengundurkan diri, meski tampak begitu menyukai pekerjaannya. Berikut adalah kelima alasan tersebut.


Situasi yang stagnan

\

sumber gambar

Seorang pekerja (baik di perusahaan besar maupun startup) cenderung tidak ingin terjebak dalam pekerjaan yang menjemukan selama bertahun-tahun. Melakukan rutinitas pekerjaan yang sama berulang-ulang tanpa merasakan perubahan berarti dapat diartikan sebagai bentuk stagnan. Hal ini bisa menyebabkan rasa jenuh yang perlahan-lahan membuat orang tak lagi menyukai pekerjaan mereka.

Berdasarkan survei yang dirilis oleh Glassdoor, sebuah perusahaan yang menyediakan platform pencarian kerja online, pekerja yang terus-menerus berada dalam kondisi stagnan umumnya akan meninggalkan pekerjaan mereka untuk mencari hal baru di luar perusahaan.

Cara yang bisa ditempuh perusahaan untuk menghindar dari situasi stagnan adalah menciptakan jenjang jalur karier yang jelas, agar karyawan bisa melihat ke mana arah mereka di masa akan datang.

Selain itu, memberikan kesempatan karyawan untuk menyumbang ide baru adalah salah satu upaya terbaik dalam menghindarkan pekerja dari situasi stagnan. Dengan kesempatan yang diperolehnya, seorang pekerja bisa berimprovisasi terhadap pekerjaan dan berkreasi menghasilkan sesuatu yang di luar ekspektasi perusahaan.

Kebebasan berkreasi dan menyumbang ide semacam ini menjadi suatu hal lebih mudah ditemui di dunia startup. Dengan kultur yang cenderung dinamis, seorang pekerja dapat terhindar dari perasaan stagnan, dan merasa bahwa dirinya lebih dari sebatas sekrup kecil dalam sebuah mesin yang kompleks.


Kerja yang terlalu diforsir

sumber gambar

Tidak ada situasi lain yang membuat orang begitu cepat membenci pekerjaan mereka selain kondisi kerja yang berlebihan atau overwork. Rasa lelah dan stres tinggi merupakan alasan yang perlu diketahui para petinggi perusahaan, apalagi di saat mereka memberlakukannya dalam situasi yang cukup genting.

Jangan sampai beban kerja berlebih ditimpakan hanya pada individu terbaik perusahaan, meski kemampuan yang dimilikinya sangat dibutuhkan. Manajemen perlu mempertimbangkan dampak overwork terhadap karyawan dan memberikan apresiasi lebih, seperti berupa insentif bonus, tambahan masa cuti, atau lain sebagainya.

Kebutuhan kerja keras perlu diimbangi dengan inisiatif kerja cerdas
Kondisi overwork bukanlah sesuatu yang mustahil ditemukan di era serba kompetitif seperti sekarang, baik di lingkup perusahaan besar maupun dalam startup. Dengan medan persaingan yang begitu sengit, kebutuhan kerja keras perlu diimbangi dengan inisiatif kerja cerdas, agar karyawan tetap merasa dimanusiakan.


Kondisi perusahaan yang kurang apresiatif

Pekerja tak ubahnya manusia pada umumnya. Para karyawan memiliki kebutuhan untuk dihargai atas pencapaian yang telah diperoleh, terutama dari hasil jerih payah mereka. Penghargaan bisa menjadi motivasi untuk terus melakukan yang terbaik dalam hal pekerjaan mereka.

Kekurangan terhadap apresiasi juga bisa mendorong seorang karyawan melirik tawaran kerja lain yang ada di luar perusahaan. Ketika manajemen kurang menghargai jerih payah seorang karyawan, mereka tidak hanya gagal memotivasi kinerjanya, tetapi juga gagal memberikan efek positif terhadap kultur pekerjaan yang susah payah dibangun.

Pemberian apresiasi tak harus berupa kenaikan gaji, insentif cuti, atau fasilitas lain-lain. Perusahaan bisa saja menempuh cara mudah seperti pemberian pujian, atau sekadar perhatian lebih dari atasan. Intinya dengan memberikan apresiasi, setidaknya karyawan tidak merasa diperas dari segi tenaga mereka saja.


Kultur bekerja apatis dan kompetitif

Kultur perusahaan yang positif cenderung menciptakan pengalaman kerja atraktif untuk dijalani para karyawan. Sebaliknya ketika kultur tersebut mementingkan pencapaian individual, kurang bersahabat, atau apatis, nuansa bekerja tidak lagi akan disenangi.

Mengapa? Karena dalam lingkup pekerjaan model “hukum rimba” semacam ini, melakoni pekerjaan tak lebih dari sekadar upaya bertahan hidup di lingkungan profesional yang sangat kompetitif.

Model lingkungan atau kultur bekerja semacam ini umumnya jarang dijumpai dalam ranah startup, namun bukan berarti tidak ada. Seiring dengan makin besarnya perusahaan atau startup tempat kamu bekerja, semakin besar kemungkinan kultur bekerja yang mengedepankan sisi kompetitif akan muncul.

Di saat para karyawan sudah muak dan tak lagi betah dengan suasana kerja ini, jangan salahkan jika karyawan terbaik lebih memilih keluar mencari suasana baru di perusahaan lainnya.


Arah perusahaan yang tidak jelas


sumber gambar

Salah salah satu kemampuan karyawan adalah mengamati, merasakan, dan menilai situasi perusahaan secara langsung dari dalam. Dari pandangan itulah, mereka menilai apakah sebuah perusahaan maupun startup mampu mencapai visi dan misi yang telah ditentukan.

Seorang individu profesional pastinya tidak ingin dibuai dengan mimpi yang terlalu tinggi dari perusahaan maupun startup tempat ia bekerja. Ia akan jeli mengamati situasi yang terjadi di sekitar, mulai dari kesehatan finansial perusahaan, arah kebijakan, pergeseran kultur, dan lain-lain.

Situasi terburuk dari proses observasi ini adalah ketika kantor tempatnya bekerja mulai memperlihatkan pertanda buruk yang berpotensi merugikan karyawan di kemudian hari. Kondisi seperti gaji yang telat dibayar berbulan-bulan, pemutusan hubungan kerja karena salah kebijakan direksi, dan lainnya bisa menjadi sinyal untuk mencari “sekoci” baru bagi mereka.

Demikian beberapa alasan mengapa karywan terbaik suatu perusahaan memilih untuk keluar. Menciptakan kondisi yang kondusif, nyaman dan dinamis merupakan agar karyawan tetap betah dan mampu untuk berkarya.

sumber

2 Likes

Kalu tau dari cerita keluarga saya yang seorang kredit analyst di bank, beliau pindah karena lingkungan kerja sih. Ditambah lagi dengan gaji yang lebih menggiurkan.

Dibandingkan dengan tempat kerjanya yang dulu, ia sekarang merasa lingkungan kerjanya lebih profesional. Ya bagi beliau tentu hal ini sangat menunjang karirnya.

Ya mungkin ada beberapa hal lain yang menjadi alasan beliau untuk pindah. Tapi saya pikir dua alasan diatas yang paling masuk akal.

Berdasarkan referensi yang saya baca, beberapa hal yang membuat karyawan terbaik mengundurkan diri,

1. Karyawan terbaik keluar karena gaji terlalu kecil atau waktu yang dibutuhkan terlalu lama untuk naik gaji.

Karyawan berharap dengan membaiknya performa kerja, maka ada peningkatan dalam urusan pendapatan. Meskipun gaji tidak naik, paling tidak ada fasilitas baru yang diperoleh. Jika performa mereka terus meningkat tetapi gajinya tetap, mereka bisa berpikir kantor hanya mengeksploitasi dirinya.

2. Karyawan terbaik keluar karena ada tempat lain yang menawarkan gaji atau fasilitas lebih baik dari kantor yang sekarang.

Bila prestasi tak ditunjang dengan perbaikan pendapatan, jangan heran bila karyawan akan keluar kerja. Apalagi bila ada perusahaan lain yang memiliki penawaran gaji atau fasilitas lebih baik. Dan kamu perlu tahu, orang yang bertugas merekrut karyawan terbaik dari kantor lain dinamakan ‘headhunter’.

3. Karyawan terbaik keluar karena pola kerja yang sekarang terlalu monoton dan membosankan. Dan mereka ingin tantangan.

Manusia adalah makhluk yang dinamis. Ia selalu bergerak mencari hal yang baru dan tantangan. Bahkan bila sebuah pekerjaan dihadapkan pada rutinitas yang monoton, besar kemungkinan karyawan akan meninggalkannya karena rasa bosan.

4. Karyawan terbaik keluar karena prestasi yang mereka lakukan tak pernah dianggap dan tak diapresiasi sama sekali.

Tak ada yang menghargai prestasi atau kemajuan yang dibawa oleh seorang karyawan. Maka jangan heran bila karyawan tersebut memilih mundur dari pekerjaan.

5. Karyawan terbaik keluar karena tekanan kerja yang terus membesar.

Tekanan kerja yang terus menghimpit bisa jadi adalah pendorong karyawan untuk mundur. Tekanan kerja semisal banyaknya pekerjaan, waktu yang semakin ketat, beban kerja dan sebagainya. Ketika tekanan kerja sudah berada di luar kesanggupan karyawan, ia akan keluar.

1 Like

Dear Boss, I quit…….”

Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah.

Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion, bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya dinilai baik.

Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor tempatnya bekarja.

Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari “kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir.

MERASA TIDAK DIHARGAI

Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai. Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih payah yang sudah dilakukan dengan baik.

Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita.

Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai. Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan mencari tempat kerja lain.

BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI

Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik, dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar.

Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan.

Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena inflasi? Mau bekerja rodi?

PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH

Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai kompensasi tambahan tanggung jawab.

Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan? Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu.

Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul.

TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI

Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang, tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita.

Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha, bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap? Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi.

SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN

Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar, pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya memutuskan untuk resign.

Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman. Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak?.

1 Like

Saya pernah membaca sebuah artikel tentang mengapa karyawan terbaik mengundurkan diri, menurut presiden sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konsultasi bisnis, Donn Carr, menyatakan bahwa pemicu awal karyawan terbaik mengundurkan diri adalah perusahaan dan atasan. Setiap perusahaan tentu mengidamkan karyawan dengan kinerja terbaik.

Itu sebabnya, ada proses rekrutmen sebagai filter. Sejumlah persyaratan sengaja dipasang demi menghalau calon pelamar yang tidak diharapkan. Seleksi bahkan kerap kali terdiri atas beberapa tahap, seperti administrasi, wawancara, sampai dengan tes. Tidak berhenti sampai di situ, setelah karyawan baru diterima biasanya masih ada tahap pelatihan (training) 1—3 bulan, bergantung kebijakan perusahaan.

Jika selama masa pelatihan karyawan tidak menunjukkan kinerja yang diharapkan, biasanya akan diberhentikan. Demi memilih seorang karyawan, perusahaan harus menyediakan waktu, tenaga, dan biaya.

Dengan demikian, jelas bahwa memilih karyawan bukanlah hal remeh. Lantas, bagaimana jika perusahaan telah memiliki karyawan yang sesuai bahkan dengan kinerja sangat baik tetapi harus rela ditinggalkan karena adanya pengajuan surat pengunduran diri? Nah lo, apa penyebabnya? Berikut 7 alasan karyawan terbaik mengundurkan diri.

1. Tidak ada apresiasi

Pengakuan atas kinerja karyawan tidak boleh diabaikan, baik sekadar ucapan terima kasih, pujian, hadiah, ataupun kenaikan pangkat dan/atau gaji. Jika atasan menganggap usaha terbaik karyawan sebagai hal biasa yang sepatutnya dilakukan, dapat membuat karyawan merasa tidak dihargai.

Selain itu, tidak seharusnya karyawan cemerlang diperlakukan sama seperti karyawan yang kerjanya biasa saja. Jika tidak, akan muncul persepsi ‘kerja bagus atau biasa, sama saja’. Apalagi hingga Anda membuat kesalahan fatal dengan mempromosikan karyawan yang salah, yang kinerjanya tidak cukup bagus.

Hal itu tidak hanya akan membuat karyawan terbaik merasa tidak dihargai, tetapi juga merasa terhina karena dilampaui oleh karyawan dengan kinerja buruk. Percayalah bahwa karyawan terbaik selalu ingin memberikan kontribusi dan hasil yang lebih pada perusahaan. Oleh sebab itu, jaga dan peliharalah keinginan tersebut dengan apresiasi yang Anda berikan.

2. Ketidakpedulian atasan

Menurut Carr, atasan yang tidak peduli akan melihat lebih banyak karyawan masuk dan keluar. Ketidakpedulian atasan berpengaruh pada banyaknya tingkat karyawan yang masuk dan keluar. Lebih dari sebagian karyawan yang mengundurkan diri disebabkan oleh hubungan mereka dengan atasan.

3. Karyawan tidak berkembang

Karyawan terbaik selalu ingin mengembangkan kemampuannya. Sayangnya, tidak sedikit atasan yang memasrahkan kewajiban untuk membantu karyawan berkembang kepada HRD. Akibatnya, karyawan akan merasa bosan lalu mengundurkan diri karena selalu berada di titik yang sama. Padahal jika kemampuan karyawan yang sudah baik terus dikembangkan, bisa membuat mereka memberikan hasil tak terduga bahkan melampaui batas kemampuannya.

4. Ingkar janji

Kejujuran menjadi salah satu faktor penting yang membuat Anda mempertahankan seorang karyawan. Seperti halnya Anda, karyawan juga menjadikan kejujuran sebagai alasan penting untuk bertahan di perusahaan. Itu sebabnya, Anda harus berhati-hati dalam bertindak bahkan berucap.

Jika sebuah janji-yang mungkin tanpa sadar diberikan-Anda ingkari, bisa membuat Anda kehilangan karyawan terbaik walaupun janji itu tidak tertulis. Karyawan cenderung mengingat janji Anda meski hanya diberikan secara verbal. Jadi, tepatilah janji apapun yang sudah terlanjur Anda berikan demi menjaga kepercayaan karyawan dan membuatnya tetap tinggal diri.

5. Pembatasan berlebihan

Perlu Anda ketahui bahwa pola pikir dan kreativitas antara atasan tentu berbeda dengan karyawan. Yang seharusnya Anda lakukan adalah memberikan kebebasan bertanggung jawab kepada karyawan untuk menyalurkan kreativitasnya, bukan malah menjadikan karyawan sebagai boneka yang sama persis dengan Anda. Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Anda, bisa jadi telah ada di benak karyawan. Biasanya karyawan terbaik menginginkan adanya perubahan di tempat kerjanya. Hal itu karena karyawan melihat ada yang perlu diperbaiki di tempat kerjanya, yang selama ini tidak diketahui atau dirasakan atasan. Kesalahan yang sering dilakukan atasan adalah tidak terbuka pada gagasan karyawan dan cenderung antiperubahan.

Pembatasan lainnya yang bisa membuat karyawan tidak betah adalah aturan perusahaan. Ingatlah bahwa aturan yang dibuat ditujukan untuk manusia, bukan robot yang bisa Anda atur seenaknya. Aturan yang dibuat hendaknya dapat menciptakan ketertiban perusahaan tanpa mengabaikan kenyamanan karyawan.

6. Tidak Ada Ketegasan

Tahukah Anda bahwa reaksi atasan terhadap karyawan yang kurang bertanggung jawab pada pekerjaannya sangat diperhatikan karyawan? Jika Anda membiarkan kinerja buruk tetap berlangsung tanpa ada peringatan atau sanksi, dapat menciptakan suasana kerja yang tidak baik. Membiarkan kinerja buruk berada di tempat kerja seperti halnya membiarkan virus flu menular ke seluruh penghuni rumah. Ya, karyawan yang awalnya baik dalam bekerja bisa menjadi buruk karena karyawan lain di tempatnya bekerja juga buruk dan dibiarkan.

7. Tidak Membahagiakan

Individu yang bahagia dalam bekerja akan menunjukkan hasil yang lebih baik. Hal itu karena karyawan yang bahagia cenderung lebih giat dan bersemangat dalam menyelesaikan pekerjaannya. Satu di antara cara untuk membuat karyawan terbaik betah di perusahaan Anda adalah dengan membuatnya bahagia.

Memberi kesempatan bagi mereka untuk menggeluti pekerjaan yang disenangi bisa membuat produktivitas mereka meningkat. Kebahagiaan karyawan sekaligus menjadi tolok ukur kesehatan perusahaan. Itu sebabnya, banyak perusahaan besar yang sangat memerhatikan kebahagiaan karyawannya.

Menurut Travis Bradberry, penulis terkemuka Amerika, Anda harus memikirkan dengan hati-hati perlakuan yang diberikan kepada karyawan terbaik, jika ingin mereka tetap bekerja di perusahaan Anda. Oleh sebab itu, sebagai atasan Anda harus bijak dalam bertindak dan ingatlah bahwa karyawan terbaik adalah aset berharga dalam perusahaan. Maka, bertindak dan bersikaplah layaknya orang yang membutuhkan.

2 Likes

guoguiyan.com

Semoga artikel ini dapat memberi pengetahun lebih bagaimana kita memperlakukan karyawan terbaik dengan hati-hati. Cukup luar biasa seberapa sering Anda mendengar manager mengeluh tentang karyawan terbaik mereka yang akan keluar, dan mereka benar-benar memiliki sesuatu untuk dikeluhkan.

Manager seringkali mengeluhkan tingginya tingkat turnover di tim mereka, padahal sebenarnya inti permasalahannya adalah mereka resign karena mereka ingin mereka ingin menjauh dari manajer mereka.

Masalah ini dapat dengan mudah dihindari. Semua yang dibutuhkan adalah sebuah perspektif baru dan beberapa usaha oleh manajernya. Pertama, kita perlu memahami sembilan hal terburuk yang dilakukan oleh manager sehingga membuat karyawan terbaiknya angkat kaki.

1. Memberi Pekerjaan yang Berlebihan

Tidak ada yang lebih menyiksa karyawan selain sering lembur. Sangat menggoda untuk memperkerjakan karyawan terbaik berlebihan sehingga manager sering terjatuh dalam perangkap ini. Memberi lembur untuk karyawan yang baik adalah membingungkan; hal ini membuat mereka merasa dihukum karena performanya yang hebat. Lembur karyawan juga kontraproduktif. Penelitian baru dari Stanford menunjukkan bahwa produktivitas per jam menurun tajam ketika jam kerja melebihi 50 jam per minggu, dan produktivitas menurun begitu banyak setelah 55 jam kerja.

Jika Anda harus meningkatkan pekerjaan yang diberikan kepada karyawan, sebaiknya Anda juga meningkatkan status mereka juga. Karyawan berbakat akan mengambil beban kerja yang lebih besar, tetapi mereka tidak akan tinggal jika pekerjaan mereka mati dalam prosesnya. Kenaikan gaji, promosi, dan perubahan title adalah cara-cara yang dapat diterima untuk meningkatkan beban kerja. Jika Anda hanya meningkatkan beban kerja karena orang berbakat, tanpa mengubah sesuatu, mereka akan mencari pekerjaan lain yang memberi mereka apa yang mereka layak terima.

2. Mereka Tidak Kenal Kontribusi dan Reward

Orang seringkali meremehkan kekuatan dari pujian, terutama oleh orang top yang pada hakikatnya memotivasi. Semua orang suka pujian, tidak terkecuali orang-orang yang bekerja keras dan memberikan segalanya dalam pekerjaan. Manager perlu berkomunikasi dengan karyawan mereka untuk mengetahui hal apa yang membuat mereka merasa baik (untuk beberapa, kenaikan gaji; untuk yang lain, pengakuan publik) dan kemudian diberikan untuk mereka yang bekerja dengan baik. Dengan manager yang baik, hal ini akan sering terjadi jika Anda bekerja dengan benar.

3. Mereka Tidak Peduli dengan Karyawan Mereka

Lebih dari setengah orang-orang yang meninggalkan pekerjaan melakukannya karena masalah hubungan mereka dengan bos. Perusahaan cerdas meyakinkan manager mereka tahu bagaimana menyeimbangkan hidupnya dengan orang lain. Mereka adalah bos yang merayakan kesuksesan karyawannya, berempati bersama mereka yang melalui masa sulit, dan memberi tantangan. Bos yang gagal untuk peduli akan selalu punya tingkat turnover yang tinggi. Ini tidak mungkin untuk bekerja bagi orang yang tidak secara langsung terlibat dan peduli selain Anda menyelesaikan pekerjaan Anda.

4. Mereka Tidak Menghargai Komitmen

Membuat janji-janji dan komitmen agar orang merasa Anda bisa diandalkan membuat orang senang. Ketika Anda menjunjung tinggi komitmen, Anda tumbuh di mata karyawan karena Anda membuktikan kepada diri sendiri bahwa Anda dapat dipercaya dan terhormat (dua kualitas yang sangat penting untuk seorang bos). Tetapi ketika Anda – sebagai bos- mengabaikan komitmen Anda, Anda terlihat tidak peduli, dan tidak sopan. Kesimpulannya, jika seorang bos tidak menghargai komitmennya sendiri, mengapa orang lain harus?

5. Mereka Memperkerjakan dan Mempromosikan Orang yang Salah

Karyawan pekerja keras lebih suka bekerja dengan orang yang berpikiran serupa dengannya (professional). Ketika manager tidak mempekerjakan orang yang tepat, hal ini menjadi sebuah hambatan bagi karyawan lain. Menaikkan jabatan orang yang salah malah lebih buruk. Ketika Anda hanya bekerja untuk mendapatkan promosi yang seharusnya didapatkan oleh orang yang lebih pantas, hal ini sangat menyinggung.

6. Mereka Tidak Membiarkan Orang Mengejar Impiannya

Karyawan yang berbakat adalah orang yang sangat berambisi. Menyediakan kesempatan bagi mereka untuk mengejar passion mereka akan meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja. Tetapi banyak manager hanya ingin karyawannya bekerja dalam garis nyaman. Manager ini takut bahwa produktivitas akan menurun jika mereka membiarkan karyawan melebarkan fokus dan mengejar passion-nya. Ketakutan ini tidak memiliki dasar. Studi menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu mengejar passion dalam pengalaman kerja, lima kali lebih produktif dari umumnya.

7. Mereka Gagal Mengembangkan Kemampuan Orang Lain

Ketika manager ditanya tentang kurangnya perhatian mereka kepada karyawan, mereka mencoba untuk beralasan dengan menggunakan kata-kata seperti “kepercayaan”, “otonomi”, dan “pemberdayaan”. Ini adalah omong kosong. Manager yang baik akan mengelola, tidak peduli seberapa berbakatnya karyawan tersebut. Mereka memberi perhatian dan terus mendengarkan dan memberi feedback.

8. Mereka Gagal Menggunakan Kreativitas Karyawannya

Karyawan berbakat akan terus meningkatkan apa pun yang dilakukannya. Jika Anda mengambil kemampuan mereka untuk mengubah dan memperbaiki hal-hal hanya karena Anda merasa nyaman dengan hal yang datar, hal ini membuat mereka tidak menyukai pekerjaannya. Membatasi keinginan hanya membatasi mereka, tapi juga Anda.

9. Mereka Gagal Menantang Karyawannya Secara Intelektual

Bos yang hebat akan menantang karyawan mereka untuk menyelesaikan beberapa hal yang terlihat tak terbayangkan pada awalnya. Mereka menetapkan tujuan mulia yang mendorong orang keluar dari zona nyamannya. Kemudian, manajer yang baik melakukan segalanya dalam kekuasaan mereka untuk membantu mereka berhasil. Ketika orang-orang berbakat dan cerdas menyadari hal yang dilakukannya terlalu mudah atau membosankan, mereka mencari pekerjaan lain yang akan menantang kecerdasan mereka.

Kesimpulan

Jika Anda ingin karyawan terbaiknya untuk tetap tinggal, Anda perlu berpikir secara hati-hati tentang bagaimana Anda memperlakukan mereka. Sementara karyawan terbaik sangat , bakat mereka memberi banyak pilihan. Anda perlu membuat mereka ingin bekerja untuk Anda.

3 Likes