Kapan Seseorang akan Menolong?

Bagaimana seseorang memtuskan akan menolong orang lain atau tidak ?

Bagaimana langkah-langkah seseorang memutuskan untuk ikut membantu dalam keadaan darurat ?

Hal-hal apa yang membuat seseorang memutuskan untuk menolong atau tidak ?

Kepribadian, jenis kelamin, budaya, dan suasana hati merupakan hal-hal yang menyebabkan mengapa seseorang menolong orang lain. Namun itu tidaklah berarti seseorang akan menolong secara utuh, tergantung situasi sosial dari orang tersebut.

Lingkungan : Masyarakat Desa vs Masyarakat Kota

Ketika anda yang tengah berjalan tiba-tiba melihat seseorang yang berteriak kesakitan dan mengalami pendarahan yang hebat. Apakah yang akan lakukan?

Ketika kejadian ini berlangsung di pedesaan, hampir setengah orang-orang yang tengah berjalan akan berhenti dan menawarkan bantuan. Di kota besar, hanya 15% orang yang lewat yang berhenti dan menolong (Armanto, 1983).

Penelitian lain menemukan bahwa orang- orang di pedesaan lebih senang menolong ketika diminta untuk mencari anak kecil yang hilang, memberikan arahan, dan mengembalikan surat yang salah alamat. Ditemukan bahwa menolong merupakan sesuatu yang umum di kota-kota kecil beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Israel, Australia, Turki, Inggris dan Sudan (Hedge & Yousif, 1992; Stebly, 1987)

Orang-orang yang tumbuh di pedesaan lebih menginternalisasi nilai altruistik. Dalam hal ini, mereka yang tumbuh di pedesaan lebih menyukai untuk menolong, termasuk ketika mereka sedang menggunjungi kota besar.

Dengan kata lain, lingkungan menjadi kunci apakah seseorang mengenternalisasi nilai altruistik atau tidak.

Hasil riset mendukung bahwa urban overload hypotesis lebih dari sekedar ide bahwa tinggal di kota membuat seseorang secara alami menjadi kurang altruistik. Belasan hasil penelitian menunjukkan bahwa bila muncul kesempatan untuk menolong, baik keadaan darurat terjadi di pedesaan maupun di kota besar, saksi-saksi bermunculan (Steblay, 1987).

Urban-Overload Hypothesis: Teori bahwa orang-orang di kota terbebani oleh berbagai stimulasi secara terus menerus, dan bahwa mereka melindungi diri sendiri agar tidak kewalahan dengan hal itu.

Dalam studi lapangan yang dilakukan pada 36 kota di Amerika, hasilnya menunjukkan bahwa kepadatan penduduk berhubungan lebih erat dengan perilaku menolong daripada dengan besarnya jumlah penduduk (Levine, dkk, 1994). Semakin besar kepadatan penduduk, semakin sedikit kemungkinan orang untuk menolong.

Residential Mobility (Perpindahan Tempat Tinggal)

Seseorang yang telah tinggal lama di suatu tempat akan lebih mempertahankan perilaku prososial yang membantu komunitas. Tinggal untuk waktu yang lama di suatu tempat mengarah pada kelekatan yang lebih besar terhadap komunitas, lebih saling bergantung antara tetangga satu dan yang lain, dan lebih peduli terhadap reputasi dalam komunitasnya (Baumeister, 1986, Oishi et aI., 2006).

Orang yang tinggal lama di suatu tempat merasa menjadi bagian di komunitasnya. Hal ini didukung oleh eksperimen yang dilakukan oleh Oishi dkk (2006). Seperti yang telah diprediksi peneliti, seseorang yang berada dalam kondisi komunitas yang kuat akan lebih membantu teman kelompok yang sedang berjuang daripada seseorang dalam group yang “sementara”.

Alasan lain mengapa seseorang kurang suka menolong di kota besar adalah karena perpindahan tempat tinggal di kota besar lebih sering dibanding di daerah pedesaan. Seseorang lebih menyukai pindah ke kota, namun kemudian kurang merasakan menjadi bagian yang kuat dalam komunitas.

Jumlah Penonton : Efek Penonton

Bibb Latane dan John Darley (1970), adalah dua orang psikolog sosial yang mengajar di universitas di New York. Mengenai kasus seseorang yang tidak ditolong meski sudah menjerit ketika diserang pembunuh di sebuah apartemen, mereka tidak yakin bahwa alasan tetangganya tidak berhasil menolong adalah stress dan stimulus dari kehidupan perkotaan. Mereka fokus terhadap fakta bahwa banyak yang orang mendengar suara teriakan. Secara berlawanan, mereka berpendapat bahwa mungkin yang menjadi utama adalah jumlah orang disekitar yang mengamati keadaan bahaya, mereka enggan untuk menolong. Dari bahasan chapter 2, Latane dan Darley menyatakan, jawaban dari kejadian tersebut tergantung berdasarkan berapa jumlah partisipan yang menyaksikan keadaan darurat.

Bystander effect: bahwa semakin banyak jumlah orang di sekitar yang menyaksikan keadaan darurat, semakin sedikit orang yang akan menolong.

Latane dan Darley (1970) mengemukakan deskripsi mengenai bagaimana langkah-langkah seseorang memutuskan untuk ikut membantu dalam keadaan darurat sbb:

  1. Memperhatikan Kejadian
    John Darey dan Daniel Batson (1973) mendemonstrasikan bahwa sesuatu yang tampak sepele seperti banyaknya orang yang terburu-buru dapat menyebabkan banyak perbedaan mengenai orang seperti apakah mereka.

    Para peneliti ini menunjukan studi seperti cerita tentang orang-orang Samaria yang baik, dimana banyak orang yang lewat tidak berhenti dan menolong seseorang yang pingsan di sudut jalan tetapi dia adalah satu-satunya yang menolong. Peserta penelitian adalah pelajar yang mungkin sangat altruistik, yaitu pelajar seminari yang disiapkan untuk mengabdikan kehidupannya untuk agamanya.

    Para pelajar diminta untuk berjalan dari gedung ke gedung lain, dimana peneliti akan merekam mereka membuat pidato singkat. Beberapa dikatakan bahwa mereka terlambat dan harus segera menepati janji mereka. Lainnya deberitahu bahwa mereka harus segera karena asisten di gedung lain telah datang sebelum jadwal.

    Hasilnya adalah : Ketika mereka sedang tidak terburu-buru, sebagian besar dari mereka (63%) menolongnya. Ketika mereka sedang terburu-buru hanya 10% berhenti untuk menolong. Kabanyakan dari pelajar yang sedang terburu-buru bahkan tidak menyadari keberadaan orang tersebut.

  2. Menginterpretasikan Kejadian Sebagai Situasi Berbahaya/Darurat
    Ketika terjadi sesuatu kejadian, seseorang akan menginterpretasikan terlebih dahulu apakah kejadian tersebut berbahaya atau tidak. Jika seseorang tersebut berasumsi bahwa tidak terjadi apa-apa, maka mereka tidak akan menolong.

    Seseorang akan terlebih dahulu melihat sekitar apakah ada teriakan, apakah teriakan itu berasal dari suatu pesta atau karena ada keadaan bahaya, apakah ada tanda bahwa gedung akan terbakar? Jika tidak, maka mereka tidak akan berbuat apa-apa.

    Karena keadaan darurat seringkali terjadi secara tiba-tiba dan merupakan kejadian yang membingungkan, peonton cenderung untuk terdiam, mengamati dengan ekspresi kosong, dan mencoba untuk mencari tahu apakah yang sebenarnya terjadi. Ketika mereka saling menatap satu sarna lain, dan mereka melihat bahwa orang lain tidak terlalu memperhatikan, hal ini disebut pengabaian pluralistic (pluralistic ignorance)

Pengabaian pluralistic (pluralistic ignorance): penonton berasumsi bahwa tidak ada suatu masalah dalam keadaan darurat, karena tidak satupun orang yang memperhatikan.

  1. Mengasumsikan Tanggung Jawab
    Pada eksperimen mengenai adanya penyerangan, di mana partisipan percaya bahwa mereka satu-satunya orang yang mendengar teriakan seseorang yang mengalami penyerangan, maka tanggung jawab secara mutlak berada padanya.

    Jika ia tidak menolong, maka tidak ada satupun juga yang akan menolong, maka orang tersebut mungkin akan tewas. Hasilnya, dalam kondisi ini hampir semua menolong dengan segera. Namun jika ini terjadi dengan banyak orang yang mendengar teriakan maka akan terjadi diffusion of responsibility.

    Hal ini terjadi kerena terdapat banyak orang, penonton tidak merasa bahwa ia adalah satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab dan harus bereaksi.

Diffusion of responsibility: fenomena dimana masing-masing penonton merasakan penurunan rasa tanggung jawab karena bertambahnya jumlah saksi mata

  1. Mengetahui Bagaimana Cara Untuk Menolong
    Dalam membantu, setelah urutan-urutan terdahulu terpenuh, kondisi lain juga harus dipenuhi : Mereka harus memutuskan pertolongan tepat apa yang harus dilakukan.

  2. Memutuskan Implementasi untuk Menolong
    Meskipun kita mengetahui bantuan apa yang tepat untuk diberikan, masih terdapat alasan mengapa kita memutuskan untuk menolong. Satu hal, mungkin kita tidak cukup kompeten untuk memberikan bantuan yang tepat.

    Bahkan ketika kita mengetahui pertolongan apa yang dibutuhkan, kita harus mempertimbangkan resiko bila kita memberikan pertolongan. Ketika suatu permintaan diberikan secara umum, sekumpulan orang dengan jumlah orang yang banyak akan merasa bahawa mereka tidak memiliki tanggung jawab untuk menolong.

    Namun ketika dialamatkan kepada yang lebih spesifik dengan mencantumkan nama, orang-orang akan lebih merasa memiliki tanggung jawab untuk menolong.

Lima langkah pengambilan keputusan untuk menolong dalam keadaan darurat
Gambar Lima langkah pengambilan keputusan untuk menolong dalam keadaan darurat

Sumber : M. M. Nilam. Widyarini., “PERILAKU PROSOSIAL”