Kampus Merdeka Gerbang Menuju Komersialisasi & Eksploitasi Pendidikan, Benarkah?

image

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) masa kepemimpinan Nadiem Makarim belum lama ini mengeluarkan kebijakan baru berupa Program Kampus Merdeka. Kebijakan ini menurut Mas Menteri;sapaan akrab Nadiem Makarim, dapat melepaskan belenggu kampus agar lebih mudah bergerak. Terdapat empat garis besar dalam kebijakan Kampus Merdeka tersebut. Pertama, pemberian kewenangan penuh perguruan tinggi untuk mendirikan Program Studi (prodi) baru. Kedua, proses reakreditasi secara otomatis. Ketiga, mempermudah proses peralihan status Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTNBLU) menjadi PTN Badan Hukum (PTNBH). Keempat, adalah kebebasan mahasiswa untuk belajar di luar prodinya, bahkan di luar kampusnya.

Mengenai program baru yang diusung oleh Nadiem Makarim, masyarakat sedikit demi sedikit mulai berdiskusi terkait program tersebut. Pro dan dan kontra pun bermunculan di tengah masyarakat. Mereka yang pro mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut dapat mendorong para mahasiswa yang kurang mempunyai skil dan wawasan menjadi lebih berkembang potensinya dengan mengikuti kegiatan diluar kampus.

Selain mereka yang pro terhadap kebijakan Kampus Merdeka, banyak juga diantara mereka yang tidak setuju dan memandang sebagai hal yang tidak memiliki manfaat yang optimal bagi mahasiswa. Program ini dinilai akanberdampak pada perubahan kurikulum perguruan tinggi. Selain itu program magang selama 6 bulan, menimbulkan adanya kekhawatiran bahwa program magang yang dicanangkan justru malah menjadi alat bagi industri untuk mendapatkan tenaga kerja murah. Menyoroti poin ke-3 tentang PTNBH, seperti yang sudah diketahui PTN yang Berbadan Hukum harus mempunyai sumberdaya sendiri untuk menjalankan perkuliahan termasuk dalam hal fasilitas, karena tidak ada lagi campur tangan pemerintah dalam perjalanannya. Ketika PTN sudah Berbadan Hukum otomatis biaya perkuliahan akan tinggi karena untuk menunjang fasilitas di kampus. Sedangkan pemerintah tidak bisa ikut campur dalam menentukan kebijakan. Jadi kebijakan ini dinilai akan sangat merugikan bagi masyarakat miskin yang akan kesulitan untuk menjangkau biaya perguruan tinggi yang semakin mahal. Berdasarkan argumentasi inilah, pihak yang tidak setuju menganggap bahwa Program Kampus Merdeka ini dicap sebagai alat komersialisasi pendidikan.

Jika kita telisik, ternyata progam Kampus Merdeka ini memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing. Kalau dari sudut pandangku, program ini memang hal yang baik dan dapat menjadi gerakan revolusioner bagi pendidikan Indonesia jika dijalankan dengan baik dan penuh perhatian. Program Kampus Merdeka harus ditinjau dengan hati – hati dan cermat agar tidak berbalik menjadi mimpi buruk bagi Indonesia.

Kalau menurut Youdics, benarkah kampus merdeka ini justru menjadi gerbang menuju komersialisasi dan ekspolitasi pendidikan?

Dari sudut pandangku, MBKM sebenarnya memiliki banyak dampak positif terhadap mahasiswa. Terutama dalam bidang pengalaman dalam pekerjaan sehingga kita sebagai mahasiswa tidak hanya terfokus pada teori-teori saja yang ada dalam perkuliahan.

Program MBKM sendiri ada beberapa, antara lain magang, mengabdi pada desa, pertukaran pelajar, asistensi mengajar, kewirausahaan, dll. Sebelum ada MBKM, ada yang namanya program PKL yang mungkin hanya setara 3 SKS biasanya dilaksanakan 2-3 bulan. Dalam kurun waktu tersebut, menurut saya pengalaman pekerjaannya sangat minim. Bahkan sebenarnya hanya baru memulai dan baru sejumput dari dunia pekerjaan. Ada juga KKN yang mirip dengan mengabdi pada desa. Semua programnya menguntungkan mahasiswa sebenarnya. Sehingga sebagai mahasiswa, selain mendapatkan teori di perkuliahan, kita juga mendapatkan kompetensi lulusan yang lebih baik.

Akan tetapi, hal ini menjadi sedikit menjengkelkan, ketika sebagai mahasiswa, kami “dipaksa” untuk mengikuti program ini. Seperti yang terjadi di kampus saya, dan terjadi pada saya sendiri, terdapat sedikit “paksaan” dan “ancaman” untuk memenuhi “target” MBKM. Padahal seharusnya, program ini bisa diikuti tanpa paksaan dari manapun.

Disebut, eksploitasi dan komersialisasi pendidikan menurut saya sedikit berlebihan. Karena menurut saya program ini hanya memberikan “pelatihan” yang lebih dari sebelumnya. Karena pada akhirnya, mahasiswa setelah lulus akan menuju ke “dunia pekerjaan” tersebut.