Kalian Lebih Suka Membaca Karya Original atau Karya Terjemahan?

Jika kita suka membaca novel ataupun jenis buku lainnya, seringkali kita dihadapi pada dua pilihan yaitu membaca karya original atau membaca karya terjemahan. Misalnya ketika kita ingin membaca seri novel Harry Potter atau Heroes of Olympus, yang memiliki versi orginal dalam bahasa inggris dan versi terjemahan yang telah beredar dalam banyak bahasa di dunia termasuk Indonesia. nah, menurut youdics sekalian, lebih suka yang mana diantara karya original dan karya terjemahan ?

2 Likes

Kalau aku sendiri lebih suka yang terjemahan, alasan pertama yang mungkin general bagi semua orang adalah, terbatasnya pemahaman terhadap bahasa asing, terutama bagi yang jarang memburu karya sastra dengan bahasa Inggris misalnya. Dan memang ada sebagian orang yang lebih merasa buku original lebih terasa feel nya daripada buku terjemahan. Terlebih buku yang sudah di terjemahkan biasa ada sedikit perubahan-perubahan menyesuaikan kosakata yang sesuai. Beberapa hari lalu aku membeli buku puisi salah satu penulis luar negeri, beruntungnya ada versi bahasa indonesia yang juga diterjemahkan oleh sesama penyair. Yaitu Aan Mansyur. Meskipun belum pernah mencoba membeli karya beliau, pesan yang diterjemahkan oleh Aan mansyur tidak memangkas ciri khas penulis utama pada buku tersebut. Jadi bagiku, sekalipun terjemahan menurutku itu original selagi bukan hasil bajakan hehe. Nah, adanya buku terjemahan ini juga menjadi alternatif bagi orang yang ingin membaca karya luar negeri tetapi belum bisa membaca dengan bahasa asing. Dan menurutku juga, sastra bahasa asing lebih ribet memahaminya hehe, jadi milih opsi yang bisa dipahami saja. Namun memang karya terjemahan masih terbatas, masih ada buku yang tidak tersedia atau belum ada versi cetak terjemahannya.

Sebagai salah satu mahasiswa sastra, aku lebih suka ketika membaca karya original dalam bahasa aslinya. Namun kasus ini berlaku hanya untuk cerita seperti novel, cerpen, dan fabel. Dengan membaca karya aslinya, aku mengetahui maksud lebih dalam apa yang penulis ingin sampaikan terhadap pembacanya dan ciri-ciri dari buku tersebut lebih terasa karena buku mempunyai kaitan sejarahnya sendiri terutama masalah yang ada di sekitar manusia dan pesan lainnya. Seperti Jugendliteratur atau Novel Remaja (Young Adult Novel) berjudul die Wolke yang menceritakan pandangan anak sebagai korban dari kebocoran nuklir. Cerita ini dikaitkan dengan kejadian Chernobyl di Ukraine dan juga pada tahun 20-an anak mulai dianggap sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki banyak perasaan dan pasti mempunyai masalah, sehingga anak tidak hanya dipandang sebagai manusia yang riang tanpa maslah saja.

Untuk saya pemahaman saya tentang bahasa inggris belum tajam, masih banyak hal tentang pelajaran bahasa inggris yang masih harus saya dalami. Sehingga untuk membaca buku yang originalnya bahasa inggris saya jadinya membeli buku terjemahannya. Dan yang membuat saya senang, kadang ada beberapa jokes yang diberikan si penulis masih terasa lucu walau dalam tulisan terjemahan, dan ini membuat saya terdorong ingin membaca buku originalnya, ingin membaca jokesnya yang lucu dengan bahasa aslinya.

Dan dari beberapa orang yang menasehati tentang membaca buku memang membaca buku originalnya akan seperti langsung mendapat ilmunya langsung. Mungkin kalau terjemahan ada beberapa kata-kata yang berilmu sulit untuk diterjemahkan sehingga ada mispengertian.

Menurut saya lebih enak membaca karya yang original karena ada beberapa hal yang jika diterjemahkan akan hilang atau berkurangnya suatu pesan yang ingin disampaikan dari penulisnya. Dan lagi, menjadi seorang penerjemah itu sulit sekali. Gaya penerjemahan setiap orang pun berbeda-beda, tergantung ia menggunakan teknik terjemahan yang mana. Sehingga menghasilkan terjemahan yang berbeda juga. Terkadang ada karya terjemahan yang bahasanya malah sulit untuk dimengerti atau malah melenceng jauh atau bisa juga maksudnya kurang tepat. Sehingga sangat disayangkan jika membaca karya terjemahan saja. Ada baiknya baca juga karya aslinya untuk lebih memahami isi karyanya.

Saya pribadi lebih menyukai membaca karya terjemahan. bukan berarti tidak menghargai sang penulis, namun saya masih kurang dalam memahamin bahasa asing dalam suatu karya original. menurut saya membaca karya tulis terjemahan dapat lebih membantu saya dalam memahami isi dari suatu karya tersebut. namun, memang tidak semua hal yang diterjemahkan sesuai dengan karya original. mungkin ada beberapa hal yang tidak diterjemahkan ataupun dihilangkan. ini yang terkadang membuat saya kurang tertarik terhadap suatu karya terjemahan.

Kalau aku paham bahasa aslinya, pasti baca versi aslinya (original). Menurutku dengan membaca versi asli, kita jadi lebih bisa menangkap apa yang penulis coba sampaikan. Apalagi kalau membaca fiksi yang banyak menggunakan majas dan lain-lain, akan lebih enak baca versi aslinya karena maksud yang tersembunyi bisa lebih mudah ditangkap. Plus, bisa menambah wawasan vocab juga, jadi it’s a win-win solution, right?

Jika saya mengerti bahasa dari karya original tersebut, maka saya akan lebih memilih membaca versi originalnya.

Terkadang ada beberapa makna kata, ungkapan, jokes dan referensi tertentu yang lebih mengena dan lebih mudah dipahami dalam source language nya. Seringkali target language tidak memiliki padanan yang memadai untuk hal-hal tersebut. Contoh dekatnya, misal seperti serial Spongebob, itu banyak referensi dan jokes yang jika di-Indonesiakan maknanya akan hilang.

Contohnya, ada sebuah episode Spongebob tentang kotak tertawa, dimana Spongebob tidak berhenti tertawa selama seharian. Nah dalam salah satu scene nya, Spongebob memberikan Sandy tebak-tebakan begini:

"Apa yang punya roda empat dan bisa terbang?
“Truk sampah!”

Bagi kita yang mendengar versi dubbing Indonesia, pasti bingung kenapa bisa jawabannya truk sampah. Sangat tidak masuk akal. Tapi jika tahu versi Bahasa Inggrisnya, joke nya jadi nyambung.

“What has four wheels and flies?”
“A garbage truck!”

Nah disini kita bisa melihat terdapat mistranslasi dalam kata “flies” yang seharusnya berarti lalat, bukan terbang. Kesalahan penerjemahan semacam inilah yang kadang membuat kita melewatkan jokes dan referensi dari sebuah karya, termasuk karya sastra.