Kalau Tuhan tidak menguji melebihi kemampuan hambaNya, kenapa banyak orang yang depresi dan bahkan bunuh diri?

Menurut pendapat saya, jika seseorang sudah mengalami mental illness seperti yang telah disebutkan di atas, itu memiliki penanganan khusus yaitu pergi ke psikiater dan akan diberi obat, karena seseorang yang mengalami mental illness itu di bagian otak (stimulus) nya sudah terganggu (*cmiiw) itu membuat mereka apalagi yang tidak mendapat penanganan khusus tidak memiliiki pikiran yang normal karena tidak ditangani dan diberi obat mereka akan semakin tidak kuat menahannya sehingga memutuskan untuk melakukan bunuh diri, karena disini yang terganggu adalah psikis mereka, dan menurut saya mental illness tidak berkaitan dengan spiritualitas seseorang, bukan berarti seseorang depresi karena kurang beribadah atau kurang dekat kepada tuhan, karena mereka putus asa, tidak dapat mengontrol keadaan dan tidak kuat menahannya mereka melakukan tindakan membahayakan nyawa tersebut, karena mereka berpikir tidak ada jalan lain.

1 Like

menurut saya penyakit psikis dan fisik itu tidak dapat disamakan, walaupun yang anda maksud adalah penyakit yang sama-sama dapat sembuh, namun disini konteksnya berbeda, saya ambil contoh misalnya seseorang mengidap penyakit kanker yang bertahun-tahun tidak sembuh sehingga dia pun putus asa, depresi kemudian melakukan bunuh diri, coba kita telaah yang membuatnya melakukan bunuh diri adalah karena dia depresi, depresi karena ga sembuh-sembuh, lelah kontrol kedokter,lelah minum obat, tidak ada keluarga yang peduli, dll ini karena psikisnya terganggu, dan saya kurang setuju dengan pendapat anda yang mengatakan " Orang yang sakit kanker juga banyak yang akhirnya tidak dapat sembuh. Keduanya sama-sama penyakit, berakhir dengan sama-sama mati. Hanya saja bunuh diri dianggap sebagai sesuatu yang buruk, padahal orang yang depresi adalah orang yang sakit yang bisa dianggap tidak dapat mengatur cara berpikirnya dengan benar" depresi tidak akan berakhir dengan kematian apabila mendapat penanganan yang serius, dan mereka tidak dapat mengatur cara berpikirnya karena bagian otak mereka ada yang terganggu depresi membutuhkan dukungan dan obat untuk dapat sembuh.

2 Likes

masalah kesehatan mental manusia, ga selalu ada sangkut paut dengan agama, banyak ko kejadian seseorang mengalami depresi dan kepingin konseling ke psikolog/psikiater tapi malah orang tua nya bilang " kamu kurang rajin ibadah dll, bahkan ada yang sampe di rukyah pun ga sembuh, ya memang ga sembuh itu karena penyebabnya bukan godaan setan iblis dll, tapi masalahnya ada pada psikis seseorang tersebut yang sakit dan jika ingin sembuh pun itu harus memerlukan dukungan dari orang-orang terdekat, dan harus ke psikiater untuk mendapatkan obat.

1 Like

Tapi di dalam agama saya,salah satu godaan org bunuh diri itu kan mengalami tekanan mental bukan hanya hanya yg kamu bilang itu kak. Tapi juga termasuk dalam godaan iblis. Kan manusia itu sering diganggu / dirayu iblis. Misal ny saja membunuh,kan itu juga dibujuk iblis. Iblis itu licik kak. Di agama juga diajarkan itu… salah satu org berputus asa itu juga disebabkan iblis ,dan melaui rayuan iblis itu lah manusia bunuh diri. Itu saya ambil dari ajaran agama.

1 Like

yaa memang benar iblis itu licik, suka merayu manusia pada tindakan-tindakan yang buruk, but yang saya bicarakan disini mengenai mental seseorang, anda bisa baca balasan-balasan komen saya diatas, jika seseorang yang mengalami mental ilness selalu disupport penuh serta bisa berkonsultasi dengan psikiater serta lingkungannya mendukung dia, saya yakin bunuh diri tidak akan terjadi, coba sebaliknya dia tidak mendapat support orang atau lingkungan sekitarnya sudah tidak peduli lagi namun ia seorang yang taat beragama, jika ia bermental tangguh mungkin saja ia dapat bertahan, tetapi bisa saja juga ia berputus asa, dan bisa saja disini ada rayuan setan/ iblis, and kesimpulan yang saya maksud mental ilness tidak selalu berhubungan dengan agama seseorang dan lingkungan/circle kehidupan seseorang yang mengalami mental ilness itulah yang sangat berpengaruh****

2 Likes

Saya pernah mendengar pidato dalam TED Talk dan dalam pidato tersebut menjelaskan bagaimana depresi itu langsung dari pengidapnya yang telah dapat mengarungi depresi tersebut. Saya sepakat dengan pernyataan saudara @sarahintan bahwa depresi membutuhkan obat karena terdapat susunan bagian otak yang berbeda dari seseorang tanpa depresi.

I feel something is wrong so I called for help. But I just stared at the phone and after four hours I managed to call and it was my father. I said that I’m in serious trouble. We need to do something. The next day I started the medication and therapy.

Solomon dalam pidato tersebut menggambarkan bahwa dia melihat depresi sebagai sebuah fenomena penyakit bawaan bukan hasil trauma atau stress berkepanjangan. Dia mulai melakukan terapi karena ia sadar ada yang berbeda dengan dirinya dan itu muncul bukan karena tekanan dari luar seperti salah satunya ujian dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

But if you say you had depression and you’re standing for 20 minutes everyday to make you feel better then it’s worked. Because depression is an illness of how you feel, and if you feel better, then you are effectively not depressed anymore.

Pendapat saya, banyaknya orang depresi menjadi sebuah bentuk porsi yang diciptakan oleh tuhan untuk menunjukan sebuah maksud tertentu pada manusia. Tuhan pasti selalu memiliki tujuan untuk menciptakan sesuatu bahkan seperti penyakit. Sebagai hikmah bagaimana kalau kita mulai berpikir bahwa bagian dari ujian tuhan mungkin berupa banyaknya orang yang depresi. Tuhan mencoba menunjukan bahwa terdapat golongan manusia dengan depresi yang harus kita pahami dan lebih-lebih dibantu.

Depresi, satu kata berbagai sudut pandang. Saya melihat fenomena depresi menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran akan inklusivitas.

Referensi

Solomon, Andrew. 2013. Depression, The Secret We Share. TED Talks

Saya agak kurang setuju dengan kalimat ini, mungkin lebih tepatnya “depresi kemungkinan tidak akan berakhir dengan kematian jika…”

Karena memang tidak ada yang pasti, orang depresi yang sudah berobat, terapi, ditemani dengan keluarga atau teman terdekat pun ada yang masih melakukan bunuh diri.

Depresi itu penyakit yang bisa kambuh. Terapi atau berobat kemudian depresinya menghilang, tapi itu bisa kembali lagi entah berapa tahun kemudian. Dan saat kembali, dorongan ingin bunuh diri akan lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Dan sebelum orang itu sadar bahwa depresinya kambuh, sebelum ia sempat ke psikolog atau psikiater, sebelum keluarganya datang dan melihat kondisinya, bisa saja rencana bunuh diri itu sudah ia lakukan terlebih dahulu.

Setuju bangeet!
Karena setelah dipikir-pikir lagi, jika pertanyaannya “Kalau Tuhan tidak menguji melebihi kemampuan hambaNya, mengapa banyak orang yang depresi?” itu jadi terkesan bahwa:

  1. Seolah-olah depresi selalu karena tidak bisa melewati ujian, padahal tidak juga. Banyak faktor lainnya selain ‘ujian’ yang dialaminya.
  2. Seolah-olah orang yang depresi itu sudah diuji melebihi kemampuannya. Padahal bisa jadi depresi itu sendiri sebuah ujian untuk menguji kemampuan seorang hamba.

Dalam konteks spiritual Islam, pemahaman terhadap ujian Tuhan yang tidak melebihi kemampuan hamba-Nya bisa ditemukan dalam beberapa konsep kunci dalam ajaran Islam. Pertama-tama, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an,

“Allah tidak memberatkan seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah 2:286).

Hal ini menggambarkan prinsip dasar bahwa Tuhan memberikan ujian yang sebanding dengan kemampuan setiap individu.

Namun, ketika melihat realitas bahwa banyak orang mengalami depresi hingga bunuh diri, kita perlu memahami bahwa kondisi ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari segi fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Dalam Islam, menjaga kesehatan mental dan fisik dianggap sebagai tanggung jawab individu. Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda,

“Sesungguhnya pada tubuhmu ada segumpal daging. Jika baik, maka baiklah seluruh tubuhmu; dan jika rusak, maka rusaklah seluruh tubuhmu. Itu adalah hati.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dalam menghadapi ujian hidup, Islam mengajarkan agar setiap individu bersikap sabar dan tawakal kepada Allah. Sabar dalam menjalani ujian, serta tawakal dalam menghadapi takdir yang Allah tetapkan. Dalam Al-Qur’an disebutkan,

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (dengan bersabar) dengan sabar dan salat; sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah 2:153).

Pemahaman ini menekankan pentingnya bersabar sebagai kunci menghadapi cobaan hidup.

Namun, Islam juga memahami bahwa setiap individu memiliki batas kemampuan. Jika seseorang mengalami kesulitan atau tekanan yang sangat berat, Islam memberikan ruang untuk meminta bantuan dan dukungan, baik dari sesama manusia maupun profesional kesehatan. Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa lemah. Jika kena sesuatu, janganlah katakan: Kalau aku begini atau begitu, niscaya begini atau begitu, tapi katakan: Terhadap takdir Allah dan takdir Rasul-Nya.” (Hadits Riwayat Muslim).

Ketika seseorang menghadapi depresi atau pikiran bunuh diri, penting untuk diingat bahwa ini adalah kondisi yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang holistik. Selain berpegang pada ajaran Islam, mendapatkan bantuan medis dan psikologis adalah langkah yang diizinkan dalam Islam. Rasulullah SAW menyatakan,

“Setiap penyakit memiliki obat, dan setiap obat memiliki kesembuhan, kecuali satu penyakit yaitu tua.” (Hadits Riwayat Bukhari).

Islam juga mengajarkan pentingnya menjaga hubungan sosial dan empati terhadap sesama. Rasulullah SAW bersabda,

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik akhlaknya adalah yang paling baik di antara kalian terhadap keluarganya.” (Hadits Riwayat Tirmidzi).

Dalam menghadapi cobaan hidup, Islam menekankan pentingnya introspeksi diri, meningkatkan keimanan, dan menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan agama. Namun, jika seseorang mengalami kesulitan yang sangat berat, maka mencari pertolongan dari ahli kesehatan mental dan dukungan sosial adalah langkah yang bijak dan sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga diri dan kesehatan.

Dalam kesimpulannya, dalam konteks spiritual Islam, pemahaman bahwa Allah tidak memberikan ujian melampaui kemampuan hamba-Nya merupakan dasar ajaran agama. Tetapi, untuk mengatasi tantangan hidup seperti depresi dan pemikiran bunuh diri, perlu diambil langkah-langkah konkret termasuk memahami faktor-faktor penyebabnya, mendapatkan dukungan sosial, serta mencari bantuan profesional ketika diperlukan. Islam menegaskan pentingnya menjaga kesehatan mental dan fisik serta memberikan dukungan kepada sesama sebagai bagian dari tata cara hidup yang seimbang dan sejalan dengan nilai-nilai agama.

Pertanyaan @magdalaura menyinggung salah satu topik yang sangat mendalam dan kompleks, yakni tentang bagaimana kita memahami ujian, kesulitan, dan penderitaan dalam kehidupan ini dari perspektif agama Islam dan pandangan spiritual secara umum.

Jawaban atas pertanyaan ini tidak hanya bersifat teologis namun juga menyangkut pemahaman psikologis dan sosial tentang manusia dan kehidupannya.

Pandangan Agama Islam

Dalam Islam, dipahami bahwa kehidupan di dunia ini adalah sebuah ujian. Al-Qur’an menyatakan,

“yaitu yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2).

Ujian ini dianggap sebagai sarana untuk mengasah iman, kesabaran, dan keteguhan hati seorang muslim. Namun, Islam juga mengajarkan bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS. Al-Baqarah: 286).

Ketika seseorang menghadapi kesulitan, termasuk depresi atau pikiran untuk bunuh diri, Islam mengajarkan untuk mencari bantuan melalui doa, sabar, dan juga upaya praktis, termasuk meminta bantuan profesional jika diperlukan. Islam mengakui pentingnya kesehatan mental dan mendorong umatnya untuk mencari solusi baik melalui cara spiritual maupun medis.

Dalam konteks ini, depresi atau pikiran untuk bunuh diri tidak selalu dipandang sebagai tanda kegagalan iman, melainkan sebagai bagian dari ujian atau tantangan hidup yang harus dihadapi dengan kesabaran, doa, dan pencarian bantuan. Rasulullah SAW sendiri menghadapi berbagai kesulitan dan ujian dalam hidupnya dan selalu bersabar serta meminta pertolongan dari Allah.

Pandangan Spiritual Secara Umum

Secara umum, banyak tradisi spiritual di dunia mengakui adanya penderitaan dan kesulitan sebagai bagian dari pengalaman manusia. Banyak yang mengajarkan bahwa penderitaan ini memiliki tujuan yang lebih dalam, seperti penyucian jiwa, pembelajaran, atau sebagai jalan untuk mencapai pencerahan spiritual. Beberapa pandangan menyatakan bahwa melalui penderitaan, manusia dapat mengembangkan empati, kekuatan, dan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan.

Dalam banyak tradisi spiritual, menghadapi kesulitan dengan cara yang konstruktif dianggap sebagai bagian dari jalan spiritual. Hal ini melibatkan penerimaan, pemahaman diri, dan terkadang transformasi personal yang mendalam. Pencarian makna dalam penderitaan dan kesulitan sering menjadi pusat dari perjalanan spiritual banyak individu.

Integrasi Pendekatan Spiritual dan Psikologis

Saat ini, semakin banyak pemahaman bahwa pendekatan terhadap masalah seperti depresi dan bunuh diri perlu mengintegrasikan perspektif spiritual dan psikologis. Kesehatan mental dianggap sebagai hasil dari interaksi kompleks antara faktor biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Dari perspektif ini, dukungan spiritual, seperti berdoa, meditasi, atau kegiatan keagamaan, bisa menjadi bagian penting dari proses penyembuhan. Namun, penting juga untuk mengakui peran profesional kesehatan mental dalam memberikan intervensi yang diperlukan untuk membantu individu mengatasi depresi atau pikiran untuk bunuh diri.

Oleh karena itu, menghadapi kesulitan, termasuk depresi dan bunuh diri, adalah bagian dari pengalaman manusia yang kompleks dan multifaset. Dari perspektif agama Islam, semua ujian dan kesulitan dianggap sebagai bagian dari kehidupan dunia yang fana ini dan menawarkan kesempatan untuk pertumbuhan spiritual dan kesiapan menghadapi kehidupan akhirat yang abadi. Islam, seperti banyak tradisi spiritual lainnya, mengajarkan nilai ketahanan, pencarian makna, dan pentingnya meminta bantuan, baik secara spiritual maupun medis, dalam menghadapi penderitaan.

Dalam konteks ini, sangat penting untuk memahami bahwa agama dan spiritualitas memberikan sumber kekuatan dan penghiburan bagi banyak orang. Mereka menawarkan kerangka kerja untuk memahami penderitaan dan memberikan harapan dan makna dalam menghadapi kesulitan.

Penting juga untuk diingat bahwa dalam menghadapi masalah kesehatan mental seperti depresi atau pikiran bunuh diri, pendekatan yang holistik sangat dianjurkan. Hal ini berarti menggabungkan dukungan spiritual dengan intervensi medis dan psikologis modern. Dalam Islam, upaya untuk mencapai keseimbangan dan harmoni dalam semua aspek kehidupan—fisik, mental, dan spiritual—sangat ditekankan.

Mencari bantuan dari profesional kesehatan mental tidak bertentangan dengan praktik keagamaan atau spiritual. Sebaliknya, ini dianggap sebagai langkah yang bertanggung jawab dan sesuai dengan ajaran Islam tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kesejahteraan. Nabi Muhammad SAW pernah berkata,

“Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, melainkan Dia juga menurunkan obatnya.” (HR. Bukhari).

Ini menunjukkan bahwa mencari pengobatan dan bantuan untuk masalah kesehatan, termasuk kesehatan mental, adalah bagian dari sunnah.

Pendekatan integratif ini juga mencerminkan pandangan spiritualitas secara umum bahwa manusia adalah makhluk yang holistik. Kesejahteraan kita tidak hanya ditentukan oleh kesehatan fisik atau materi tetapi juga oleh kesehatan mental, emosional, dan spiritual kita.

Dalam menghadapi kesulitan hidup, termasuk depresi dan pikiran bunuh diri, penting untuk diingat bahwa tiap individu memiliki jalan dan ceritanya sendiri. Apa yang membantu satu orang mungkin tidak sama efektifnya bagi orang lain. Oleh karena itu, perjalanan menuju pemulihan atau pemahaman yang lebih dalam sering kali memerlukan pendekatan yang personal dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu.

Dalam semua tradisi, pesan utama yang sering kali diulang-ulang adalah tentang pentingnya empati, pengertian, dan dukungan komunitas dalam membantu individu yang berjuang dengan masalah ini. Sebagai umat manusia, kita dipanggil untuk membantu satu sama lain, menawarkan dukungan, pengertian, dan kasih sayang kepada mereka yang sedang mengalami kesulitan.

Kesimpulannya, dalam menghadapi dilema antara “mengikuti kata hati” versus menggunakan logika dalam pengambilan keputusan, baik dalam konteks agama maupun spiritualitas secara lebih luas, keduanya memiliki tempat dan nilai. Mereka bukanlah konsep yang saling eksklusif tetapi sebaliknya dapat berjalan bersama sebagai panduan dalam kehidupan.