Jika Sudah Pernah Melakukan Vaksin Difteri, Perlukah Vaksin Ulang Saat Dewasa?

Belakangan ini kasus penyakit difteri menjadi perbincangan hangat masyarakat, apalagi setelah 11 provinsi melaporkan kejadian luar biasa (KLB) penyakit ini. Lalu Jika Sudah Pernah Melakukan Vaksin Difteri, Perlukah Vaksin Ulang Saat Dewasa?

Munculnya kasus difteri pada orang dewasa memang sebagian besar disebabkan karena tidak divaksin atau status imunisasi yang kurang lengkap sejak kecil. Itulah sebabnya Anda perlu memastikan apakah Anda sudah menerima vaksin difteri atau belum. Jika memang belum, maka Anda tetap harus diimunisasi lagi untuk mencegah terkena penyakit ini. Lantas, bagaimana bila sudah divaksin, tetapi masih terkena difteri saat dewasa?

Nah, walaupun sudah divaksin, kekebalan tubuh Anda terhadap penyakit difteri ini bisa saja menurun seiring berjalannya waktu. Hal ini akan diperparah bila tidak dilakukan upaya pencegahan terhadap difteri secara maksimal. Belum lagi dengan beberapa orangtua yang menganggap imunisasi tidak berdampak apapun pada kekebalan tubuh sehingga menolak vaksin difteri untuk anak. Hal ini yang menyebabkan adanya celah bagi penyakit difteri untuk kembali masuk dan menular ke anak-anak maupun orang dewasa.

Vaksin difteri disiapkan dari toksin Corynebacterium diphtheriae dan adsorpsi pada aluminium hidroksida atau aluminium fosfat memperbaiki antigenisitas. Vaksin ini menstimulasi produksi antitoksin yang protektif. Vaksin difteri dengan antigen tunggal tidak tersedia dan vaksin ini diberikan dalam bentuk kombinasi dengan vaksin lain yaitu kombinasi dengan tetanus toksoid sebagai DT (untuk usia <7 tahun) dan TD (untuk usia ≥ 7 tahun), atau kombinasi dengan tetanus toksoid serta pertusis sebagai DPT.

Vaksin ini direkomendasikan untuk anak usia antara 2 bulan dan 10 tahun yang diberikan dalam 3 dosis (interval 1 bulan) imunisasi primer difteri, tetanus, pertusis (aselular, komponen), serta poliomielitis (inaktivasi) dan haemophilus tipe b konjugat (adsorbsi). Untuk anak usia lebih dari 10 tahun yang belum diimunisasi, diberikan 3 dosis imunisasi primer vaksin difteri (dosis rendah), tetanus dan inactivated poliomyelitis vaccine.

Dosis booster diberikan 3 tahun setelah suntikan pertama di atas. Anak usia di bawah 10 tahun diberikan vaksin difteri, tetanus, pertusis (aselular, komponen) dan oral poliomyelitis vaccine atau vaksin difteri (dosis rendah), tetanus, pertusis (aselular, komponen) dan oral poliomyelitis vaccine. Anak usia diatas 10 tahun diberikan vaksin difteri (dosis rendah), tetanus dan oral poliomyelitis vaccine. Booster kedua diberikan vaksin difteri (dosis rendah), tetanus dan oral poliomyelitis vaccine 10 tahun setelah dosis booster sebelumnya.

Untuk orang yang sudah melakukan vaksinasi difteri secara lengkap, sebaiknya tetap melakukan vaksinasi difteri setiap 10 tahun sekali, yang berfungsi sebagai penguat (booster). Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) sebagai berikut,

Administer to adults who previously did not receive a dose of tetanus toxoid, reduced diphtheria toxoid, and acellular pertussis vaccine (Tdap) as an adult or child (routinely recommended at age 11–12 years) 1 dose of Tdap, followed by a dose of tetanus and diphtheria toxoids (Td) booster every 10 years

Referensi :

  • Badan Pengawas Obat dan Makanan
  • Centers for Disease Control and Prevention (CDC)