Jika Guru Menampar Siswa Gara-gara Tidak Mencukur Rambut

image
Adik laki-laki saya yang duduk di bangku sekolah kelas 2 SMP. Dia ditampar-tampar oleh gurunya di depan murid-murid yang lainnya karena diperingati beberapa kali untuk mencukur rambutnya namun tidak dilakukan oleh adik saya. Di saat pengecekan kedapatan rambut adik saya masih belum dicukur juga, sehingga pada saat itu sang guru menyuruh adik saya maju ke depan kelas dan memotong rambutnya dengan tidak beraturan. Saat itu adik saya memukul sang guru, sehingga gurunya menampar-nampar adik saya. 1. Saya ingin tahu pasal-pasal apa saja yang berkaitan dengan kasus ini, dan sanksi yang diberikan. 2. Berikan saya referensi dari beberapa sudut pandang yang berbeda, misalnya tanggung jawab seorang guru SMP (tentunya beda dengan guru SD, SMA, dll.) karena saya rasa tingkat perkembangan anak tiap tingkatan sekolahnya berbeda, kemudian psikologi seorang anak ketika ditampar di depan murid-murid yang lainnya. Adik saya dari kecil agak sensitif ketika rambutnya dicukur, setiap kali dicukur dia selalu menangis.

Perlu diketahui bahwa pada dasarnya seorang guru wajib bertindak professional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran peserta didik.[1]

Adik laki-laki Anda sudah diperingati beberapa kali untuk mencukur rambutnya sebelum dilakukan pengecekan rambut oleh guru. Ini berarti, ada suatu peristiwa yang mendahului, yakni adik laki-laki Anda sudah diingatkan beberapa kali oleh pihak sekolah, namun tidak mengindahkannya.

Dalam menyikapi permasalahan ini, yang pertama kali harus Anda lakukan adalah untuk mencari tahu terkait peraturan sekolah yang mewajibkan siswa laki-laki tidak boleh berambut “gondrong” atau panjang. Dan apakah di dalam peraturan sekolah, saat diadakan “pengecekan rambut”, guru yang melakukan pengecekan diperbolehkan untuk memotong rambut siswa.

Langkah ini adalah mencari dasar dari tindakan guru tersebut apakah dilakukan menurut aturan atau tidak, sehingga menjadi alasan bagi Anda untuk melakukan upaya hukum terkait permasalahan yang dialami oleh adik Anda atau sebaliknya memahami bahwa ada peraturan sekolah yang dilanggar oleh adik Anda.

Kekerasan terhadap Anak di Sekolah

Atas tindakan adik Anda memukul guru dan guru menampar adik Anda di depan kelas dan di hadapan teman-temannya sesama siswa adalah suatu tindakan yang salah dan memenuhi unsur delik (tindak pidana).

Atas tindakan penamparan oleh guru, diwakili oleh orang tua Anda (mengingat usia adik Anda masih belum cakap hukum karena baru kelas 2 SMP), dapat melaporkan guru yang bersangkutan di Polsek terdekat, di wilayah domisili sekolah dengan sangkaan kekerasan terhadap anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 23/2002”) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) dan telah diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah ditetapkan menjadi undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Pasal 54 UU 35/2014 menyatakan:

(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.

Itu artinya, anak di dalam lingkungan sekolah wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan dalam bentuk apapun dari pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Jadi Guru sebagai tenaga pendidik tidak seharusnya melakukan tindakan kekerasan terhadap anak di sekolah. Bagaimana ancaman pidana jika melakukan kekerasan terhadap anak?

UU 35/2014 telah mengatur bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Bagi yang melanggarnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 Juta.[2]

Berikut selengkapnya bunyi Pasal 80 jo. Pasal 76C UU 35/2014:

Pasal 80 UU 35/2014:

(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.

Pasal 76C UU 35/2014:

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.

Jadi berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa jika seorang guru melakukan kekerasan terhadap anak didiknya, maka ia dapat dituntut pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 Juta.

Kekerasan yang Dilakukan Murid Kepada Guru

Namun, adik Anda juga dapat dilaporkan oleh guru yang bersangkutan dengan sangkaan Pasal 352 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), karena yang lebih dulu menyerang atau memukul guru tersebut adalah adik Anda.

Ketentuan dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP adalah sebagai berikut:

“Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”

Perlu diketahui, berdasarkan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

Mengenai Psikologi Anak Terkait Penerapan Aturan Sekolah

Perlu ada komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa terkait menjelaskan kondisi fisik, psikologis dan kemampuan siswa dalam menghadapi proses kegiatan belajar mengajar atau kegiatan di sekolah.

a. Kami mengasumsikan, orang tua Anda belum menyampaikan kondisi psikologis adik Anda yang sejak kecil trauma (sensitif) bila rambutnya dicukur, yakni setiap kali rambutnya dicukur dia akan menangis. Sehingga saat guru yang bersangkutan memotong rambutnya, adik Anda melakukan tindakan pertahanan diri dengan memukul guru tersebut.

b. Atas tindakan penamparan oleh guru terhadap adik Anda, segera komunikasikan dan atau laporkan kepada Kepala Sekolah. Orang tua Anda dapat melibatkan pihak ketiga seperti Pengurus POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru) untuk menyelesaikan permasalahan ini, yang mendorong dijatuhkannya sanksi kepada guru tersebut dan demi mencegah kejadian yang sama terjadi pada siswa lainnya di masa yang akan datang. Langkah ini bisa menjadi prioritas orang tua Anda dalam menyelesaikan kasus ini sebelum mengambil keputusan untuk melaporkan guru tersebut ke Kepolisian, sebagaimana yang telah kami sampaikan di atas.

b. Perlu kesadaran semua pihak bahwa anak harus dilindungi dari kekerasan sebagaimana amanah ketentuan Pasal 1 angka 2 UU 35/2014 jo. Pasal 3 UU 23/2002.

c. Mendorong adik Anda untuk menggunakan sarana wali kelas dan guru konseling sebagai tempat diskusi dan konsultasi bagi setiap kondisi yang dihadapinya selama di sekolah terutama soal trauma mencukur rambut dan mengembalikan rasa percaya dirinya pasca mendapat perlakuan kurang baik oleh guru di hadapan teman-temannya.

d. Terkait pertanyaan Anda tentang tanggung jawab seorang guru, menurut kami, seorang guru adalah sebagai pendidik siswa selama di sekolah. Ekspektasi Anda bahwa tingkat perkembangan siswa itu berbeda sehingga memerlukan “penanganan” yang berbeda terhadap siswa-siswa adalah benar, sehingga kami menyarankan Anda agar memberikan masukan kepada pihak sekolah agar mengaktifkan program-program konseling demi mendapatkan informasi dan cara penanganan yang efektif dan benar terkait potensi (bakat) dan permasalahan siswa sehingga siswa berprestasi dan menempatkan sekolah sebagai tempat paling nyaman kedua setelah rumah.

Namun peran guru bukan segala-galanya, motivasi diri siswa sendiri dan dukungan orang tua tidak kalah pentingnya dalam menjawab setiap permasalahan yang dihadapi oleh seorang siswa.

Sumber