Jika Bukan Karenamu, Aku Tidak Akan Menciptakan Alam Semesta

Taman Surga

Seseorang masuk, dan Maulana Rumi berkata: Ia sangat disayang dan rendah hati, itu karena permata yang terdapat dalam dirinya. Seperti sebuah dahan pohon yang digantungi oleh buah, maka batang itu akan menunduk, sementara dahan yang tidak digantungi buah akan tetap tegak, seperti pohon poplar. Namun ketika buah di pohon itu amat banyak, maka orang akan meletakkan penyangga di bawahnya agar tidak roboh. Rasulullah Saw… adalah orang yang sangat rendah hati karena buah dunia dan akhirat menyatu di dalam dirinya, sehingga tentu saja beliau lebih rendah hati dari semua makhluk di bumi.

“Tidak ada seorang pun yang mendahului Rasulullah dalam mengucap salam.”

Tidak ada seorang pun yang mampu mendahului Rasulullah dalam mengucap salam karena kerendahan hati beliau jauh melampaui orang lain. Meski sesekali ada yang mengucap salam terlebih dahulu dari Rasulullah Saw., beliau tetap yang paling rendah hati karena beliau yang memulai percakapan. Seorang mengucapkan salam lebih dulu itu karena ia sudah belajar dan mendengarkan salam dari beliau. Semua yang dimiliki oleh manusia kuno maupun modern adalah bayangan dari Rasulullah. Meski bayangan manusia memasuki rumah sebelum dirinya, tapi sebenarnya manusia itulah yang terlebih dahulu masuk, karena bayangan mengikuti raga manusia.

Sifat rendah hati itu bukanlah produk zaman ini. Mutiara-mutiara itu sudah ada sejak dulu, dalam mutiara dan bagian-bagian dalam diri Nabi Adam—sebagian bersinar terang dan sebagian lainnya gelap dan menebar kepekatan. Sekarang semuanya tampak jelas, tapi kecemerlangan dan pesona ini sudah ada sejak dulu, dan mutiara dalam diri Adam-lah yang lebih murni, lebih cerah, dan lebih rendah hati.

Sebagian orang melihat permulaan dari sesuatu, sementara yang lain melihat pada akhir. Mereka yang melihat pada akhir adalah orang-orang mulia dan agung karena mereka melihat pada akibat dan akhirat. Namun mereka yang melihat di awal jauh lebih agung lagi. Mereka berkata:

“Apa perlunya kita melihat pada akhir? Ketika seseorang menanam gandum di awal, maka pada akhirnya nanti dia tidak akan menuai jelai, dan begitu juga sebaliknya.”

Mereka adalah orang-orang yang melihat pada permulaan. Tetapi ada orang lain yang jauh lebih agung dari kedua orang sebelumnya, yaitu mereka yang tidak melihat awal maupun akhir; sebab awal maupun akhir melintas dalam pikiran mereka. Orang jenis ketiga ini tenggelam dalam Tuhannya. Selain itu ada juga orang-orang yang tenggelam di dunia, mereka tidak melihat awal dan juga akhir karena mereka berada di puncak ketidaksadaran. Mereka itulah santapan bagi monster Jahanam.

Dari sini, bisa dipahami bahwa alasan diciptakannya semua ini adalah Nabi Muhammad Saw.:

“Jika bukan karena dirimu, Aku tidak akan menciptakan bintang gemintang.”

Semua yang ada—kemuliaan, kerendahan hati, hukum, dan derajat yang tinggi—adalah anugerah dan bayangan darinya sebab lantaran beliaulah semuanya mewujud. Demikian juga semua yang dilakukan oleh tangan ini, dilakukan oleh beliau dalam bayangan akal karena bayangan akal jauh berada di atas tangan. Meski sebenarnya tidak ada bayangan untuk akal, namun beliau memiliki bayangan tanpa bayangan, sebagaimana makna yang memiliki bentuk tanpa bentuk. Jika bayangan akal tidak ada di atas manusia, seluruh anggota badan manusia tidak akan berfungsi. Tangan tidak akan pernah memegang sesuatu dengan benar, kaki tidak akan bisa ke jalan yang benar, mata tidak akan bisa melihat apapun, dan semua yang didengar oleh telinga akan menyimpang dari yang sebenarnya. Di dalam bayangan akal ini, semua anggota badan melakukan perannya dengan baik, indah, dan layak. Sebenarnya, semua yang dilakukan oleh anggota badan itu berasal dari akal sebab seluruh anggota badan hanyalah alat bagi akal.

Orang yang agung adalah orang yang menjadi khalifah bagi waktunya. Ia seperti akal universal, sementara akal-akal manusia yang lain adalah bagian dari akal universal ini. Semua yang dilakukan oleh akal-akal ini berada dalam bayang-bayang akal universal.

Jika anggota-anggota badan melakukan hal yang menyimpang, hal itu dikarenakan akal universal telah mengangkat bayang-bayangnya dari kepala mereka. Ketika seseorang menjadi gila dan melakukan hal-hal yang tidak layak, bisa dipastikan bahwa akal universal telah pergi dari kepalanya dan bayangannya tidak lagi menaungi orang itu. Dia sudah terpisah terlalu jauh dari bayangan dan naungan akalnya.

Akal adalah saudara bagi malaikat. Meskipun akal tidak memiliki bentuk, bulu, dan sayap sebagaimana malaikat, namun pada intinya akal dan malaikat adalah satu, keduanya melakukan pekerjaan dan karakteristik yang sama. Seseorang seharusnya tidak melihat pada bentuk karena sejatinya bentuk melakukan satu peran. Seandainya kamu meleburkan bentuk malaikat, maka tidak ada satupun bulu dan sayap yang tersisa kecuali akal. Dengan demikian, bisa diketahui bahwa malaikat adalah pengejawantahan dari akal. Seperti seekor burung yang terbuat dari lilin, lengkap dengan bulu dan kedua sayapnya, burung itu tetaplah lilin. Tidakkah kamu lihat bahwa jika kamu melelehkan lilin itu, maka bulu, sayap, kepala, dan kaki burung itu akan menjadi lilin? Tidak tersisa sesuatu darinya yang bisa membedakan antara burung buatan lilin dengan lilin itu sendiri. Dari sini bisa kita pastikan bahwa burung yang dibentuk dari lilin adalah lilin itu sendiri. Lilin itu diukir sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti burung, tapi tetap saja itu adalah lilin. Sama halnya dengan es yang tidak lain adalah air. Jika kamu melelehkan es, maka ia akan menjadi air. Sebelum menjadi es dan masih sebagai air, kamu tidak mungkin bisa memegang dan menghentikan arusnya.

Namun ketika air itu sudah membeku, kamu bisa menggenggamnya dengan tanganmu dan meletakkannya di dalam baju kebanggaanmu. Tidak ada perbedaan yang lebih signifikan dalam hal ini. Tetap saja es adalah air, keduanya adalah hal yang sama.

Demikian juga dengan manusia. Mereka mengambil bulu malaikat dan mengikatkannya pada buntut seekor keledai dan berharap agar keledai itu bisa berubah menjadi malaikat karena keutamaan cahaya malaikat dan persahabatan dengan malaikat.

Akal meminjamkan sayapnya kepada Isa,
kemudian ia terbang tinggi di atas malaikat

Meskipun keledainya memiliki setengah sayap,
ia akan tetap berada di tanah

al-Hakim Sanai al-Ghaznawi

Lantas apa hebatnya keledai menjadi manusia? Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. Ketika seorang anak terlahir, bahkan ia lebih buruk dari seekor keledai. Ia letakkan tangannya pada sebuah benda najis, lalu memasukkan benda najis itu itu ke dalam mulutnya untuk ia telan, dan sang ibu datang memukul dan melarangnya. Keledai setidaknya bisa memilah mana yang layak dan tidak layak untuknya. Ketika ia hendak buang air kecil, ia rentangkan kedua kakinya sehingga air kencing itu tidak mengenainya. Jika Allah mampu membuat anak kecil menjadi lebih buruk daripada keledai, lantas apa hebatnya mengubah keledai menjadi manusia? Bagi Allah, tidak ada yang bisa membuat takjub.

Kelak di hari kiamat, semua anggota badan manusia terpisah-pisah dan masing-masingnya bisa berbicara. Para filsuf menafsirkan hal ini dengan berkata: “Ketika tangan berbicara, mungkin akan tampak bekas luka atau abses pada kulit tangan. Dengan bukti-bukti konkrit itu, kita bisa berkata bahwa tangan berbicara. Kamu berkata “Aku memakan makanan yang panas sehingga tanganku menjadi seperti ini,” atau tangan itu terluka atau menjadi hitam. Orang-orang berkata: “Tangannya berkata bahwa ia dilukai oleh pisau,” atau “Aku menggaruk tanganku hingga menjadi hitam.” Dengan cara inilah, tangan dan anggota-anggota tubuh lainnya berbicara. Kaum Teolog Sunni berkata: “Maha Suci Allah, bukan demikian! Tangan dan kaki ini akan berbicara sebagaimana lidah berbicara.” Pada hari kiamat, manusia akan mengingkari dengan berkata, “Aku tidak mencuri.” Kemudian tangannya menjawab, “Ya, kamu mencuri, akulah yang mengambilnya,” dengan bahasa yang sangat jelas.

Orang itu kemudian menoleh kepada tangan dan kakinya dan berkata: “Dahulu kamu tidak bisa berbicara, bagaimana sekarang kau bisa berbicara?”

“Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata.” (QS. Fushilat: 21)

“Dia yang menjadikan segala sesuatu bisa berbicara, membuatku bisa berbicara. Dia menjadikan pintu, dinding, batu, dan tanah bisa berbicara. Pencipta itu yang menganugerahkan kemampuan berbicara kepada manusia dan juga kepadaku.” Lidahmu yang membuatmu berbicara. Lidahmu adalah sepotong daging, tangan adalah sepotong daging, dan pembicaraan juga sepotong daging. Apakah lidah mempunyai akal? Dari yang sudah berkali-kali kamu lihat, tidak tampak adanya kemustahilan dalam semua hal itu. Di sisi Allah, lidah hanyalah instrumen. Jika Ia menghendakinya berbicara, tentu ia akan berbicara. Dengan semua yang diperintahkan dan dikuasai-Nya, lidah akan berbicara.

Pembicaran muncul sesuai dengan kadar kemampun manusia. Perkataan kita mirip dengan air yang diperintahkan oleh pemimpin air itu. Apa yang diketahui oleh air tentang arah aliran mereka; apakah akan ke ladang mentimun atau ke ladang wortel, ke ladang bawang atau ke taman bunga? Tapi aku mengetahui satu hal: ketika air mengalir begitu deras, berarti ada ladang luas yang sedang kehausan, tapi jika air yang mengucur sedikit, berarti ladang yang dialiri air tidak begitu luas, bisa jadi hanya sebuah kebun kecil.

“Allah mengilhamkan hikmah kepada lidah para pemberi nasihat sesuai dengan aspirasi pendengarnya.”

Aku adalah seorang tukang sepatu. Ada banyak kulit di tokoku, tapi aku hanya memotong dan menjahit sesuai dengan ukuran kaki.

Aku adalah bayangan manusia, aku adalah ukurannya. Sepanjang apa tubuhnya, sepanjang itulah tubuhku

Di dunia ini terdapat satu makhluk hidup kecil yang hidup di bawah bumi dan diselimuti kegelapan. Makhluk ini tidak memiliki mata dan telinga karena memang tidak membutuhkan keduanya.

Ketika ia tidak butuh pada kedua mata, mengapa harus memberinya mata? Ini tidak berarti bahwa Allah itu kikir atau tidak memiliki banyak persediaan mata dan telinga. Allah hanya memberikan sesuatu sesuai dengan kebutuhan penerimanya. Sesuatu yang diberikan tanpa ada pertimbahan kebutuhan justru akan menjadikan beban bagi pemiliknya. Kebajikan, kelembutan, dan kedermawanan Allah dimaksudkan untuk meringankan beban berat yang dapat mematahkan punggung makhluknya. Bagaimana mungkin manusia mampu menanggung beban di luar batas kemampuannya? Misalnya kamu memberikan alat-alat tukang kayu—palu, gergaji, dan kikir— kepada penjahit sambil berkata, “Ambil ini semua.” Semua alat yang kamu berikan itu hanya akan menjadi beban bagi penjahit karena ia tidak bisa menggunakannya. Jadi, bisa dipahami bahwa Allah memberi sesuatu sesuai dengan kebutuhan makhluk-Nya.

Sama seperti cacing-cacing yang hidup di bawah tanah, ada beberapa manusia yang merasa cukup dan rela untuk tinggal dalam gelapnya dunia ini dan merasa tidak butuh kepada dunia akhirat, serta tidak rindu untuk dibukakan tabir Tuhan. Lalu, apa gunanya mata hati dan telinga pemahaman bagi mereka? Kerja mereka di dunia ini hanya membutuhkan mata yang mereka miliki. Karena mereka tidak memiliki hasrat untuk berjalan menuju dunia akhirat, untuk apa mereka diberikan mata hati yang tidak akan bermanfaat bagi mereka?

Jangan menganggap bahwa tidak ada orang yang menyusuri jalan itu,

Sifat-sifat kesempurnaan para kekasih Allah juga tidak memiliki tanda.

Karena kamu tidak mampu melihat rahasia-rahasia langit, Kamu menyangka bahwa orang lain merugi dengan anugerah yang diberikan kepadanya.

Dunia ini bisa berdiri karena adanya ketidaksadaran. Seandainya tidak ada ketidaksadaran, tidak akan ada yang tersisa dari dunia ini. Rindu kepada Tuhan, ingat pada akhirat, kemabukan, dan ekstase adalah arsitek dunia sana. Jika semua hal ini yang terjadi, berarti kita sedang berjalan menuju dunia akhirat dan meninggalkan dunia ini. Tetapi Allah menginginkan agar kita berada di dunia ini sehingga tetap ada dua dunia. Begitulah Allah memperkerjakan dua penjaga: kesadaran dan ketidaksadaran, agar dua tempat ini tetap dihuni oleh penduduk.

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum