Jika Ada Masalah, Kamu Cenderung Cerita ke Teman Atau Keluarga?

Setiap individu pasti memiliki cara masing-masing untuk mengungkapkan isi hati atau masalah pribadi. Manusia adalah individu yang saling membutuhkan satu sama lain, termasuk teman atau sahabat.

Sebagai individu, kita perlu untuk mengungkapkan perasaan atau isi hati untuk mengurangi tingkat stress.

Jika kamu memilih menjadi seseorang yang dipercaya menjadi tempat curhat itu udha menjadi pilihan diri kamu sendiri.

Aku setuju sekali, ini menjadi salah satu cara terbaikku juga jika ada masalah. Menurutku kita harus memilih teman yang tepat untuk bisa menceritakan masalah kita, karena tidak semua teman itu bisa sepenuhnya menerima cerita kita dan memberikan solusi yang baik terkadang mereka juga punya problemnya sendiri, dan satu lagi jangan terlalu mengumbar masalah pribadi ke teman karena bisa menjadi boomerang bagi diri sendiri.

Keluarga sih no. 1, kenapa? karena gak semua teman kita itu bisa menjaga permasalahan ataupun curhatan yang kita ceritakan ke mereka, bayangkan saja jika kita sedang menghadapi suatu permasalahan namun sektika itu juga masalah kita tersebar, hancur sudah.

Ketika ada masalah, aku pribadi cenderung untuk berbagi atau cerita ke orang-orang terdekat saya seperti sahabat, pacar dan tak jarang ke kakak dan adik saya. Menurut saya dengan menyeritakan permasalahan yang saya miliki kepada orang terdekat saya, saya bisa merasa lebih tenang dan merekapun bisa membantu saya dengan memberikan nasehat-nasehat yang menjadi jalan keluar bagi permasalahan yang saya miliki. Selain itu, faktor kedekatan yang kita bangun membuat saya merasa leluasa dan nyaman ketika hendak membagi masalah-masalah saya. Namun persoalan apapun, sebisa mungkin enggan untuk saya bercerita kepada orang tua saya karena saya tidak mau membebani pikiran mereka. Sebagai anak yang telah dewasa, saya berusaha menyelesaikan masalah saya tanpa harus mengandalkan dan menarik mereka masuk di dalamnya.

Saya sendiri merupakan orang yang tidak begitu terbuka kepada keluarga ataupun orang tua. Saya sering menghabiskan waktu bersama keluarga, membahas sesuatu, tetapi saya sangat jarang menceritakan masalah saya kepada keluarga. Saya lebih nyaman bercerita soal permasalahan kepada teman, sahabat, pacar saya sendiri. Karena menurut saya saya tidak ingin membebani permasalahan yang saya miliki kepada mereka karena saya tau mereka juga pasti merasa kelelahan dengan pekerjaan dan kegiatan mereka. Ditambah juga saya yakin teman, sahabat, ataupun pacar pasti lebih mengerti terhadap kondisi masalah yang sedang kita hadapin dikarenakan mungkin mereka salah satu orang yang ada di circle pergaulan kita.

Cari tanda-tanda kesusahan
Ketika Anda mengobrol dengan seorang teman, Thomas Joiner, seorang profesor psikologi di Florida State University, mengatakan Anda harus mewaspadai perubahan nyata dalam sikap mereka, seperti suasana hati yang mudah marah atau penampilan yang acak-acakan. Jika teman Anda baru-baru ini mengalami masalah hubungan, masalah kesehatan atau stres di tempat kerja, atau menghadapi kesulitan keuangan, mereka mungkin sangat rentan terhadap kesedihan saat ini.

Menurut saya berhati-hatilah dengan dinamika kekuatan apa pun. Jadi tergantung pada hubungan Anda, Anda mungkin ingin melangkah dengan hati-hati. Teman pribadi, rekan kerja, teman sekelas, dan anggota keluarga semuanya memerlukan pendekatan yang berbeda, kata Phoenix Jackson, terapis pernikahan dan keluarga berlisensi. Dia merekomendasikan dengan hati-hati mempertimbangkan dinamika kekuatan sebelum Anda mendekat, karena lebih mudah untuk menjadi rentan dengan seseorang jika Anda memiliki pijakan yang sama.

Dalam beberapa kasus, bahkan menanyakan apakah seseorang baik-baik saja, “tergantung pada bagaimana, di mana dan kapan berpose, dapat dilihat sebagai penghinaan atau bahkan sesuatu di mana sebuah kasus sedang dibangun untuk memberhentikan orang itu,” katanya. Dia merekomendasikan untuk meyakinkan orang lain bahwa Anda bertanya dari tempat yang benar-benar memprihatinkan. Jika orang tersebut tidak ingin terlibat, katakan Anda menghormati keputusan mereka. Yakinkan mereka bahwa Anda akan mengabaikan masalah ini.

Saya pribadi lebih suka cerita ke teman daripada keluarga, karena jujur keluarga saya sibuk semua dan tidak ada yang bisa untuk diajak diskusi. Tetepi, terkadang jika sama keluarga saya lebih nyaman cerita ke ibu saya.

Kalo saya mungkin saya akan menyimpan masalah itu sendiri, karena menurut saya sebuah permasalah pasti ada jalan keluarnya dikemudian hari. jadi akan lebih baik simpan sendiri selain itu alasan kenapa simpan sendiri karena rahasia dari permasalahan itu ga akan bocor kemana-mana.

Jujur, ke teman. Aku tipe yang jarang curhat serius ke keluarga, paling curhat kecil doang tentang keseharian. Bukan masalah tidak memercayai keluarga, tapi di lingkungan kuliah atau kerja, kita paling banyak menghabiskan waktu dengan teman. Teman tahu dan menyaksikan juga apa yang terjadi sehari-hari, jadi cenderung lebih relevant kalau curhat ke teman karena mereka tahu situasi dan kondisinya–bisa dibilang, mereka bisa tahu harus bersikap seperti apa. Kalau ke keluarga, mereka tidak tahu sikon yang ada di “lapangan” seperti apa. Contoh, curhat tentang si A–keluarga tidak akan bisa menanggapi dengan baik dan bisa jadi malah bias karena mereka tidak menyaksikan langsung si A. Atau curhat tentang tugas–keluarga juga tidak bisa “menenangkan” sesuai harapan kita karena mereka tidak punya bayangan seberat atau seringan apa tugas yang kita dapat. Jadi memang lebih relevant curhat ke teman, sih.

Jika ada masalah, saya memilih untuk tidak cerita ke siapa-siapa terlebih dahulu. Saya rasa tidak seberapa perlu untuk menceritakan masalah yang sedang dihadapi pada teman atau keluarga. Bukannya tidak percaya atau enggan berbagi pada orang lain, namun lebih pada sisi di mana saya tidak ingin orang lain mengetahui masalah yang saya hadapi. Dibanding bercerita, saya lebih memilih untuk mengalihkan pikiran saya pada hal lain seperti menonton, main game, atau tidur.

Selama hidup, baru akhir-akhir ini saya bercerita kepada keluarga, itupun hanya kakak dan ayah saya. Keluarga saya merupakan keluarga yang judgemental, yaitu mudah menyalahkan bahkan membanding-bandingkan. Sejak kecil juga saya tidak pernah terbuka kepada keluarga karena dengan orang tua saya sering dimarahi, dengan saudara saya sering bertengkar, sehingga tidak mungkin bercerita kepada mereka.
Saya dahulu sangat senang bercerita kepada teman , tetapi seiring bertambahnya umur, banyak teman yang datang dan pergi. Sejak itu, saya lebih senang bercerita di akun media sosial saya yang tidak diikuti oleh siapapun. Biasanya saya bercerita di twitter atau melakukan live instagram di akun yang tidak diikuti oleh siapapun.

Saya sendiri bukan tipe orang yang suka menceritakan keluh kesah atau masalah yang saya alami baik kepada teman maupun keluarga, karena saya merasa lebih baik dipendam saja jika masih memungkinkan. Saya cenderung lebih suka mendengarkan cerita dari orang lain daripada menceritakan diri saya kepada mereka. Alasan saya untuk tidak menceritakan masalah yang saya alami kepada orang lain yaitu selain karena lebih terjaga kerahasiaannya, saya juga tidak ingin membebani pikiran mereka dengan masalah saya.

Kalau saya sendiri tergantung masalah yang saya hadapi. Jika saya benar-benar stuck tidak bisa memikirkan jalan keluar atau membutuhkan pendapat orang yang lebih berpengalaman dan bijak sebelum mengambil keputusan besar, saya cenderung menceritakan masalah saya ke keluarga, khususnya ke orang tua. Tapi biasanya, saya bercerita ke teman terlebih dahulu untuk menyalurkan emosi dan membutuhkan kata-kata penyemangat.