Jelaskan istilah politik menurut Aristoteles!

apa-itu-ilmu-politik-ii-3-638

Aristoteles merupakan seorang murid Plato di Akademi dan sebagai pemikir politik empiris realis. Cara berpikirnya sangat logis, tidak heran bila Aristoteles dijuluki sebagai “Bapak Logika”.

Menurut Aristotles negara adalah sebuah komunitas yang dibentukuntuk sebuah kebaikan. Sistem keilmuan politik (political science) mulai terbentuk dalam kajian Aristoteles seperti ketika Aristoteles membedakan model komunitas (negara).

Tidak berbeda dengan Plato, Aristoteles mulai berangkat dari model rumah tangga. Model rumah tangga dibangun dari bentuk hubunganantara pria-wanita, tuan-budak, dan orang tua-anak. Model hubungan tuan dan budak sepertinya menjadi contoh baik yang digunakan dalam menggambarkan masyarakat politik yang terus digunakan hingga generasi modern.

Dalam hubungan ini Aristoteles berpendirian bahwa manusia itu adalah makhluk politik (zoon politicon), artinya makhluk masyarakat atau makhluk negara atau makhluk berpolitik yang mencapai kesempurnaannya hanya dalam masyarakat atau negara. Dalam bukunya yang berjudul The Athenian Constitusion, membahas tentang konsep dasar dalam Ilmu Politik asal mula negara, negara ideal, warga negara ideal, pembagian kekuasaan politik, keadilan dan kedaulatan, penguasa yang ideal, catatan penting mengenai konstitusi serta analisis terhadap instabilitas negara, revolusi kaum miskin juga uraian mengenai cara - cara memelihara stabilitas negara itu.

Berbicara mengenai politik maka berhubungan pula dengan konstitusi, konstitusi yang ideal menurut Aristoteles, semacam campuran Oligarki, pemerintahan orang - orang tertentu berdasar pada harta, darah atau keturunan, kedudukan, pendidikan, dan sebagainya di satu pihak dan demokrasi, pemerintahan orang banyak, jadi berdasarkan jumlah di pihak lain. Yang penting dasar sosial dari bentuk konstitusi ideal itu adalah dengan adanya kelas menengah yang luas, lebih luas dari kelas miskin dan kelas mewah. Kelas - kelas pertengahan ini merupakan kelas yang tidak terlalu kaya.

Politik dan Negara Menurut Aristoteles


Aristoteles lahir di Stageria di Semenanjung Kalkidike, Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM., dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM., di usianya ke-63. Bapaknya adalah seorang dokter dari raja Macedonia, Amyntas II. Sampai usia 18 tahun ia mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya tersebut. Setelah sang ayah meninggal, Aristoteles pergi ke Athena dan berguru kepada Plato di Akademia. 20 tahun lamanya ia menjadi murid Plato. Ia rajin membaca dan mengumpulkan buku sehingga Plato memberinya penghargaan dan menamai rumahnya dengan ‘rumah pembaca’.

Aristoteles sependapat dengan gurunya (Plato), bahwa tujuan yang terakhir dari filsafat adalah pengatahuan tentang ‘adanya’ (realitas) dan ‘yang umum’. Ia memiliki keyakinan bahwa kebenaran yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan jalan pengertian. Menurut Aristoteles ‘adanya’ itu tidak dapat diketahui dari materi atau benda belaka; dan tidak pula dari pikiran semata-mata tentang yang umum, seperti pendapat Plato. ‘Adanya’ itu terletak dalam barang-barang satu-satunya, selama barang itu ditentukan oleh yang umum. Aristoteles memiliki pandangan yang lebih realis daripada Plato. Pandangannya ini merupakan akibat dari pendidikan orang tuanya yang menghadapkannya kepada bukti dan kenyataan. Aristoteles terlebih dahulu memandang kepada yang kongkrit, yang nyata. Ia mengawalinya dengan fakta-fakta, dan fakta-fakta tersebut disusunnya menurut ragam dan jenis atau sifatnya dalam suatu sistem, kemudian dikaitkannya satu sama lain.

Politik menurut Aristoteles berasal dari kata Polis yang berarti kota atau perkumpulan. Politik menurutnya tidak hanya sebatas perkumpulan semata akan tetapi memiliki tujuan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, tidak hanya sebatas dirinya sendiri akan tetapi kepentingan umum juga termasuk dalam tujuan politik itu sendiri. Dalam pemikiran mengenai bentuk-bentuk pemerintahan, Aristoteles berpendapat bahwa jika pemerintahan itu dijalankan dengan diabdikan untuk kepentingan umum atau masyarakat, maka disebut sebagai bentuk yang baik,
sebaliknya, jika diabdikan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, maka disebut sebagai bentuk yang buruk. Untuk lebih jelasnya mengenai apa yang dimaksud dengan bentuk pemerintahan seperti di atas, dibawah ini dijelaskan sebagai berikut:

  • Tirani
    Bentuk pemerintahan yang seluruh kekuasaannya dipegang oleh satu orang yang
    berusaha mewujudkan kepentingannya sendiri dan tidak memperdulikan
    kesejahteraan umum.

  • Oligarki
    Berasal dari kata oligoi yang berarti beberapa dan archien yang berarti pemerintahan. Oligarki berarti bentuk pemerintahan yang dipegang oleh beberapa orang yang mengutamakan kepentingan golongannya sendiri (Atmadja, 2015).

  • Monarki
    Berasal dari bahasa Yunani monos yang berarti satu dan archein yang berarti memerintah atau menguasai, oleh karena itu monarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaannya dipimpin oleh seseorang yang berusaha mewujudkan kesejahteraan umum. Menurut Aristoteles, monarki merupakan bentuk pemerintahan yang ideal, karena dipimpin oleh seorang filosof yang arif dan bijaksana, yang kekuasaannya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, Aristoteles menyadari bahwa monarki nyaris tidak mungkin ada dalam realitas, ia hanya refleksi gagasan normatif yang sulit terealisasi dalam dunia empiris (Suhelmi, 2001).

  • Aristokrasi
    Berasal dari bahasa Yunani aristoi yang berarti kaum bangsawan atau cendekiawan dan kratein yang berarti kekuasaan. Jadi Aristokrasi berarti: bentuk pemerintahan yang kekuasaannya dipegang oleh beberapa filosof yang berusaha mewujudkan kesejahteraan umum (Atmadja, 2015).

Bentuk Negara


  • Bentuk Negara Ideal
    Menurut pendapat Aristoteles, Monarki merupakan bentuk pemerintahan yang ideal, karena dipimpin oleh seorang filosof yang arif dan bijaksana, yang kekuasaannya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

  • Bentuk Pemerintahan yang Tidak Ideal
    Aristoteles berpendapat bahwa Tirani: bentuk pemerintahan yang seluruh kekuasaannya dipegang oleh satu orang yang berusaha mewujudkan kepentingannya sendiri dan tidak memperdulikan kesejahteraan umum.

Kekuasaan


Menurut pendapat Aristoteles, sumber kekuasaan ialah hukum kemudian ia menegaskan bahwa hanya apabila hukum yang menjadi sumber kekuasaan, barulah pemerintahan para penguasa akan terarah bagi kepentingan kebaikan dan kesejahteraan umum serta hanya apabila hukum yang yang menjadi sumber kekuasaan bagi para penguasa negara, barulah dapat dijamin bertumbuhnya moralitas yang terpuji dan keadaban yang tinggi, yang sanggup mencegah para penguasa itu dari kesewenang-wenangan. Bilamana hukum menjadi sumber kekuasaan, itu berarti hukum memiliki kewibawaan dan kedaulatan tertinggi. Hanya hukumlah yang harus memiliki kedaulatan yang tertinggi dan bukan manusia, sebab bagaimanapun arifnya penguasa itu, tidak mungkin mereka dapat menggantikan hukum.

Aristoteles menyamakan hukum dengan akal atau kecerdasan bahkan dewa, sehingga barangsiapa yang memberi tempat bagi hukum untuk memerintah, berarti ia telah memberi tempat bagi dewa dan akal serta kecerdasan untuk memerintah. Sebaliknya, barangsiapa yang memberi tempat bagi manusia untuk memerintah, berarti ia memberi tempat bagi binatang buas, karena bagaimanapun bijaksananya manusia, ia tetap memiliki keinginan dan nafsu yang bagaikan binatang buas itu sanggup mengubah manusia yang paling arif menjadi makhluk yang paling rendah. Aristoteles juga berpendapat bahwa kekayaan, kedudukan, jabatan itu bukan merupakan sumber kekuasaan, meski dalam kenyataannya, kekayaan sanggup mempengaruhi dan mengatur para penguasa, namun bagi Aristoteles hal itu tidak dapat menjadi alasan untuk menempatkannya sebagai sumber kekuasaan.

Penguasa


Menurut pendapat Aristoteles, dalam mencari seseorang untuk menjadi seorang penguasa, maka yang penting ialah bukan mencari orang yang terbaik melainkan menyusun hukum yang terbaik, yang tidak hanya harus menjadi sumber kekuasaan tetapi juga sebagai pedoman bagi pemegang kekuasaan itu. Hukum yang merupakan sumber kekuasaan dan pedoman pemerintahan itu harus memiliki kedaulatan dan kewibawaan tertinggi dan karena demikian pentingnya peranan hukum, maka hukum yang menjadi sumber kekuasaan dan pedoman pemerintahan itu haruslah hukum yang benar-benar terbaik.

Menurut Aristoteles, bentuk pemerintahan negara yang terbaik bagi hukum yang terbaik itu adalah politeia, bentuk politeia yang baik ialah yang berada di antara oligarki dan demokrasi, oleh karena itu, menurut Aristoteles, janganlah orang-orang kaya seperti dalam bentuk oligarki yang menjadi pemegang kekuasaan, tetapi juga jangan orang-orang miskin seperti dalam bentuk demokrasi yang menjadi penguasa, tetapi mereka yang berada di antara dua golongan itu, yakni golongan menengah, yang biasa membawa senjata, mereka itulah yang paling tepat menjadi pemegang kekuasaan. Golongan menengah-lah yang dapat menjaga keseimbangan antara golongan kaya dan golongan miskin.

Aristoteles menegaskan bahwa apabila dalam suatu negara terdapat kelas menengah yang sangat besar, dan mereka juga yang menjadi pemegang kekuasaan dalam negara itu dan takluk pada hukum, maka dapat diharapkan negara itu akan menjadi negara yang sangat kuat dan sanggup bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, Aristoteles juga yakin akan kebaikan dari kekuasaan yang berada di tangan banyak orang. Bagi Aristoteles, jumlah orang yang begitu besar akan memperkecil kemungkinan masuknya hal-hal buruk yang dapat membahayakan negara. Sebab, bilamana pemegang kekuasaan itu orang banyak, maka sudah pasti kebijaksanaan kolektif dari sekian banyak orang akan jauh lebih baik daripada kebijaksanaan satu orang atau beberapa orang, kendatipun mereka adalah orang-orang yang pandai.