Impor Komoditas Pangan: Lakukan atau Tidak Sama Sekali?

Dilansir dari media berita daring, CNBC Indonesia, di masa pandemi COVID-19, secara kumulatif atau sepanjang Januari hingga Juli 2021, Indonesia sudah melakukan impor beras sebanyak 242,9 ribu ton dengan nilai mencapai US$ 110,2 juta. Realisasi impor beras pada Januari-Juli 2021 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi impor beras pada periode yang sama tahun lalu, di mana pada tahun lalu volumenya mencapai 185 ribu ton dengan nilai sebesar US$ 108,13 juta. Kebijakan tersebut diambil untuk menstabilisasi pasokan serta harga komoditass pangan terutama harga beras di masa pandemi COVID-19.

Namun, kebijakan tersebut justru menuai pro dan kontra dari sejumlah kalangan. Anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah pun mempertanyakan dasar data dan alasan yang digunakan pemerintah untuk impor beras. Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih mengutamakan hasil panen petani, dibandingkan impor beras. Hal tersebut juga didukung dengan kondisi saat ini yang sedang panen raya di berbagai wilayah Indonesia.

Tetapi di pihak lain, Edy Santosa yang merupakan Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University menyebutkan bahwa estimasi antara pasokan beras dan kebutuhan pangan terjadi ketimpangan. Terdapat defisit pasokan sekitar 0,2 juta ton beras pada bulan Mei 2021. Menurutnya, impor beras tidak akan menyebabkan penurunan harga gabah maupun beras di petani. Karena impor beras dilakukan untuk menjaga stok beras pemerintah dan akan disimpan di gudang. Kemudian nantinya, pemerintah yang akan mengatur pengeluaran beras impor di gudang Bulog tersebut.

Menanggapi polemik yang terjadi di sektor pertanian tersebut, bagaimana menurutmu? Apakah kebijakan impor komoditas pangan memang diperlukan? Atau lebih baik tidak sama sekali?

Menurut saya, permasalahan impor ini tidak kunjung selesai. Dulu ada yang janji tidak akan impor, tapi kenyataannya sama saja. Kondisi seperti ini malah membuat orang Indonesia semakin malas untuk bertani dan banyak yang beralih mata pencaharian. Tanah Indonesia luas, tapi tidak bisa dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian dan malah beralih fungsi.

Kalau alasan impor dilakukan untuk menjaga stok, lalu gimana dengan berita beras bulog yang busuk? Sungguh semrawut pengelolaan negara ini.

Akan sangat klise kalau dibilang TIDAK PERLU IMPOR SAMA SEKALI.

Saya tidak akan bicara mengenai regulasi atau bagaimana tata kelola kebijakan di pemerintahan hingga akhirnya mengeluarkan keputusan untuk melakukan impor. Saya juga tidak tahu bagaimana dinamikanya.

Hanya saja, yang saya tahu adalah meskipun banyak dipandang merugikan negara dan menyesangrakan rakyat, nyatanya impor tidak seburuk itu. Apakah masih diperlukan? Jelas! Impor itu untuk menutupi pasokan bahan pangan di pemerintah dan sifatnya hanya sementara. Hasil panen dari petani lokal lah yang tetap diutamakan, walaupun banyak orang yang tidak berangggapan demikian.

Karena kondisi iklim dan cuaca, kadang komoditas pangan itu mengalami penyusutan dari hasil yang ditargetkan. Nah, dengan impor, harapannya dapat memperbaiki kekurangan tersebut. Pada beberapa komoditas pangan, hasil impor terbukti lebih unggul, baik secara kualitas dan kuantitas. Mengapa? Faktor SDM, teknologi, manajemen, dan tata kelola lahan.

Banyak juga hasil komoditas impor yang mendukung terciptanya produk inovasi di Indonesia. Bisa baca selengkapnya di Mungkinkah satu negara tak melakukan impor pangan atau produk lain? - BBC News Indonesia. Selain itu, demi menjaga hubungan internasional dengan negara lain, rasanya keputusan untuk tidak melakukan impor itu mustahil.

Menurut saya, mengapa impor menjadi polemik seperti ini karena ketidaktepatan waktu dan ketidaktepatan kalkulasi. Ketidaktepatan waktu, seperti wacana impor beras kemaren yang diumumkan saat petani sedang panen raya dan ketidaktepatan kalkulasi yang membuat data pasokan komoditas pangan menjadi bias.

Referensi

Pengamat: Batalkan Saja Impor Beras Agar Harga Gabah Petani Bisa Naik - YouTube