Implementasi Pragmatik dalam Kehidupan Sehari-hari di Situasi Formal dan Nonformal

Penulis: Adina Anisnaeni Rizqina dan Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Sebelas Maret

Halo Sobat Bahasa!

Sobat bahasa tentu tidak asing lagi dengan ilmu pragmatik. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna tuturan penutur pada situasi ujar tertentu. Pragmatik juga dapat diartikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian bahasa yang dikaitkan dengan konteks pemakainya. Pragmatik bertujuan untuk memahami maksud ujaran seseorang di balik sebuah ujaran. Makna bahasa tersebut dapat dimengerti bila diketahui konteksnya. Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih antara dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Oleh karena itu, batasan pragmatik adalah aturan-aturan pemakaian bahasa mengenai bentuk dan makna yang dikaitkan dengan maksud penutur, konteks, dan keadaan.

Sobat bahasa tentu tahu bahwa penutur berperan penting dalam hal ini, agar apa yang dikatakan dapat dipahami oleh lawan tutur. Selain itu, penutur juga dapat memengaruhi lawan tutur untuk tertarik pada apa yang dibicarakan. Pragmatik tidak hanya mempelajari segala aspek di dalam bahasa saja, melainkan mendalami juga aspek-aspek di luar bahasa, seperti penggunaan bahasa yang santun. Bahasa santun tersebut digunakan dalam kondisi apapun, seperti ragam resmi maupun santai, bahasa lisan maupun bahasa tulis. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dalam pragmatik, yaitu menyampaikan maksud atau tujuan peristiwa tutur tanpa menyakiti perasaan lawan tutur.

Dalam ilmu pragmatik, maksud atau tujuan penutur harus disampaikan secara santun kepada lawan tutur. Misalnya, tuturan seorang mahasiswa kepada dosen yang bermaksud untuk meminta izin ke toilet saat pembelajaran berlangsung.

“Pak, saya izin buang air kecil di belakang.”

“Baik, silakan.”

Berdasarkan percakapan tersebut, frasa buang air kecil mempunyai makna denotatif, yaitu membuang air dalam jumlah yang kecil. Namun, secara pragmatik frasa tersebut justru bermakna kencing. Pemaknaan frasa buang air kecil sebagai kencing sendiri didasari karena frasa ini jauh lebih halus dan santun diucapkan mahasiswa kepada dosen dibandingkan dengan menyebut kata kencing secara langsung. Selain itu, secara denotatif kata belakang mempunyai makna lawan dari arah depan. Namun, apabila ditinjau dari segi pragmatik, kata tersebut justru bermakna toilet atau jamban. Kesantunan dan kehalusan juga menjadi alasan mengapa kata belakang dipakai untuk memaknai kata toilet atau jamban.

Implementasi pragmatik dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya di situasi formal saja, tetapi juga dalam situasi nonformal atau santai seperti di rumah. Berikut ini contoh implementasi pragmatik di lingkungan keluarga.

“Gulanya habis, Bu.”

“Ini uangnya. Beli sana!”

Tuturan tersebut termasuk dalam tuturan tidak langsung dari anak kepada ibunya karena di balik kalimat “Gulanya habis, bu” mengandung makna bahwa si anak bukan hanya ingin memberi tahu bahwa gulanya sudah habis saja, tetapi juga mengandung makna tersirat bahwa sebenarnya ia meminta kepada ibunya untuk membeli gula lagi karena gulanya sudah habis. Kemudian, maksud atau tujuan tuturan anak tersebut dapat diterima dengan tepat oleh ibunya. Hal ini dibuktikan dengan jawaban ibunya yang memberikan uang untuk membeli gula.

Implementasi pragmatik dalam kehidupan sehari-hari digunakan saat kegiatan komunikasi. Untuk memahami maksud dan tujuan penutur, diperlukan ilmu pragmatik. Dalam pragmatik, terdapat aspek yang sangat penting, yaitu penutur (orang yang berbicara), lawan tutur (orang yang diajak berbicara), dan partisipan (orang ketiga). Dengan belajar pragmatik diharapkan kita dapat bertutur dengan santun baik dalam situasi formal maupun nonformal agar tidak menyakiti perasaan orang lain atau orang yang kita ajak berbicara.

Surakarta, 13 Maret 2023.