Ilusi Penglabuh Diri

Di sebuah tempat yang sengaja dibangun di tengah kota sebagai ruang hijau tampak seorang pria tegak bertumpu kaki dengan gagah. Wajah tegas, tinggi proporsional, dan benda berlesa yang menyangkut di hidungnya menambah aura keelokan Pria itu. Matanya yang menyapu area taman sesekali melirik penunjuk waktu yang melingkar di tangannya, melihat bulukan Ia menunggu seseorang. Tatkala Ia bertumpu pantat, seorang kakek tua suntuk menghampirinya. Menundukkan kepala sambil bergumam, itulah yang dilakukan Si Kakek. Pria gagah tampak terganggu dengan kedatangan si Kakek. Ia memintanya untuk pergi, namun Kakek Tua tak menghiraukan Si Pria.

Gusar dengan sikap Kakek, Pria itu mengancam akan menyeret kakek secara paksa jika Ia tidak lekas pergi. Tertangkaplah tawa samar Kakek oleh indra Si Pria. “Kakek, aku sudah memperingatkan Anda. Tetapi Anda sama sekali tidak mendengarkan atau pun menghiraukan perkataanku. Apa Anda gila? Anda…” belum sempat Pria itu melanjutkan perkataanya, kakek menyahut dengan suara keras “AKU GILA HAHAHAHA.” Si pria terperanjat dan hilang akal melihat kakek yang awalnya tertawa dengan keras itu kini menangis tersedu-sedu “Aku memang gila. Sikapku yang selalu mementingkan diri sendiri dan mengambil keuntungan pribadi tanpa mempedulikan kesakitan orang lain sungguh buruk. Semua harus mengikuti kata-kataku. Seberapa banyak mereka menasihatiku, mengingatkanku, dan berusaha menyadarkanku pun tidak bisa meluluhkan hati dan pikiranku. Hatiku sekeras batu, busuk seperti bangkai, dan mati bagai mayat. Mereka memintaku mengendalikan emosi dan menurunkan ego, tapi aku tak menghiraukannya. Mengarungi nafsu hingga terjerumus lubang hitam. Terlambat, aku sangat terlambat. Pohon diam ketika burung menebar benalu, burung diam terjerat benalu di pohon. Batang kecil diluruskan meninggi, batang besar diluruskan patah. Kini, di depan mataku adalah bayangan dari pantulan cermin yang dikenal dengan keegoisan.” tangan menyeka air mata. Kakek mendongak, menata matanya untuk focus pada Si Pria menyalurkan rasa dengan seyum nanar di wajahnya.
tmp-cam-6005953728658434392
Terpakulah Pria berkacamata hingga diam seribu bahasa. Sorot mata yang tidak stabil memperlihatkan gejolak hati dan pikirannya. Terlepas dari jeratan alam bawah sadarnya, tanpa tampak punggung ia mengambil langkah seribu. Raut muka kakek berubah senyuman yang terihat pahit sekarang menjadi tawa puas yang menjadi-jadi. “Kakek, apa Kakek akan terus berakting sebagai orang gila?” Seorang gadis kecil manis semanis madu yang membawa tiga bungkus makanan bertanya padanya. Si kakek menghentikan tawanya, menormalkan dirinya, dan berlagak tidak terjadi apa-apa. “Kakek benar-benar berulah lagi. Terus saja mengelabuhi orang untuk mendapat tempat duduk. Tindakan Kakek ini apa tidak bisa dikatakan egois?.” ucap gadis kecil itu jengah.
“Cucuku, Kakekmu ini tidak mengelabuhi atau pun bersikap egois. Tadi kakek hanya bercengkrama dan membantunya menyelesaikan beberapa masalah. Kemarilah Kakek Tua ingin sedikit bercerita padamu. Dulu aku menanam beberapa pohon, meraka mendapat perlakuan yang sama. Dua tahun kemudian aku merasa heran, hanya satu pohon yang tumbuh dengan baik. Pohon itu besar hingga ranting dan daunnya menghambat yang lain. Satu tahun setelah itu aku kembali untuk menebang pohon-pohon itu. Aku kaget karena pohon besar tadi kini terperangkap oleh pohon-pohon lain layaknya ia dipenjara. Ketika aku menebangnya, Aku kembali terkejut melihat bagian dalam pohon itu keropos dan berwarna hitam, tidak sama dengan pohon lain yang keras dan berwarna coklat keemasan. Cucu gadisku kau masih kecil, tapi ingat baik-baik perkataanku ini, manusia akan punya rasa, terasa, merasa, dan akhirnya sadar diri dia siapa. Kapan itu akan terjadi? Seberapa rasa itu? Tidak ada seorang pun yang tahu. Sudahlah gadis kecil, jangan berfikir terlalu keras, biar waktu yang menjawabnya. Ayo kita makan, perutku sudah mengaum sejak tadi.” Kakek tersenyum lembut selembut sutra memberikan penuturan terbaik pada cucunya. Anggukan singkat menjadi pertanda akan dimulainya makan mereka. Dan “Cat! Akting ayah dan anakku benar-benar bagus.” suara baritone Si Pria mengakhiri syuting ini.