Ibu, Kumohon Mengertilah

Fina hidup dengan keluarganya yang berkecukupan. Dia selalu terlihat bahagia dengan segala yang ia punya. Dia cantik, pintar, mahir bermusik, dan juga mahir dalam berolahraga. Hal itu membuat orang orang merasa iri dengannya. Tapi siapa sangka ternyata gadis itu sangat muak dengan keluarganya dan juga hidupnya.

Memiliki 2 kakak yang sudah sukses dengan usaha mereka masing-masing membuatnya selalu dibandingkan oleh ibunya. Tak hanya itu, terkadang ia diperlakukan sangat berbeda dengan kakak kakaknya. Bagi ibunya memiliki anak yang sukses itu tidak cukup. Ia harus memiliki anak yang sempurna dalam segala hal.

“Ibu harus bilang berapa kali!? Kamu harus dapet nilai 100! Kenapa ini cuma 98 hah!?” Bentak ibu sambil melempar kertas ujian Fina ke wajahnya

“Bu, Fina kan udah berusaha. Lagian itu udah bagus kok.” Lerai Deo, kakak pertama Fina

“Bagus darimana! Dia itu harus sempurna dalam segala hal! Hari ini ga ada makan buat kamu! Masuk ke kamar belajar!”

“Bu, jangan gitu sama Fina.” Bujuk Aya, kakak kedua Fina

Fina yang sudah muak dengan semuanya memunguti kertas ujiannya dan masuk ke kamarnya. Mengunci pintu lalu bersandar disana. Ia berusaha mengatur nafasnya sambil menahan tangisnya.

“Gapapa Fin. Kamu ga salah. Kamu harus bisa bertahan.” Batin Fina lalu mencuci wajahnya

Keadaan keluarga mereka memburuk begitu ayah dan ibu bercerai. Ibu semakin keras dan tidak kenal belas kasihan kepada anak anaknya. Entah Deo, Aya, ataupun Fina mendapat tekanan berat dari ibu. Deo yang mencintai musik dipaksa menjalankan usaha otomotif ayahnya. Aya yang sangat menyukai seni lukis dipaksa menjalankan usaha butik ibunya. Dan Fina yang dipaksa meraih nilai sempurna di segala mata pelajaran di sekolah.

Melelahkan. Tapi mereka tidak pernah bisa melakukan perlawanan. Di mata ibu, mereka hanya anak yang tidak bisa memanfaatkan apa yang mereka miliki. Selalu dianggap tidak bersyukur jika melawan perkataan ibu.

“Bu, aku pengen bahagia.” Ucap Deo

“Tau apa kamu tentang bahagia!? Kamu udah ngebangkang sama ibu gini mau bahagia? Mana bisa! Tuhan mana mau ngasih kamu kebahagiaan!” Bentak ibu lalu menampar Deo

“Ibu! Kak udah. Ayo aku obatin.” Aya menghampiri Deo

“Ibu ini udah kerja seharian kalian tinggal lanjutin bisnis keluarga aja gamau. Dasar anak ga tau di untung! Mau ibu siram air panas hah!?”

“Ibu udah! Jangan gini sama kak Deo.” Ucap Aya dengan suara yang bergetar

Fina hanya menatap dari kamarnya, tidak ingin ikut campur. Rasanya melihat kakaknya seperti itu sudah menyakitkan. Ia memilih untuk menutup pintu kamarnya lalu menelusupkan wajahnya ke bantal.

“Tuhan, kapan ini berakhir?”

Esoknya Fina keluar dari kamarnya dengan seragam lengkap. Ia melihat pipi Deo yang merah dan tangan Aya yang di perban.

“Aku kan udah bilang kak. Kita gabisa ngelawan ibu. Egoisnya dia udah level tinggi.”

“Tapi sampai kapan Fin? Sampai kapan kita bisa bertahan sama kondisi ini? Aya aja kemarin malem mau bunuh diri, untung aku ke kamarnya kemarin.” Jawab Deo

“Entah. Aku juga bakal bertahan sebisaku kak. Aku berangkat ya.”

Sekolah tempat paling nyaman menurut Fina. Disana ia merasa aman dan tidak takut pada siapapun. Berbeda dengan rumah, tempat yang seharusnya nyaman itu justru menjadi sumber kesedihannya. Semoga keadaan cepat membaik.

Fina berjalan masuk kerumahnya. Tiba tiba dari belakang kakinya dipukul dengan rotan. Fina takut, benar benar takut. Maka dari itu ia memilih untuk diam dan menerima segala hukuman ibunya.

“Kamu harusnya belajar! Malah bolos ke uks! Dasar anak gatau diri!”

Makian dan hinaa keluar dari mulut ibunya. Fina menunduk sambil menahan rasa sakit dan tangisnya. Begitu selesai dihukum, Fina ditarik menuju gudang. Karena tahu ia akan dikurung disana, untuk pertama kali dalam hidup Fina. Ia melawan tarikan ibunya.

“Bu, aku mohon bu jangan. Aku gamau di kurung disana bu aku takut.” Ucap Fina yang diiringi isak tangis

Ibu tidak menghiraukan ucapan Fina. Ia tetap menarik anaknya ke gudang dan mendorong anaknya masuk kesana hingga terjatuh.

“Ibu begini biar kamu sadar. Kamu harus jadi sempurna supaya bisa hidup sama ibu. Dasar anak durhaka.”

Ibu menutup gudang itu dan menguncinya. Fina meringkuk di lantai dengan isak tangisnya yang semakin keras. Aya yang mendengar itu segera menghampiri ibunya.

“Ibu! Kenapa kurung Fina di gudang lagi!?”

“Dia harus sadar kalau dia salah Aya.”

“Ibu manusia teregois yang aku kenal. Aku benci sama ibu!”

Baik Deo, Aya, maupun Fina hanya bisa berharap ibunya dapat mengerti bagaimana perasaan mereka. Mereka ingin dimengerti sekali saja. Apa tidak bisa?