Hustle culture yang melanda anak muda; apakah bisa dikatakan sebagai toxic?

IMG_4626

Hustle Culture ini menggambarkan keadaan seseorang yang harus selalu bekerja untuk sukses, sehingga seringkali tidak punya waktu untuk dirinya sendiri dan beristirahat, seperti liburan, kurang tidur, dan lainnya.

Kebanyakan orang-orang yang mengidolakan budaya ini beranggapan bahwa semakin lama bekerja, maka akan semakin sukses. Padahal kenyataanya, hanya sebagian orang yang merasakan sukses dalam hal finansial.

Fenomena ini tentunya tidak bagus untuk life balance. Karena tidak adanya keseimbangan dalam aspek kehidupan, seperti aspek kesehatan, pekerjaan, dan kesejahteraan emosional. Hal ini tentu saja bisa memicu banyak masalah lainnya, dan berdampak bagi kesehatan tubuh.

Hustle Culture tampaknya banyak melanda anak muda, bagaimaan tanggapanmu? apakah hustle culture termasuk toxic?

https://www.virtualofficeku.co.id/blog_posts/apa-itu-hustle-culture/

Menurut saya, Hustle culture bisa dikatakan sebagai fenomena toxic yang menjadi gaya hidup anak muda zaman sekarang. Hustle culture sendiri bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk toxic productivity yang dimana aspek kehidupan paling penting adalah mengejar tujuan professional dengan bekerja terus tanpa henti dan sedikit istirahat alias non-stop. Hustle Culture memberikan sebuah meaning atau makna palsu mengenai definisi kesuksesan yang diartikan sebagai tindakan gila kerja tanpa meluangkan waktu untuk beristirahat. seolah - olah, hustle culture adalah jalan untuk mendapatkan respect dari orang lain karena produktivitas semu mereka. padahal kenyataannya tidaklah demikian.

Hal ini tentu sangat negatif dari segi kesehatan dan segi psikologis. Banyak studi yang mengemukakan tentang bahayanya Hustle culture dari segi kesehatan seperti gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan tidur. Hal itu juga belum ditambah dengan adanya resiko terkena penyakit jantung, stroke, dan bahkan gangguan mental. Hal yang paling terasa dari melakukan hustle culture sendiri adalah burnt out. Memang bekerja itu sangat penting, tetapi jangan terlalu memaksakan diri ketika melakukannya hanya karena kita mengejar suatu tujuan tertentu. Tubuh kita pun juga bukan mesin yang dapat terus - terusan beroperasi dan menilik dari dampak kesehatan yang ditimbulkan dari Hustle culture, tentunya kita juga harus berhati - hati dengan fenomena ini. Kesehatan adalah hal yang utama, karena jika kita tidak sehat, maka kita tidak akan bisa melakukan aktivitas dengan normal.

Saya setuju dengan pendapat @williamaditama
Hustle Culture dapat menimbulkan toxic productivity.
Bekerja secara terus menerus tidak menunjukkan bahwa seseorang melakukan produktivitas dalam kehidupannya. Memiliki ekspektasi yang tidak realistis menjadi faktor situasi stress. Gelisah dan rasa bersalah yang muncul saat tidak bekerja keras atau mengambil cuti membuat diri merasa sesuatu dari diri yang berkurang, jika merasa hal tersebut mungkin Anda mengalami toxic productivity.

Kenalilah diri sendiri. Cobalah gali kelebihan dan kekuranganmu. Memiliki self-awareness merupakan suatu modal. Dengan itu, kita dapat mengetahui tujuan dan apa yang kita butuhkan dalam hidup.
Produktivitas bukanlah sebuah ajang kompetisi. Janganlah membandingkan kehidupanmu dengan kehidupan orang lain. Jangan buat orang lain sebagai standar dalam kehidupanmu. You live your own life, so do what you love.

Justru karena toxic, maka disebutnya “hustle” culture. ‘Budaya’ ini dianggap toxic karena memiliki anggapan "hard working will pay off" sehingga mereka mengabaikan limits atau batasaan mereka sendiri, mereka bekerja terus menerus, melewatkan makan, melewatkan refreshing , melewatkan momen-momen bersama teman-teman, anti istirahat sebelum pekerjaan selesai dan kerugian lainnya. Jika ‘hustle’ tersebut dilakukan terus menerus maka akan mudah sekali menyebabkan dirinya burnout/stress . Dengan memaksa pekerja dalam pola pikir ‘go hard or go home’, budaya hiruk pikuk atau hustle culture menempatkan tubuh dalam kondisi fight or flight. Stres terus menerus ini melepaskan hormon stres yaitu kortisol dalam jumlah yang lebih tinggi dan untuk periode yang lebih lama. Untuk menormalkan kadar kortisol yang meningkat ini, tubuh harus istirahat. Nah, padahal hustle culture ini tidak memberikan waktu untuk istirahat, makanya burnout tidak bisa dihindari. Stres terus menerus ini sudah jelas dapat membahayakan kesehatan mental dan fisik, maka dari itu hustle culture is toxic, lebih tepatnya toxic productivity.

Saya setuju dengan pendapat @williamaditama, menurut saya hal itu mengakibatkan hal negatif bagi kesehatan dan psikologis.

Menurut saya bekerja keras seperti hustle culture tersebut belum tentu menghasilkan hasil yang maksimal terutama dalam hal pekerjaan. Dengan menajemen waktu yang tepat dan cerdas jauh lebih menghasilkan hasil yang maksimal.