Hubungan Asas Culpabilitas dengan Asas Praduga Tak Bersalah


Apakah perbedaan di antara asas culpabilitas dan asas praduga tak bersalah?

Culpabilitas adalah sebutan lain terhadap asas tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straaf zonder schuld) yang dikenal dalam hukum pidana. Pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) menyebutkan “Tiada seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.

Di sini, jelas tampak bahwa asas culpabilitas berbasis pada terbuktinya kesalahan (schuld) baik karena kesengajaan maupun karena kealpaan. Seseorang tak bisa dihukum jika kesalahannya tidak terbukti. Bambang Poernomo (1984: 137) menegaskan kesalahan adalah elemen subjektif dari strafbaarfeit.

Sementara, asas praduga tidak bersalah mengandung arti seseorang tidak bisa dianggap bersalah sebelum ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Asas ini, oleh Andi Hamzah (2001: 12) dimasukkan sebagai salah satu asas penting dalam hukum acara pidana. Penjelasan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) menyebutkan “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Manifestasi asas praduga tak bersalah dalam praktik peradilan adalah selama proses peradilan masih berjalan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung), dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, maka terdakwa belum dapat dikategorikan bersalah sebagai pelaku tindak pidana. Sehingga, selama proses peradilan berjalan, ia harus mendapatkan hak-haknya sebagaimana diatur Undang-Undang (Lilik Mulyadi, 2007: 16).

sumber: hukumonline.com