Hati Yang Sehat adalah Hati Yang Selamat

Peran hati bagi seluruh anggota badan ibarat raja bagi para prajuritnya. Seluruh anggota tubuh adalah pelaksana titah-titahnya, siap menerima hadiah apa saja. Aktivitasnya tidak dinilai benar jika tidak diniatkan dan dimaksudkan oleh sang hati. Di kemudian hari, hati akan ditanya tentang para prajuritnya. Sebab setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Quran surat Al-isra ayat 36, yang berbunyi :

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”

Maka, pembenaran dan pelurusan hati merupakan perkara yang paling penting. Sebab perintah hatilah, istiqomah dan penyelewangan itu ada. Ibadah selalu dimulai dengan niat. Letak niat berada di hati. Niat merupakan dorongan dari hati untuk melakukan ibadah secara ikhlas. Ikhlas merupakan syarat utama diterimanya amal. Ikhlas juga sebagai sarana membersihkan hati dari segala kotoran sedikit ataupun banyak sehingga tujuan mendekatkan diri atau bertaqarrub benar-benar murni karena Allah ‘Azza wa Jalla.

Ya’qub berkata, “Orang ikhlas adalah yang menyembunyikan kebaikan-kebaikan dirinya, sebagaimana ia menyembunyikan keburukan-keburukannya”.

Hati yang bersih menjadi faktor utama seseorang mempunyai keikhlasan. Ia akan membersihkan amalnya dari sifat ujub. Seseorang yang hatinya dipenuhi dengan urusan akhirat, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan mempermudahkan dalam menghadirkan niat untuk berbuat baik. Ketika hati telah condong kepada pangkal kebaikan, ia pun akan terdorong untuk cabang-cabang kebaikan lainnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599)

Sebagaimana Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hati manusia ada yang baik dan ada yang rusak. Hati yang baik merupakan hati yang sehat. Sedang hati yang rusak merupakan hati yang sakit.

Termasuk manakah kamu, hati yang sehat atau hati yang sakit?

Hati yang sehat adalah hati yang hidup. Maksudnya, hati yang memahami kebaikan dan keburukan. Tidak semua orang dapat memahami itu. Memang mudah membicarakan kebaikan. Tapi pada realitanya, tidak semua orang dapat melakukan kebaikan. Hanya Allah 'Azza wa Jalla yang dapat menghendaki seseorang untuk melakukan kebaikan tersebut. Orang tersebut ialah orang yang hatinya hidup dengan zikir. Hatinya penuh dengan pengagungan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla. Kerinduannya kepada khidmah seperti kerinduan seseorang yang lapar kepada makanan dan haus kepada minuman. Dengan berzikir, akan timbullah rasa tentram dan sejuk hatinya.

Ketika seseorang ditimpa musibah atau ujian, maka dibutuhkan hati yang kuat. Musibah yang menimpa tidak akan mengurangi keimanannya kepada Allah. Justru, Ia akan semakin dekat dengan Allah ‘Azza wa Jalla. Sebab hatinya telah terikat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ia tidak akan meminta pertolongan kecuali kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Allah memberikan kelapangan hati bagi siapa saja yang memohon kepada-Nya.

Hati yang sehat (bersih) adalah hati yang selamat. Allah ‘azza wa jalla berfirman :

إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS. Asy-Syu’ara : 88-89)

Pada ayat di atas, Allah ‘Azza wa Jalla memberitahu bahwa hati yang bersih (sehat) merupakan hati yang selamat. Hati yang selamat adalah hati yang kelak di hari akhir mendapatkan kebahagiaan. Sebab hatinya mampu membebaskan dirinya dari hawa nafsu. Terbebas dari segala penyakit hati. Mereka yang memiliki hati yang selamat adalah orang-orang yang mendapatkan keselamatan serta kemenangan di dunia dan di akhirat.

Berbahagialah bagi orang yang memiliki hati yang selamat. Seseorang yang mencintai Allah ‘Azza wa Jalla, memenuhi segala perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia mampu untuk menjaga hatinya dari segala hawa nafsu.

Bila hati telah bersinar, berbagai amal kebaikan akan berdatangan dari segala penjuru untuk dilaksanakan. Sebagaimana, bila ia gelap, berbagai bencana dan keburukan pun akan berdatangan dari berbagai tempat.

Ibnu Rajab Rahimahullah berkata :

الاشتغال بتطهير القلوب أفضل من الإستكثار من الصوم والصلاة مع غش القلوب ودغلها

Sibuk dengan menyucikan hati adalah lebih baik daripada memperbanyak puasa (sunah) dan salat (sunah) yang disertai dengan menipu hati dan ada khianat dalam hatinya.

Hidupnya hati seseorang hamba tentu lebih utama untuk diperhatikan. Jika hidup badannya membuatnya lancar dalam beraktivitas, maka hidupnya hati membuatnya bahagia di dunia dan akhirat. Begitupun pun sebaliknya, matinya badan berarti terputus dari dunia, sedangkan matinya hati beban derita kekal selamanya.

Seorang sholih bertutur, “Mengherankan sekali manusia itu. Mereka menangisi orang yang mati jasadnya tetapi tidak menangisi orang yang mati hatinya. Padahal keadaan ini lebih berbahaya.”

Tanda sehatnya hati seseorang ialah selalu mengingat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, tunduk dan bergantung kepada Allah ‘Azza wa Jalla seperti bergantungnya seseorang yang mencinta kepada yang dicintainya. Orang yang lisannya basah dengan zikir kepada Allah termasuk salah satu orang yang hatinya hidup. Bila ia tidak sempat melakukan zikir kepada Allah, ia akan merasakan sakit dan tersiksa.

Tanda hati yang sakit ialah ia tidak lagi merasakan sakitnya bermaksiat dan menderitanya berada dalam keburukan. Sebab, hati yang hidup (sehat) pasti merasa tersiksa bila melakukan keburukan. Sebaliknya, hati yang sakit akan merasa tersiksa bila ia melakukan kebaikan. Hati yang seperti ini selalu berjalan dengan hawa nafsu. Hawa nafsu membawa pada kemaksiatan. Kemaksiatan menjadi racun bagi hati dan menjadi penyebab hati yang sakit.

Abdullah bin Mubarak berkata :

Kulihat dosa-dosa itu mematikan hati

Membiasakannya mengakibatkan kehinaan

Meninggalkannya adalah kehidupan bagi hati

Selalu menjauhinya adalah yang terbaik bagi Allah

Hati menjadi faktor penentu hitam-putihnya akhlak seseorang. Ketika hati seseorang condong pada kebaikan, maka organ tubuh akan menjadi baik. Ia akan mendorong pemiliknya untuk dapat berakhlak yang mulia. Sebagai contoh, hati yang ikhlas akan memiliki hati yang teguh serta tawadhu. Terbebas dari rasa ujub dan riya. Sebaliknya, bila hati condong pada keburukan, maka organ tubuh akan menjadi buruk dan menuju kepada kemaksiatan. Maka, akan menunjukkan keburukan akhlaknya.

Seorang Ulama berkata, “ibarat pisau bermata dua : ia bisa menjadi organ tubuh yang paling taat, atau menjadi yang paling bermaksiat; mendorong pemiliknya untuk mengorbankan jiwa dan raga, atau membujuknya menjadi pecundang; memotivasi kekerasan tanpa belas atau pengabdian tanpa batas.”

Semoga ini menjadi pengingat bagi hati yang mulai melemah imannya. Agar menjadi bekal untuk memelihara hati agar menjadi hati yang selamat sehingga membawa keselamatan dunia dan akhirat.

Referensi