Hal-hal apa saja yang mempengaruhi Physical Attractiveness dilihat dari sisi ilmu sosial?

Hal-hal apa saja yang mempengaruhi Physical Attractiveness dilihat dari sisi ilmu sosial?

penampilan fisik adalah sebagai bentuk kesan pertama seseorang ketika berjumpa dengan orang lain, terutama untuk pasangan yang berkenalan melalui social media, bagaimana kesan pertama anda ketika bertemu seseorang yang awalnya hanya berkomunikasi secara virtual kemudian bertemu direalita ?

Penelitian klasik yang dilakukan oleh Walster, Aronseon, Abrahams, dan Rottman (1996) menunjukkan pentingnya penampilan fisik dalam pembentukan kesan pertama.

Penelitian dilakukan dengan memasangkan secara acak (random) 752 mahasiswa baru di Unversitas Minesota, dalam acara dansa pada masa orientasi mahasiswa baru. Pada malam ’kencan buta’ tersebut tiap pasangan mendapat kesempatan beberapa jam untuk berdansa dan mengobrol. Setelah itu kencan mereka dievaluasi untuk mengetahui seberapa besar keinginan mereka untuk kembali berkencan dengan orang yang sama.

Beberapa hal yang menjadi alasan keinginan berkencan antara lain kecerdasan, kemandirian, sensitivitas (kepekaan), atau ketulusan, namun yang paling utama adalah ketertarikan fisik.

Daya tarik fisik merupakan hal yang menentukan kesan pertama baik pada laki- laki maupun perempuan. Namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa dibanding perempuan, laki-laki menilai daya tarik fisik lebih penting.

Hasil penelitian meta-analisis (penelitian yang menganalisis lebih lanjut berbagai hasil penelitian yang topiknya sama) yang dilakukan oleh Feingold, 1990) menunjukkan bahwa bila yang diukur sikapnya, dibanding pada perempuan pada umumnya laki-laki menilai penampilan fisik lebih penting; bagaimanapun juga bila yang diukur adalah perilaku aktual, antara laki-laki dan perempuan memberikan respon yang sama terhadap daya tarik fisik pihak lain.

Apakah yang Menarik?

Ciri-ciri fisik seperti apakah yang menimbulkan daya tarik? Media massa telah mendikte kita untuk mendefinisikan apa yang disebut cantik (beauty) dan tampan (handsome). Misalnya, dalam film atau buku anak-anak, tokoh yang menjadi pahlawan perempuan, selalu digambarkan serupa: mungil, hidung mancung, mata lebar, bibir yang indah, langsing, tubuh atletis, yang secara keseluruhan seperti boneka-boneka barbie.

Pada orang dewasa, hasil penelitian kreatif yang dilakukan oleh Cunningham (1986) menunjukkan kriteria dari yang disebut cantik dan tampan pada budaya Barat. Ia meminta mahasiswa laki-laki untuk menilai (rating) daya tarik 50 foto wajah perempuan yang diambil dari buku tahunan kampus dan juga dari kontes-kontes kecantikan.

Hasilnya menunjukkan bahwa penilaian tinggi diberikan untuk wajah perempuan yang cantik memiliki ciri-ciri: mata besar, hidung mungil, dagu kecil, tulang pipi menonjol, pipi sempit, alis tinggi, pupil mata besar, dan senyum lebar.

Penelitian pada subjek perempuan (Cunningham dkk, 1990), dengan meminta mereka menilai daya tarik fisik foto-foto wajah laki-laki,

Hasilnya menunjukkan kriteria wajah laki-laki yang tampan adalah ; mata lebar, tulang pipi menonjol, dagu besar, dan senyum yang lebar.

Persepsi mengenai wajah cantik dan tampan antar berbagai budaya apakah sama?

Hasil penelitian lebih lanjut oleh Cunningham (1995) maupun beberapa penelitian lain memberikan jawaban ’ya’, bahwa dalam berbagai budaya terdapat kesamaan persepsi mengenai kriteria cantik dan ganteng. Hal ini diperkuat dengan hasil meta-analisis oleh Judith Langlois dkk (2000).

Asumsi Mengenai Orang yang Menarik

Pada umumnya kita menyukai keindahan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam menilai seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai penelitian menemukan bahwa ketertarikan fisik mempengaruhi atribusi orang mengenai apa yang menarik. Secara khusus, orang cenderung memberikan atribut kualitas yang positif (yang tidak ada hubungannya dengan apa yang terlihat) terhadap orang yang nampak cantik/tampan. Hal ini disebut sebagai stereotip ’apa yang baik dari keindahan’.

Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa ketertarikan fisik berpengaruh sangat besar terhadap subjek laki-laki maupun perempuan ketika melakukan penilaian terhadap kompetensi seseorang:

Mereka yang lebih menarik secara fisik dianggap lebih mampu bersosialisasi, ekstrovert, dan populer dibanding yang kurang menarik. (Eagly dkk, 1991; Faingold, 1992b). Mereka juga dinilai lebih menarik secara seksual, lebih bahagia, dan lebih asertif.

Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa mereka yang lebih menarik (secara fisik) juga mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik dan memiliki kepuasan lebih tinggi dalam interaksi sosial bila dibanding mereka yang kurang menarik.

Mengapa demikian?

Tidak diragukan lagi, hal ini terjadi melalui self-fulfilling prophecy: cara kita memperlakukan seseorang mempengaruhi bagaimana ia berperilaku dan juga bagaimana ia mempersepsi dirinya.