Perkara panjat-memanjat dan melakoni perjalanan panjang penuh tantangan bukan perkara mudah. Apalagi saat naik gunung. Ada saja hambatannya. Entah kaki terkilir, tersesat, kehabisan logistik, atau hal-hal aneh lain yang ditemukan di tengah penjelajahan.
Namun, kesukaran yang dihadapi pada waktu muncak—begitulah para pendaki biasanya menamai perjalanan mereka—bakalan mengubah hidup kita 180 derajat.
Meski capek dan kaki lecet-lecet, kamu bakal ketagihan dan tertantang untuk mendaki gunung lain
Nah, di sinilah magisnya gunung. Secapek-capeknya melakoni perjalanan, kamu bakal dibuat ketagihan. Mengapa? Karena kelelahanmu akan terbayar dengan keindahan yang tak pernah kamu temui di mana pun.
Kaki pegal-pegal atau lecet sana-sini bahkan tak terasa sakit kalau kamu menjumpai keindahan alam yang cuma bisa kamu temui di puncak. Kamu bakal ketagihan dan tertantang untuk mendaki gunung lain. Aneh, padahal sebelumnya kamu bukan anak gunung loh.
Setelah turun gunung, kamu menjadi orang yang peduli terhadap sampah yang berceceran di sekitarnya
Pergi ke gunung mengajarkan kita menghargai lingkungan. Saat mendaki gunung dan melihat ada sampah berceceran, ada amarah yang timbul dalam hati. Kenapa alam seindah itu harus dikotori dengan sampah yang dibuang seenaknya oleh manusia.
Kita pun dengan sukarela memunguti sampah-sampah, menaruhnya di trash bag, membawanya turun gunung, dan membuangnya di tempat sampah. Hal itu secara tidak sadar terbawa di kehidupan sehari-hari. Padahal dulu sebelum naik gunung, kita adalah orang yang tidak peka dengan lingkungan sekitar.
Jadi orang yang lebih sabar dan gak gampang ngeluh saat menghadapi banyak persoalan
Terbiasa melakukan perjalanan dengan rintangan yang gak main-main bikin kamu jadi orang yang mudah bersyukur dalam keadaan apa pun. Ketika menghadapi masalah, kamu pun tak mudah marah. Sebab, kamu terbiasa bersabar saat melakukan pendakian.