Gangguan Kecemasan Akibat Berita Corona


Ilustrasi gangguan kecemasan terhadap virus corona (Shutterstock)

Berita tentang virus corona (covid-19) meledak di Indonesia sejak awal Maret 2020. Media massa dan media sosial kini dipenuhi dengan pemberitaan mengenai perkembangan virus corona yang tengah merajalela. Sejak Desember 2019 lalu, kabar virus corona sudah mengguncang di kota Wuhan, China. Kita masih saja terlena akan berita ini. Bahkan, tidak jarang oknum-oknum menyepelekan dan menjadikannya bahan guyonan. Padahal saat itu (Januari 2020) publik sudah mengingatkan bahwa pemerintah harus bereaksi cepat terkait merebaknya virus Covid-19. Namun, nasi sudah menjadi bubur dan Indonesia sudah dijajah Covid-19. Apa boleh buat?

Lambannya proses awal pencegahan Covid-19, pemerintah Indonesia baru mengonfirmasi kasus pertama pada 2 Maret 2020. Sejak saat itu, banyak kebijakan dan strategi dibuat dalam rangka mencegah transmisi dan kematian signifikan akibat wabah ini. Menyikapi pemberitaan di media, alih-alih bersikap tenang masyarakat malah melakukan aksi panic buying. Aksi panic buying adalah salah satu tindakan warga dalam membeli barang dengan jumlah berlebih (borongan) atas dasar kepanikan terhadap merebaknya pandemi covid-19. Masyarakat jadi berbondong-bondong menyerbu toko ritel, apotek dan online shop untuk memborong kebutuhan pokok, masker, antiseptik dan obat-obatan dalam jumlah banyak. Terlihat pada rak-rak sejumlah minimarket dan supermarket besar di Ibu Kota, barang-barang kebutuhan pokok kosong melompong, ludes diborong. Lalu bagaimana nasib kaum proletariat? Bukannya tidak ingin membeli, tetapi tidak sanggup membiayai kebutuhan primer yang kian melonjak. Bahkan sejumlah kebutuhan pokok dan alat kesehatan semua habis tak bersisa. Apa corona anti-proletariat? Yang benar saja!

Kabar dipulangkannya sejumlah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) oleh media massa, membuat masyarakat was-was terhadap hal ini. Apalagi bila TKI tersebut pulang ke daerah asal mereka yang merupakan tempat tinggal masyarakat. Belum lagi berita yang simpang siur mengenai kaburnya WNI yang menyandang status ODP (Orang Dalam Pemantauan). Hoax yang ada di tengah-tengah masyarakat seperti yang pernah beredar mengenai produk ponsel asal China yang dapat menularkan virus Corona (pada mau ngelawak atau rasis nih anda?). Arus angin bawa wabah dan virus dipindahkan (penularan melalui angin), berita hoax seperti ini membuat masyarakat resah dan ketakutan. Sebab masyarakat awam belum memilah berita yang mana harus disaring terlebih dahulu sebelum disebarkan.

Hampir seluruh surat kabar di Indonesia melansir ancaman penularan virus corona selama berminggu-minggu, berita tersebut mampu mengusai begitu banyak kepala kita. Hal ini dapat mengubah respons psikologis kita terhadap interaksi biasa, membuat kita berperilaku dengan cara yang tidak terduga. Program radio dan TV terus menyiarkan kabar tentang para korban yang tewas. Platform media sosial dipenuhi dengan statistik yang menakutkan. Bombardir informasi yang terus menerus ini dapat mengakibatkan peningkatan kecemasan, dengan efek langsung pada kesehatan mental kita. “Gangguan kecemasan ini akan semakin parah jika tidak segera ditangani. Kecemasan yang menumpuk akan menjadi stres dan depresi,” ucap Psikoterapis sekaligus psikolog dari Universitas Tarumanegara, Sandi Kartasasmita merupakan salah seorang relawan dalam layanan konseling yang diadakan Himpsi Jaya dan IPK Jakarta ini. Lebih parah lagi, gangguan kecemasan itu, bisa menurunkan imun tubuh yang malah menyebabkan seseorang rentan terhadap penyakit. Termasuk tertular coronavirus. (alinea.id)

Rasa cemas dan panik terus menghantui kita di tengah wabah virus corona. Namun, jangan sampai rasa panik, stres, takut kehilangan orang-orang tercinta, dan perubahan aktivitas mempengaruhi kesehatan mental kita. Hal ini akan berdampak pada perubahan pola tidur, pola makan, bahkan pola pikir, hingga memburuknya masalah kesehatan yang sudah ada. Mengikuti perkembangan tentang virus corona memang penting untuk kewaspadaan. Namun terus-menerus terpapar informasi, baik yang terpercaya maupun tidak, juga dapat membuat seseorang menjadi lebih stres. “Kecemasan ditambah ingatan buruk mengenai corona itu bisa menimbulkan gejala ‘corona-coronaan’ atau gejala terkait kondisi seperti itu. Kalau dalam ilmu kedokteran jiwa itu dikenal sebagai istilah psikosomatik,” ungkap dokter yang melakukan praktik di klinik psikosomatik Omni Hospital Alam Sutera, melalui channel Youtube pribadinya, Andri Psikosomatik.

Psikosomatik bisa diartikan sebagai penyakit atau keluhan fisik yang disebabkan maupun diperburuk oleh pengaruh faktor mental pada diri seseorang. Umumnya, gejala psikosomatik mirip dengan gangguan kecemasan, seperti nyeri dada, sesak napas, merasa tubuh terlalu panas atau demam. Akan tetapi, gejala psikosomatik yang muncul dapat dikaitkan dengan kondisi yang sedang terjadi. Orang yang sebelumnya sudah mengalami gangguan mental merupakan kelompok yang mungkin paling rentan terkena dampak psikis dari krisis ini. Pada pandemi virus corona seperti ini, orang sehat bisa saja salah mengartikan sensasi tubuh yang tidak serius menjadi mirip dengan gejala Covid-19, seperti sakit tenggorokan, hidung berair, merasa tidak enak badan atau tubuh lemas, batuk kering, demam, dan sesak napas.

Beragam informasi tersebut diunggah di media atau dikirim oleh keluarga atau teman, sebaiknya kita perlu lebih hati-hati karena tidak menutup kemungkinan bahwa berita tersebut merupakan hoax. Pastikan kita selalu memantau perkembangan virus corona dari sumber informasi yang terpercaya. Misalnya, dari situs World Health Organization atau Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Media terkadang menjadi hal yang dapat membuat kecemasan makin menjadi-jadi, karena tidak sedikit media yang memberitakan berlebihan tentang virus corona. Maka, pilihlah media yang dapat dipercaya atau bahkan kurangilah membaca atau melihat media dan fokus terhadap kesehatan diri Anda. Jika Anda ingin membagikan informasi seputar virus corona pada orang lain, pastikan terlebih dahulu bahwa info tersebut benar-benar valid dan berasal dari sumber-sumber yang terpercaya. Beristirahat sejenak dari dari pemberitaan virus corona dan lebih meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan orang-orang tercinta. Merawat diri (self care), kesehatan, serta kebersihan.

Pada masyarakat awam sebaiknya pemerintah, tenaga medis, influencer, serta orang-orang yang paham mengenai pandemi saat ini terus menjelaskan dan memberi pengetahuan terhadap masyarakat terkait virus corona, cara pencegahan yang bisa dilakukan di lingkungan tempat tinggalnya, memberi arahan pada warga untuk menjalankan kebijakan-kebijikan pemerintah, sehingga mereka tidak ketakutan dalam menghadapi pandemi ini meski menyandang status ODP, PDP, maupun suspek. Begitu pula dengan kaum proletariat, mereka butuh tangan-tangan kita. Kita ringankan tangan dan ambil andil untuk membantu mereka, sebab bukan maksud mereka untuk membantah kebijakan pemerintah, namun untuk makan saja mereka masih bersusah payah. Mari kita sebarkan selebaran-selebaran ilmu yang kita miliki dan materi yang dapat kita berikan kepada masyarakat awam dan proletariat, ikut menenangkan mereka dari gangguan kecemasan akan virus corona.