Feynman si Jenius Nakal : Penerima hadiah Nobel Fisika di tahun 1965

Feynman si Jenius Nakal

Dari Anjing Pelacak sampai Tukang Bongkar Brankas


image

Jenius yang satu ini senangnya main. Semua dianggapnya mainan. Tidak pernah serius! Benar-benar iseng! Fisika, yang kata orang merupakan pelajaran paling serius dan bikin pusing itu, dijadikan mainan paling asyik. Tapi justru sifatnya inilah yang menghantarnya pada hadiah Nobel Fisika di tahun 1965.

Richard Philips Feynman biasa dipanggil dengan nama kecilnya, Dick. Si kecil Dick, yang masih berusia sebelas tahun, punya sebuah laboratorium sederhana di rumahnya. Ia senang sekali bermain-main dengan apa saja yang bisa ditemukannya: main lampu dan menciptakan sekring, membuat alarm antimaling di kamarnya, dan membuat sistem koil dengan pemantik api yang dilengkapi gas argon.

Saat ia sedang bermain dengan koil itu dan menikmati percikan api yang tercipta (warnanya ungu lho!), tiba-tiba ada kertas yang terbakar terkena api itu. Kertas yang terbakar itu langsung dibuangnya ke tempat sampah, tapi tiba-tiba malah jadi makin menyala. Ternyata tempat sampah itu berisi kertas koran yang cepat terbakar. Anak bandel ini cepat-cepat menutup pintu kamarnya supaya Ibunya tidak mengetahui ‘kecelakaan kecil’ yang sedang terjadi. Untung saja api itu akhirnya berhasil dipadamkan! Kamarnya sih jadi penuh asap gara-gara kejadian itu. Tapi Dick tidak kapok!

Ia melengkapi lab kecil di kamarnya dengan sebuah radio tua dan rongsok yang sudah rusak. Si jenius kecil ini mengutak-atik radio itu dan berhasil memperbaikinya. Malahan ia jadi terkenal sebagai si anak kecil tukang reparasi radio. Saking terbiasa dengan permasalahan radio rusak, Dick belakangan bisa tahu letak kerusakannya tanpa menyentuhnya sama sekali. Dia cuma berjalan mondar-mandir sambil berpikir. Tiba-tiba dia sudah tahu bagaimana membetulkannya. Tuh kan, benar-benar kecil-kecil cabe rawit! Teman-teman sekolahnya tidak pernah menjulukinya ‘Most Intelligent’ tapi mereka menyebutnya ‘Mad Genious’. Julukan ini didapatnya karena biarpun sangat pintar, Dick tetap seorang anak kecil biasa yang iseng dan bandel.

Keisengannya ini sebenarnya didasari hasratnya untuk selalu memecahkan teka-teki. Apa pun yang belum ia ketahui pasti dipelajarinya sampai didapat jawabannya, termasuk fisika. Ia senang menemukan sesuatu yang salah dan mencari akal untuk membetulkannya.

Sewaktu Dick berusia tujuh belas tahun ia bekerja di suatu restoran saat musim panas. Banyak petualangan seru di sana. Salah satunya waktu Dick harus memotong kacang panjang. Biasa orang memotong kacang panjang dengan meletakkan kacang itu diatas meja lalu pisau digerakan dari atas ke bawah. Cara ini menurut Dick kurang efisien. Dia langsung memutar otak mencari akal untuk membuatnya lebih efisien. Ia menderetkan lima pisau secara paralel menghadap ke atas. Dibawah pisau itu diletakkan baskom penampung.

Kemudian kacang panjang digerakan dari atas, kress… kress… kress. Ia berhasil memotong lima kali lebih cepat. Dick begitu senang dengan keberhasilan itu. Namun, ketika bossnya masuk dapur, Dick terkejut dan tidak hati-hati…kress… tangannya terpotong pisau, dan darah membuat kacang panjang dalam baskom menjadi merah. Ia kena marah! Ada banyak lagi ide baru dan ‘penemuannya’ yang berakhir dengan seruan marah orang-orang di tempat ia bekerja. Ia tidak kapok. Tetapi ia menyadari satu hal: penemuan atau ciptaan baru merupakan hal yang sulit di dunia nyata.

image

Jenius bandel ini melanjutkan petualangannya di MIT (Massachusset Institute Technology). Ia sering menguping pembicaraan teman sekamarnya (dua mahasiswa tingkat akhir) yang mendiskusikan mata kuliah fisika teori. Suatu kali mereka sibuk memecahkan soal. Dick dengan santai nyeletuk, “Mengapa kalian tidak menggunakan persamaan Baronallai?”

Dua mahasiswa itu bingung. Persamaan apa itu? Dick kemudian menjelaskannya dan berhasil memecahkan soal rumit itu dengan gampang. Ternyata setelah diselidiki, yang dimaksud Dick adalah persamaan Bernoulli. Ia mempelajarinya sendiri dari ensiklopedia, tanpa pernah membicarakannya dengan orang lain. Jadi dia tidak tahu bagaimana membaca kata Bernoulli. Sejak itu kedua mahasiswa itu selalu mendiskusikan soal fisika dengannya.

Sekali waktu Dick pergi ke pesta dansa yang diadakan oleh orang bisu-tuli. Waktu ia mau membeli susu, ia pura-pura sebagai orang bisu dan mencoba menyebut kata susu di mulutnya tanpa bersuara. Pelayannya jadi bingung. Dick lalu mengarang isyarat untuk susu dengan membuat gerakan tangan seperti sedang memerah susu. Pelayannya malah tambah bingung! Akhirnya ada seorang laki- laki memesan susu, jadi Dick tinggal menunjuk ke susu itu. Barulah pelayannya mengerti dan mengambilkan pesanannya. Saat itu Dick menjawab “Terima kasih banyak.” Pelayan bar yang baru dikerjai pemuda iseng ini akhirnya mengerti kalau ia sudah tertipu.

Dari semua kejahilannya, yang paling dibanggakannya adalah yang pernah dilakukannya di asrama. Sekitar pukul 5 pagi Dick terbangun dan turun ke bawah. Ia menemukan tulisan: PINTU! PINTU! SIAPA YANG MENCURI PINTU? Ternyata ada yang iseng melepas pintu dari engselnya dan menyembunyikannya. Kebetulan ruangan itu punya dua pintu. Otak jahil Dick langsung dapat ide. Ia melepas pintu yang kedua dan menyembunyikannya di balik tangki minyak di lantai dasar di bawah tanah. Sesudah itu ia kembali tidur.

Paginya ia pura-pura terbangun terlambat. Waktu ia turun semua sudah berkumpul dan ada yang sudah marah-marah karena kedua pintu ruangan itu hilang. Salah satu dari mereka bertanya, “Feynman, kamu mengambil pintu ya?” Dengan tenang Dick menjawab iya! Sambil menambahkan, “Lihat saja goresan di jariku, ini gara-gara tanganku tergores ke dinding waktu membawa pintu itu ke lantai dasar.” Ternyata jawaban jujur itu tidak dipercaya. Dikira sedang becanda karena Dick dikenal sebagai orang yang tidak pernah serius. Dick juga sudah menduga ini. Ia tahu kalau pencuri pintu yang pertama sudah ketahuan pasti orang yang sama dikira mencuri pintu yang kedua. Pencuri yang pertama memang ketahuan dari tulisan tangan yang ditinggalkan. Orangnya langsung dikerjai semua orang supaya mengaku di mana letak pintu yang kedua. Setelah babak belur, barulah semua percaya kalau ada orang lain yang mencuri pintu kedua.

Sampai seminggu pintu kedua itu belum juga ditemukan. Presiden asrama akhirnya minta saran untuk memecahkan soal ini. Dick mengajukan usul sambil pura-pura marah:

“Siapa pun kau, pencuri pintu, kami tahu kau sangat hebat. Kau sangat cerdik! Kami tidak tahu siapa kau, jadi kau pasti seorang super jenius. Kau tidak perlu katakan siapa kau; kami cuma ingin tahu di mana pintu itu berada. Jadi, kalau kau meninggalkan catatan di mana saja, di mana pintu itu berada, kami akan menghormatimu dan mengakui selamanya bahwa kau memang super hebat, super cerdas, sampai bisa mencuri pintu sementara kami tetap tidak tahu siapa pelakunya. Tapi tinggalkanlah sebuah catatan di suatu tempat, dan kami akan sangat berterima kasih.”

Orang di sebelah Dick mengusulkan semua orang harus ditanya satu per satu, apakah dia mencuri pintu. Presiden asrama mulai berkeliling dan bertanya pada semua orang. Semua jawab tidak. Begitu ia sampai ke Dick, ia menanyakan pertanyaan sama,

“Feynman, Kamu mengambil pintu itu?”

Dick dengan tenang menjawab,

“Ya, saya yang mengambil pintu itu.”

Tapi presiden asrama itu malah kesal karena dikira diajak becanda. Malamnya Dick meninggalkan gambar tangki minyak kecil dengan sebuah pintu di dekatnya. Besoknya pintunya ditemukan dan dipasang kembali. Sesudah beberapa hari baru ia mengakui kejahilannya itu. Semua langsung menuduhnya tukang kibul karena tidak mau mengaku. Padahal jelas-jelas ia menjawab dengan jujur sewaktu ditanyai. Saking jujurnya, seringkali tidak ada seorang pun yang percaya padanya.

image

Think Different

Sesudah lulus dari MIT, Dick melanjutkan ke fakultas pasca sarjana di Princeton. Suatu kali sesudah makan malam, ada pengumuman tentang kedatangan profesor psikologi yang akan memberi ceramah tentang hipnotis. Rencananya akan ada demonstrasi hipnotis, jadi diperlukan sukarelawan untuk dihipnotis. Dick yang selalu ingin tahu hal-hal yang tidak dimengertinya langsung semangat. Tapi waktu itu ia duduk di ujung belakang. Ruangan itu dipenuhi oleh sekitar 200 orang, padahal hanya diminta tiga orang sukarelawan. Dick yang khawatir tidak terlihat karena duduk di belakang langsung siap-siap berteriak sekencang mungkin. Sewaktu Dr. Eisenhart, dekan pasca sarjana di Princeton, bertanya,

“Jadi, saya ingin bertanya apakah ada yang berminat menjadi sukarelawan…”

Dick langsung mengacungkan tangan dan loncat dari bangkunya sambil berteriak sekeras-kerasnya karena takut tidak terdengar,

“SAYAAA…!!!”

Suaranya bergaung di seluruh aula karena ternyata tidak ada orang lain yang mengacungkan tangan dan mengajukan diri untuk jadi sukarelawan!

Rasa ingin tahunya ini bukan cuma pada persoalan fisika, matematika, dan hipnotis saja. Di ruang makan, Dick selalu duduk bersama kelompok orang yang berbeda tiap minggunya. Satu minggu dengan para filosof, minggu berikutnya dengan ahli matematika, lalu jalan-jalan ke meja mahasiswa biologi. Itu semua karena ia selalu ingin tahu apa yang dibicarakan di masing-masing kelompok.

Dick lalu diajak untuk ikut kuliah fisiologi sambil ikut mengerjakan tugas dan laporan seperti mahasiswa lainnya. Sewaktu ia presentasi makalahnya di kelas biologi, ia sering ditertawakan seluruh kelas karena salah menyebut istilah biologi. Misalnya blastomere disebut blastophere. Belum lagi sewaktu ada yang presentasi tentang impuls pada syaraf. Waktu itu kucing dijadikan contoh. Ada bermacam nama otot yang tidak dimengerti oleh Dick, jadi ia pergi ke perpustakaan untuk cari tahu tentang letak otot-otot itu di badan kucing. Dengan lugu ia bertanya ke petugas tentang peta kucing. Pustakawan itu sih mengerti kalau yang dimaksudkan sebenarnya bagan binatang, tapi kejadian itu begitu lucu sampai tersebar desas-desus tentang seorang mahasiswa biologi yang sangat bodoh yang mencari ‘peta kucing’.

Saat sedang bekerja di Los Alamos, Dick sempat membaca artikel tentang anjing pelacak. Ia terkesan sekali dengan kemampuan penciuman anjing yang sangat hebat itu. Langsung saja ia mencoba eksperimen dengan isterinya. Sejumlah botol Coke dikumpulkan tanpa disentuhnya, lalu isterinya diminta mengambil salah satu dan memegangnya beberapa saat. Dick sendiri keluar ruangan supaya ia tidak melihat botol mana yang dipegang isterinya. Begitu ia masuk dan mencoba menebak yang mana, ia langsung tahu dengan menggunakan fisika! Botol yang sudah dipegang isterinya suhunya pasti berbeda, baunya juga jadi berbeda, lebih lembab dan lebih hangat.

Ia menganggap percobaan ini terlalu mudah. Jadi dicobanya lagi dengan buku di rak buku yang lama tidak disentuh- sentuh. Isterinya memilih salah satu buku dan membukanya sebentar, lalu mengembalikan lagi ke rak. Sewaktu Dick masuk dan mencoba menebak, ia langsung tahu dari kelembaban dan bau yang berbeda pada buku yang sudah dipegang. Buku yang sudah lama tidak dipegang baunya kering. Ia berhasil mengetahui rahasia anjing pelacak!

Rasa ingin tahu, penasaran, dan keberanian yang dilengkapi keisengan ini menjadi modal utama Feynman saat bekerja sama dengan para ahli fisika top kala itu.

Suatu kali Niels Bohr berkunjung dan mengajaknya diskusi tentang cara membuat bom yang lebih efisien. Ide-ide Bohr yang waktu itu didewakan dibahas semua. Dick dengan santai mengutarakan pendapatnya. Jika ada gagasan yang menurutnya jelek, dia langsung mengungkapkannya tanpa takut dan segan. Karena keterusterangannya inilah Dick selalu jadi orang pertama yang diajak untuk diskusi oleh Bohr. Semua orang yang lain selalu menjawab: Ya, ya, Dr. Bohr. Semua begitu kecuali Dick. Ia berani menjawab: Tidak, itu tak akan jalan, tidak efisien… Niels Bohr sangat terkesan dengan keberaniannya ini.

Di Los Alamos, semua berkas penting tentang perkembangan pembuatan bom selalu disimpan dengan rapi dalam lemari brankas yang dikunci dan digembok. Dick selalu merasa kunci itu masih kurang aman. Ia lalu membuktikannya dengan cara membongkar satu per satu semua brankas di sana. Semua laporan yang ia butuhkan diambilnya sendiri dari brankas yang dikunci. Sesudah selesai, ia kembalikan laporan itu ke yang punya. Sudah pasti orangnya langsung bingung karena tidak pernah meminjamkan berkas itu ke siapa pun. Dengan tenang Dick mengakui ia mengambilnya sendiri dari brankas dengan cara membongkar kuncinya. Sejak itu kalau ada orang yang hilang atau pergi padahal ada berkas penting di lemarinya, mereka tinggal memanggil Dick yang bisa dengan gampang membongkar kunci kombinasi brankas.

Keahlian ini dipraktekkannya juga setiap kali berkunjung ke Oak Ridge. Sampai-sampai semua orang di sana tidak mengizinkan Dick untuk mendekati lemari brankasnya karena keisengan Dick sudah begitu dikenal.

Sekali waktu keisengannya membongkar brankas mencapai puncaknya. Ia membongkar tiga brankas yang berisi semua rahasia bom atom. Ternyata ketiga brankas yang berjejeran itu mempunyai nomor kombinasi yang sama. Otak jahilnya mendorongnya untuk meninggalkan catatan di ketiga brankas yang dibongkarnya itu.

Di brankas kedua ia meninggalkan catatan pertama:

“Aku pinjam dokumen No. LA4312 – Feynman, si tukang bongkar lemari besi.”

Di brankas pertama ia menulis catatan lain:

“Yang ini tidak lebih susah membukanya – Si Sok Tahu.”

Lalu pada brankas ketiga:

“ Jika kombinasinya sama, yang satu tidak lebih susah dari yang lain – Orang yang Sama.”

Malam harinya sesudah makan malam, ia bertemu Freddy de Hoffman, orang yang brankasnya baru saja ia utak-utik. Sewaktu de Hoffman hendak kembali ke kantornya, Dick mengikutinya untuk menikmati hasil keisengannya itu. Sewaktu de Hoffman mulai bekerja, ia membuka lemari yang ditinggali catatan yang ketiga.

Wajah de Hoffman langsung pucat pasi begitu melihat kertas kuning menyala dengan tulisan krayon warna merah. Tangannya yang gemetar mengambil kertas itu dan langsung menduga-duga siapa yang sudah membongkar lemarinya: Orang yang Sama! Pasti orang yang mencoba masuk ke Gedung Omega (waktu itu kasus Gedung Omega merupakan berita besar dan pencurinya belum tertangkap)!

Dengan kebingungan ia bertanya ke Dick apa yang harus dilakukan. Dick cuma mengusulkan untuk memeriksa berkasnya untuk mencari apa ada yang hilang. Kemudian lemari yang lain juga diperiksa. Di lemari yang pertama ia menemukan catatan kedua yang ditandatangani ‘Si Sok Tahu’. De Hoffman makin pucat. Begitu de Hoffman mau membuka lemari kedua, Dick pelan-pelan menyelinap ke pintu, karena takut dimarahi habis-habisan. Catatan pertama pun ditemukan. Dan benar saja! De Hoffman langsung lari mengejar Dick. Tapi bukan karena marah. Justru ia merangkulnya karena sangat lega begitu mengetahui bahwa rahasia bom atom belum bocor. Itu semua cuma kejahilan Dick Feynman!

image

Petualangannya tidak berhenti di situ saja. Dick yang punya prinsip ‘Everything is Interesting’ ini terus saja bersemangat menelusuri semua bidang yang sebelumnya tidak ia mengerti. Ia berhasil memecahkan tulisan kuno bangsa Maya (hieroglif kuno), trik-trik pesulap terkenal James ‘The Amazing’ Randi, melukis berbagai potret, menjadi pemain bongo yang hebat, dan menguasai geografi berbagai tempat di dunia hanya dengan cara mengoleksi perangko.

Semua keahlian ini semula tidak dimilikinya. Ia mempelajarinya hanya karena penasaran. Ia tidak bisa menggambar, jadi ia coba coret-coret di atas kertas. Ia tidak mengerti musik, jadi ia asal pukul gendang. Ia selalu memikirkan hal-hal yang tidak terpikir oleh orang lain. Ide-idenya selalu unik tetapi sederhana. Berbagai eksperimennya selalu disebut simple, to the point experiment. Sampai- sampai ia dijadikan icon oleh perusahaan komputer terkenal dalam satu iklannya: Think Different.

Semuanya dikerjakannya dengan satu syarat: bisa dikerjakan sambil main-main. Satu kalimat yang selalu diucapkannya: What do you care what other people think?

Pesan yang selalu ingin disampaikannya adalah bahwa kita harus selalu melakukan sesuatu dengan gembira. Jika berkutat dengan masalah fisika, atau masalah apa pun, jangan pernah memikirkan apa yang bisa didapatkan. Sebaliknya, fisika itu dianggap sebagai mainan yang bisa dijadikan sarana untuk berpetualang. Dengan begini, kreativitas bisa mengalir lancar dan tanpa beban.

Satu lagi resepnya untuk belajar fisika: pelajari sendiri tanpa harus terikat dengan aturan-aturan yang sudah ada di buku-buku pedoman. Dengan mempelajarinya sendiri, kita jadi mengerti konsepnya. Kita pun tidak mudah lupa. Tidak seperti menghafal semua rumus dan konsep fisika yang sudah ada. Kalau cuma menghafal kita belum tentu mengerti, tapi kalau kita sudah mengerti kita pasti ingat untuk seterusnya. Sederhana sekali! (Yohanes Surya)