Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan gangguan kelekatan orangtua dan anak?

kelekatan keluarga

Istilah attachment (kelekatan) pertama kali dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian formulasi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun 1969. Menurut Bowlby (dalam Santrock 2002) attachment adalah adanya suatu relasi atau hubungan antara figur sosial tertentu dengan suatu fenomena tertentu yang dianggap mencerminkan karakteristik relasi yang unik. Attachment akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu. Lalu, Apa saja faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Kelekatan (attachment) ?

Menurut Erik Erikson, seorang bapak psikologi perkembangan (dalam Jacinta F. Rini, 2002), faktor-faktor penyebab gangguan kelekatan adalah:

  1. Perpisahan yang tiba-tiba antara anak dengan pengasuh atau orangtua
    Perpisahan traumatik bagi anak bisa berupa: kematian orangtua, orangtua dirawat di rumah sakit dalam jangka waktu lama, atau anak yang harus hidup tanpa orangtua karena sebab-sebab lain.

  2. Penyiksaan emosional atau penyiksaan fisik
    Sistem pendidikan yang tradisional yang seringkali menggunakan cara hukuman (baik fisik maupun emosional) untuk mendidik dan mendisiplinkan anak, orangtua sering bersikap menjaga jarak dan bahkan ada yang membangun image mankutkan agar anak hormat dan patuh pada mereka. Padahal cara ini justru membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang penakut, mudah berkecil hati dan tidak percaya diri. Anak akan merasa bukan siapa-siapa atau tidak bisa berbuat apa- apa tanpa orangtua.

  3. Pengasuhan yang tidak stabil
    Pengasuhan yang melibatkan terlalu banyak orang, bergantian, tidak menetap oleh satu atau dua orangtua menyebabkan ketidakstabilan yang dirasakan anak, baik dalam hal ukuran cinta kasih, perhatian, dan kepekaan respon terhadap kebutuhan anak. Anak akan menjadi sulit membangun kelekatan emosional yang stabil karena pengasuhnya selalu berhanti-ganti tiap waktu. Situasi ini kelak mempengaruhi kemampuannya menyesuaikan diri karena anak cenderung mudah cemas dan kurang percaya diri (merasa kurang ada dukungan emosional).

  4. Sering berpindah tempat atau domisili
    Seringnya berpindah tempat membuat proses penyesuaia diri anak menjadi sulit, terutama bagi seorang balita. Situasi ini akan menjadi lebih berat baginya jika orangtua tidak memberikan rasa aman dengan mendampingi mereka dan mau mengerti atas sikap atau perilaku anak yang mungkin saja anaeh akibat dari rasa tidak nyaman saat harus menghadapi orang baru. Tanpa klekatan yang stabil, reaksi negative anak akhirnya menjadi bagian dari pola tingkah laku yang sulit diatasi.

  5. Ketidak konsistenan cara pengasuhan
    Banyak orangtua yang tidak konsisten dalam mendidik anak, ketidakpastian sikap orangtua membuat anak sulit membangun kelekatan tidak hanya secara emosional tetapi juga secara fisik. Sikap orangtua yang tidak dapat diprediksi membuat anak bingung, tidak yakin, sulit mempercayai dan patuh pada orangtua.

  6. Problem psikologis yang dialami orangtua atau pengasuh utama
    Orangtua yang mengalami problem emosional atau psikologis sudah tentu membawa pengaruh yang kurang menguntungkan bagi anak. Hambatan psikologis, misalnya gangguan jiwa, depresi atau problem stress yang sedang dialami orangtua tidak hanya membuat anak tidak bisa berkomunikasi yang baik dengan orangtua, tetapi membuat orangtua kurang peka terhadap kebutuhan dan masalah anak.

  7. Problem neurologis/ sayraf
    Adakalanya gangguan syaraf yang dialami anak bisa mempengaruhi proses persepsi atau pemroresan informasi anak tersebut, sehingga ia tidak dapat merasakan adanya perhatian yang diarahkan padanya. (Ni, Made. A,W. 2009)