Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Perilaku Pemilih ?

Perilaku memilih

Perilaku memilih adalah keikutsertaan warga dalam pemilu sebagi rangkaian pembuatan keputusan. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Perilaku Pemilih ?

Adnan Nursal (2004) menguraikan sejumlah orientasi pemilih dalam ajang pemilihan umum, antara lain :

1. Sosial imagery atau citra sosial (pengelompokan sosial), menunjukan stereotip kandidat atau partai untuk menarik pemilih dengan menciptakan asosiasi antar kandidat atau partai dengan segmen - segmen tertentu dalam masyarakat. Social imagery adalah citra kandidat dalam pikiran pemilih mengenai “berada” didalarn kelompok sosial mana atau tergolong sebagai apa sebuah partai atau kandidat politik. Social imagery dapat terjadi berdasarkan banyak faktor antara lain :

  • Demografi

    1. Usia (contoh : partai anak muda)
    2. Gender (contoh : calon pemimpin dari kelompok hawa)
    3. Agama (contoh : partai bercorak Islam, Katolik)
  • Sosio ekonomi

    1. Pekerjaan (contoh : partai kaum buruh)
    2. Pendapatan (contoh : partai wong cilik)
  • Kultur dan etnik

    1. Kultur (contoh : kandidat adalah seniman, santri)
    2. Etnik (contoh : orang Jawa, Sulawesi)
  • Politis-ideologi (contoh : partai nasionalis, partai agamis, partai konservatif, partai moderat).

2. Identifikasi partai, bisa menjadi salah satu faktor yang cukup signifikan dalam menentukan pilihan politik sesuai dengan kedekatan terhadap suatu partai yang dihubungkan dengan kandidat.

3. Identifikasi kandidat

  • Emosional feelings, dimensi emosional yang terpancar dari sebuah kontestan atau kandidat yang ditunjukan oleh police making yang ditawarkan.

  • Kandidat personality, mengaju pada sifat-sifat pribadi yang penting yang dianggap sebagai karakter kandidat.

4. Isu dan kebijakan politik, pengaruh isu dan program bisa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perilaku pemilih. Semakin tingginya pendidikan pemilih, yang bisa meningkatkan daya kritis, semakin menyebabkan pentingnya peranan isu dan program.

5. Peristiwa-peristiwa tertentu

  • Current events, mengacu pada himpunan peristiwa, isu, dan kebijakan yang berkembang menjelang dan selama kampanye.

  • Personal events, mengacu pada peristiwa pribadi dan peristiwa yang pernah dialami secara pribadi oleh seorang kandidat. Misalnya, skandal seksual, skandal bisnis, menjadi korban rezim, pernah ikut berjuang dan lain-lain.

6. Epistemic, adalah isu-isu pemilihan yang spesifik dimana dapat memicu keingintahuan pemilih mengenai hal-hal tertentu.

Selanjutnya Lipset (2007) juga mengemukakan, perilaku pemilih akan dipengaruhi oleh struktur sosial seorang individu, seperti kelompok politik dan sistem politik yang melekat pada individu berdasarkan etnis, agama, atau sistem ekonomi regional.
Kemudian Upe (2008), menurut hasil penelitiannya, menyimpulkan terdapat enam variabel atau faktor sebagai stimulus politik yang mempengaruhi perilaku pemilih dalam memilih kandidat, antara lain :

1. Identifikasi figure

Dalam proses Pilkada langsung disebut juga sebagai pemilihan perorangan, hanya saja proses pencalonan melalui seleksi partai politik yang memiliki persentase kursi legislatif yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bahkan saat ini sudah dimungkinkan pencalonan diluar partai atau lebih dikenal dengan calon independent. Oleh sebab itu, harapan dari momentum ini adalah terpilihnya figur yang berkualitas, sehingga mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik, tentu dengan melihat sosok calon pemimpin yang berkemampuan dan profesional.

2. Identifikasi partai politik yang mengusung

Secara sosiologis ada kemungkinan faktor ini dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Dimana pemilih mengaitkan pilihannya dengan kelompok sosialnya, dalam hal ini partai politik.

3. Isu kampanye

Kampanye merupakan proses penyampaian program dari masing-masing pasangan calon melalui pesan-pesan politik yang bertujuan untuk mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku pemilih.

4. Faktor juru kampanye

Juru kampanye yang dimaksud yakni siapa saja yang aktif menyampaikan program-program pasangan calon, baik pada saat kampanye maupun diluar kampanye. Tentu saja para juru kampanye tersebut memiliki ikatan yang lebih dekat dengan konstituen di sekitar mereka.

5. Pertimbangan insentif (hibah politik)

Fenomena menarik dalam pilkada adalah maraknya kapitalisme pilkada. Pertama, sebuah partai memiliki kewenangan untuk menuntut kontribusi kepada partai politik yang akan mengusungnya. Kedua, dalam kondisi pemilih yang masih sangat terbatas baik aspek ekonomi maupun politik, bisa dimanfaatkan para pihak kandidat untuk mendapatkan suara, dalam hal ini disebut hibah politik.

6. Faktor kelompok penekan (pressure group)

Ajang Pilkada langsung merupakan sebuah ajang demokratis, namun juga tidak menuup kemungkinan terjadinya praktek premanisme atau apapun bentuknya yang menekan pemilih untuk memilih kandidat tertentu. Selain itu juga ada tekanan dari kelompok dimana masing-masing individu berada seperti keluarga, pertemanan, lingkungan pekerjaan dan sebagainya.