Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketaatan terhadap hukum?

Ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi. Tetapi banyak juga permasalahan-permasalahan sosial yang muncul akibat dari ketidaktaatan suatu masyarakat terhadap hukum itu sendiri.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketaatan terhadap hukum ?

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketaatan terhadap hukum secara umum, menurut C.
G Howard & R. S. Mummers dalam bukunya yang berjudul “Law : Its Nature and Limits”, antara lain :

  • Relevansi antara hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu. Oleh karena itu, jika aturan hukum yang dimaksud berbentuk undang-undang, maka pembuat undang-undang dituntut untuk mampu memahami kebutuhan hukum dari target pemberlakuan undang-undang tersebut.

  • Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami oleh target dibelakukannya aturan hukum. Jadi, perumusan substansi aturan hukum itu, harus dirancang dengan baik, jika aturannya tertulis, haruslah ditulis dengan jelas dan mampu dipahami secara pasti. Meskipun nantinya tetap membutuhkan interpretasi dari penegak hukum yang akan menerapkannya.

  • Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu. Kita tidak boleh meyakini fiksi hukum yang menentukan bahwa semua penduduk yang ada dalam wilayah suatu negara, dianggap mengetahui seluruh aturan hukum yang berlaku di negaranya. Tidak mungkin penduduk atau warga masyarakat secara umum, mampu mengetahui keberadaan suatu aturan hukum dan substansinya, jika aturan hukum tersebut tidak disosialisasikan secara optimal.

  • Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka sejogjanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang (prohibitur) lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan (mandatur).

  • Sanksi yang diancamkan oleh aturan hukum itu, harus dipadankan dengan sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut. Suatu sanksi yang dapat kita katakan tepat untuk suatu tujuan tertentu, belum tentu tepat untuk tujuan lain.

  • Berat ringannya sanksi yang diancamkan dalam aturan hukum, harus proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan. Hukuman yang terlalu berat akan berdampak pada “permainan” terhadap hukum itu sendiri. Sebaliknya, sanksi yang terlalu ringan untuk suatu jenis kejahatan, tentunya akan berakibat warga masyarakat tidak akan segan untuk melaksanakan kejahatan tersebut.

  • Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memungkinkan karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi, memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati oleh karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penghukuman). Membuat suatu aturan hukum yang mengancamkan sanksi terhadap tindakan-tindakan yang bersifat gaib atau mistik, adalah mustahil untuk efektif karena mustahil untuk ditegakkan melalui proses hukum. Mengancamkan sanksi bagi perbuatan yang sering dikenal sebagai “sihir” atau “tenung” adalah mustahil untuk efektif dan dibuktikan.

  • Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target diberlakukannya aturan tersebut. Aturan hukum yang sangat efektif, adalah aturan hukum yang melarang dan mengancamkan sanksi bagi tindakan yang juga dilarang dan diancamkan sanksi oleh norma lain, seperti norma moral, agama, adat istiadat atau kebiasaan dan lainnya. aturan hukum yang tidak diatur dan dilarang oleh norma lain akan lebih tidak efektif.