Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan kerja ?

Kepuasan kerja merupakan suatu sikap positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja termasuk di dalamnya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan kerja ?

Gilmer mengemukakan aspek-aspek kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: promosi, keamanan, gaji, perusahaan dan manajemen, pengawasan, faktor-faktor interinsik dari pekerjaan, kondisi kerja, aspek social dalam pekerjaan, komunikasi dan rekan kerja.

Gibson (1995) menyebutkan aspek-aspek yang mempengarui kepuasan kerja adalah:upah, pekerjaan, promosi, penyelia, dan rekan kerja. Sedangkan Wexley dan Yukl (1992) berpendapat bahwa aspek kerja yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan adalah: upah, pekerjaan, pengawasan, teman kerja, materi pekerjaan, jaminan kerja, dan promosi.

Robbins (1996) menyatakan bahwa faktor-faktor penting yang mendorong kepuasan kerja adalah pekerjaan secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, dan rekan kerja yang mendukung.

Maltis dan Jacson (2000) menambahkan bahwa kepuasan kerja memiliki banyak dimensi, diantaranya:pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan (recognition), supervisi, kerja sama yang baik dengan rekan kerja, dan kesempatan untuk berkembang.

Sariati (2000), mengemukakan elemen-elemen kepuasan kerja:

  1. pekerjaan yang menantang
  2. gaji yang adil
  3. kondisi kerja yangmendukung
  4. dukungan dari rekan kerja.

Smith, Kendall & Hulin mengemukakan 5 dimensi sumber kepuasan kerja:

  1. pekerjaan itu sendiri
  2. gaji
  3. kesempatan untuk promosi
  4. supervise
  5. co-worker.

Luthan (1985) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi, supervisi, kelompok kerja, dan kondisi kerja.

Syafaruddin Alwi (2001) mengemukakan bahwa indikator kepuasan kerja adalah rasa aman dalam bekerja kelompok, kepuasan kerja atasan, kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, gaji, kemajuan, kesempatan untuk maju.

Timothy A. Judge and Shiniciro Watanabe (1993) menyebutkan sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja, yaitu:

  1. kesempatan untuk promosi (promotion opportunities)
  2. faktor interinsik (intrinsisic factor)
  3. kondisi kerja (working condition)
  4. pendidikan (education)
  5. usaha pribadi (subjective effort)
  6. system gaji (wage rate)
  7. jam kerja (hour works)
  8. hakikat pekerjaan (job tenure)
  9. kesempatan untuk maju/berkembang (perceived ease of movement).

Thomas & Tymon’s (1994) menyebutkan aspek-aspek pekejaan yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: gaji, kesempatan kerja untuk promosi, hubungan dan rekan kerja, job assignments.

Menurut Luthans (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain adalah sebagai berikut :

  • Pekerjaan itu sendiri (The work it self).

    Kesenangan individu terhadap pekerjaannya merupakan sumber utama dari kepuasan kerja. Beberapa unsur yang penting dari kepuasan kerja adalah pekerjaan yang tidak monoton, bervariasi sehingga tidak menimbulkan kebosanan bagi pekerja.

  • Imbalan atau kompensasi (Pay).

    Mengenai gaji, upah dan tunjangan, semuanya adalah penting, tetapi merupakan faktor yang komplek (rumit), multidimensi dalam kepuasan kerja. Uang tidak hanya membantu individu dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup, tetapi juga merupakan alat (instrument) dalam menaikkan tingkat kepuasan. Pegawai sering memandang imbalan sebagai sebuah cerminan dari pada cara pandang manajemen dalam menilai kontribusi pegawai kepada organisasi. Keuntungan bagi pegawai rendahan adalah perlu, walaupun mereka tidak terpengaruh, karena mereka tidak mengetahui nilai yang mereka sumbangkan bagi organisasi untuk memperoleh keuntungan. Penelitian terakhir menunjukkan jika semua pegawai mengikuti beberapa pilihan keuntungan yang fleksibel, mereka lebih menyukai paket menyeluruh, disebut rencana keuntungan yang fleksibel, ini merupakan suatu pengaruh yang nyata dari semua kepuasan yang diperoleh, dan keseluruhan dari kepuasan kerja.

  • Promosi (Promotion)

    Kesempatan untuk dipromosikan merupakan sebuah variasi dampak dalam kepuasan kerja, karena promosi mengakibatkan perbedaan bentuk dan memperoleh bermacam-macam tunjangan dari perusahaan untuk level manajer, lain halnya apabila promosi pada pegawai biasa karena pengalaman kerjanya atau senioritas yang telah dimiliki. Dengan demikian kepuasan akan lebih besar bagi individu yang mendapat promosi untuk menduduki suatu jabatan, dibandingkan pegawai yang dipromosikan karena senioritasnya sehingga memperoleh kenaikan imbalan.

  • Pengawasan/penyelia (Supervision).

    Pengawasan adalah sumber lain yang cukup penting dari kepuasan kerja. Sampai saat ini, bagaimanapun terdapat dua dimensi dari gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Pegawai yang bekerja bukan dikantor pusat dan kinerjanya dinilai oleh pengawas untuk menentukan besarnya imbalan yang pegawai peroleh, tentunya akan berpengaruh terhadap personal interens karena menentukan jumlah yang akan mereka peroleh. Pegawai di Amerika umumnya memprotes para pengawas yang tidak bekerja dengan baik pada pekerjaannya.Suatu survey skala besar menemukan bahwa lebih dari setengah responden merasa supervisor mereka secara reguler menampung umpan balik atau mencoba untuk memecahkan masalah mereka.

  • Kelompok Kerja (Group Work).

    Sifat dasar kelompok kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Keramahan, kerja sama dalam kelompok kerja semuanya merupakan sumber terhadap kepuasan kerja bagi pegawai. Kelompok kerja dapat menjadi sumber bagi para pekerja untuk memperoleh dukungan, bantuan (hukum), saran/nasihat, dan tempat bertanya.

Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diantaranya yaitu:

  • Karakteristik Pekerjaan

    Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja ialah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan dan kreativitas.

  • Gaji Penghasilan, Imbalan yang Dirasakan Adil (Equittable Reward)

    Siegel & Lane mengutip kesimpulan yang diberikan oleh beberapa ahli yang meninjau kembali hasil-hasil penelitian tentang pentingnya gaji sebagai penentu dari kepuasan kerja, yaitu bahwa para sarjana psikologi telah secara tradisional dan salah meminimasi pentingnya uang sebagai penentu kepuasan kerja. Ternyata, menurut hasil penelitian yang dilakukan Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan.

    Herzberg memasukkan faktor kompensasi kedalam faktor kelompok Hygiene. Jika dianggap gajinya terlalu rendah, tenaga kerja akan merasa tidak puas. Namun jika dirasakan tinggi atau dirasakan sesuai dengan harapan, maka istilah Herzberg adalah tenaga kerja tidak lagi tidak puas. Artinya tidak ada dampak pada kinerja karyawan.

  • Penerimaan atas pimpinan

    Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan pimpinan. Locke menemukan dua jenis dari hubungan atasan- bawahan: hubungan fungsional dan keseluruhan ( entity ). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Sedangkan hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.

    Judge dan Locke (1993), menegaskan bahwa kepemimpinan merupakan salah satu faktor penentu kepuasan kerja. Jenkins dalam (manajemen 1990), mengungkapkan keluarnya karyawan disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kondisi kerja karena karyawan merasa pimpinan tidak memberikan kepercayaan terhadap karyawan, tidak ada keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan, pimpinan berlaku tidak objektif dan tidak jujur terhadap karyawan. Pendapat ini didukung oleh Nanus (1992) yang mengemukakan bahwa alasan yang utama karyawan meninggalkan organisasi disebabkan karena pemimpin gagal dalam memahami karyawan dan pemimpin tidak memperhatikan kesejahteraan karyawannya.

  • Rekan kerja yang Menunjang

    Hubungan yang ada antar rekan kerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosialnya dipenuhi).

  • Kondisi tempat kerja

    Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak nyaman akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Maka dari itu biasanya karyawan akan mencari alasan untuk sering keluar dari ruang kerjanya. Untuk itu perusahaan harus memperhatikan kondisi dan tempat kerja untuk meningkatkan produktifitas dan kepuasan kerja.

Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan didalam tingkat kepuasan kerja pegawai. Menurut Ellickson dan Logsdon (2001), faktor lingkungan yang terkait dengan kepuasan kerja adalah: bahan-bahan dan peralatan ruang kerja, keamanan lingkungan kerja, pelatihan, beban kerja, kesetiakawanan rekan kerja, pengupahan, tunjangan, peluang promosi/kenaikan jabatan, penilaian kinerja, dan pengawas. Sementara itu, Renaud (2002) menyatakan bahwa lingkungan pekerjaan yang mempengaruhi kepuasan kerja meliputi: peluang untuk promosi, lingkungan fisik ternpat kerja, kebebasan pada pekerjaan, dan rutinitas.

Variabel-variabel lain yang penting dan berpengaruh dalam kepuasan kerja seorang pegawai adalah perilaku pemimpin, kelompok kerja, kepuasan diri (self-esteem), nilai-nilai yang terkait dengan nilai pekerjaan, maupun kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh individu.

Selain lingkungan, faktor imbalan juga berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Secara spesifik, Lawler mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor yang rnempengaruhi kepuasan terkait dengan imbalan yang diterima.

  • Pertama: kepuasan terhadap imbalan tergantung pada jumlah yang diterima versus jumlah yang dirasakan sesunggumya harus diterima oleh individu. Semakin besar imbalan yang diterima, apakah eksterinsik seperti halnya upah, ataukah intrinsik seperti halnya tantangan pekerjaan (job challenge), maka akan semakin puas perasaan mereka. namun demikian, perasaan puas tersebut dipengaruhi pula oleh persepsi individu, yakni walaupun mungkin imbalan yang diterima besar, namun kemungkinan tedapat proporsionalitas yang dirasakan tidak sebanding, yakni menyangkut pengorbanan atau usaha yang dilakukan dibandingkan dengan pengorbanan atau usaha yang dilakukan oleh pihak lain.

  • Kedua: perbandingan dengan apa yang terjadi pada pihak lain akan mempengaruhi tingkat perasaan individu terhadap kepuasan.

  • Ketiga: kepuasan individu yang terkait dengan imbalan intrinsik maupun ekstrinsik yang diterimanya secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat kepuasan kerjanya. Individu yang tidak puas dengan sistem imbalan (intrinsik maupun eksterinsik) yang berlaku akan mengekspresikan perasaan ketidakpuasannya terhadap situasi kerjanya secara menyeluruh.

  • Keempat: setiap individu memiliki perbedaan mengenai keinginan dan nilai yang terkait dengan imbalan. Sistem imbalan yang efektif hendaknya dapat memenahi kebutuhan-kebutuhan pekerja. Setiap individu kemungkinan dapat berbeda mengenai keinginannya, yakni lebih memilih jam kerja yang fieksibel untuk memperoleh imbalan yang lebih atau sesuai kebutuhannya, sementara lainnya kemungkinan lebih memilih bentuk lainnya, misalnya tunjangan sakit, asuransi medis, atau dana pensium.

  • Kelima: imbalan eksterinsik hanya akan memuaskan pekeria karena pekerja dapat mencapai bentuk imbalan lainnya. Misalnya, peningkatan upah akan dapat menyebabkan mereka memiliki peluang untuk rekreasi yang lebih besar, atau memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendidikannya.

Menurut Dunham et al., terdapat delapan aspek yang dinamakan sebagai Index of organizational Reactions (I0R) yang dapat dipergunakan untuk melihat kepuasan kerja secara menyeluruh. Kedelapan aspek tersebut meliputi:

  • jumlah pekerjaan (amount of work),
  • jenis pekerjaan (type of work),
  • imbalan finansial (financial rewards),
  • supervisi (supervision),
  • rekan kerja (coworkers),
  • identifikasi perusahaan (company identification),
  • fasilitasi karier (career facilitation), dan
  • kondisi fisik (physical conditions).

Sementara itu pengukuran tingkat kepuasan kerja yang dilakukan oleh Sarker, Grossman, dan Chinmeteepihik (2003) adalah mendasarkan pada dua dimensi yang dikembangkan oleh Herzberg dengan faktor motivasi (motivation factors) dan faktor higien (hygiene factors).

  • Aspek-aspek yang terkait dengan faktor motivasi meliputi pekerjaan saat ini (current job), prestasi (achievement), pengakuan (recognition) dan pertumbuhan personal (personal growth).

  • Aspek-aspek yang terkait dengan faktor higien yakni upah (pay), tunjangan (hygiene benefits), hubungan interpersonal dengan kolega (interpersonal relation with colleagues), hubungan interpersonal dengan supervisor (interpersonal relation with supervisors), dan kondisi kerja (working conditions).

Menurut Job Description Index (JDI), terdapat lima aspek untuk mengukur kepuasan kerja. Kelima aspek JDI dari kepuasan kerja meliputi:

  • pekerjaan itu sendiri (the work it self,
  • kualitas supervise (quality of supervision),
  • hubungan dengan rekan kerja (relationship with co-workers),
  • peluang promosi (Promotions Opportunities), dan
  • upah (pay).

Sementara itu, berdasarkan Index of Work Satisfactions (IWS), terdapat enam aspek untuk mengukur tingkat kepuasan kerja. Keenam aspek: tersebut adalah

  • otonomi (autonomy),
  • interaksi (interaction),
  • upah (pay),
  • status profesional (professional status),
  • kebijakan organisasi (organizational policies), dan
  • persyaratan pekerjaan atau tugas (task requirements).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Menurut John M. Ivancevich, Robert Konopaske dan Michael T. Matteson (2011) mengatakan ada 4 faktor penting yang berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan:

  1. Pembayaran (Pay). Jumlah pembayaran yang diterima dan keadilan yang diterima dari pembayaran tersebut
  2. Pekerjaan itu sendiri (Work itself). Banyaknya tugas-tugas kerja yang dianggap menarik dan menyediakan kesempatan untuk belajar dan menerima tanggung jawab
  3. Kesempatan promosi (Promotion opportunities). Ketersediaan kesempatan untuk kemajuan karir
  4. Pengawasan (supervision). Kompetensi teknis dan kemampuan interpersonal dari atasan alngsung seseorang.
  5. Rekan Kerja (Co-workers). Banyaknya rekan kerja yang bersahabat, kompeten dan mendukung.
  6. Kondisi kerja (Working conditions). Tingkat dari lingkungan fisik pekerjaan yang nyaman dan mendukung produktivitas.
  7. Keamanan kerja (Job Security). Keyakinan bahwa posisi seseorang relatif aman dan kelanjutan pekerjaan dengan organisasi sebagai harapan yang masuk akal.

Menurut Smith (dalam Robbin, 2001 dan Noor Arifin dalam Jurnal Economia Vol.8 (2012) mengatakan bahwa ada beberapa faktor-faktor penentu kepuasan kerja karyawan, yaitu sebagai berikut:

  1. Pekerjaan itu sendiri. Sejauh mana pekerjaan menyediakan kesempatan seseorang untuk belajar memperoleh tanggung jawab dalam suatu tugas tertentu dan tantangan untuk pekerjaan yang menarik.
  2. Bayaran atau Upah. Upah yang diperoleh seseorang sebanding dengan usaha yang dilakukan dan sama dengan upah yang diterima oleh orang lain dalam posisi kerja yang sama.
  3. Kesempatan untuk promosi. Kesempatan seseorang untuk meraih atau dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam organisasi.
  4. Atasan. Kemampuan atasan untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab para bawahan.
  5. Rekan Kerja. Sejauh mana rekan kerja secara teknis cakap dan secara sosial mendukung tugas rekan kerja lainnya.

Menurut pendapat Gilmer(1966) dalam bukunya Moch. As’ad (2004) tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut:

  1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini tidak adanya kesempatan untuk memperoleh kesempatan peningkatan pengalaman dan kemampuan kerja selama bekerja.
  2. Keamanan Kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang amat sangat mempengaruhi perasaan kerja karyawan selama bekerja.
  3. Gaji/Upah. Gaji/upah lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan tidak jarang orang yang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
  4. Manajemen Kerja. Manajemen kerja yang baik adalah yang memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, sehingga karyawan dapat bekerja dengan nyaman.
  5. Kondisi Kerja. Dalam hal ini adalah tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir.
  6. Pengawasan. Bagi karyawan, supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.
  7. Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas yang meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
  8. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pimpinan banyak dipakai untuk mentukan jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak pimpinan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan kepuasan kerja.
  9. Aspek sosial dalam pekerjaan. Aspek sosial dalam pekerjaan merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
  10. Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.